Peneliti China Kembangkan Chip Pengisi Daya Nirkabel, Ditanam di Bawah Kulit
26 December 2023 |
07:00 WIB
Perkembangan teknologi begitu pesat dan semakin inovatif. Terbaru, para ilmuwan di China menciptakan perangkat pengisi daya nirkabel yang dapat ditanam di bawah kulit untuk keperluan medis. Terobosan ini diterbitkan di jurnal Science Advances.
Sebagian besar perangkat bioelektronik seperti sensor atau sistem pengiriman obat, seringkali dibatasi oleh kapasitas baterai yang terpasang. Komponen tersebut juga dihubungkan ke catu daya eksternal. Namun, hal ini berisiko menyebabkan infeksi, terutama jika pasien memerlukan pembedahan untuk melepas atau mengganti komponen.
Baca juga: Inovasi AI Nokia Bisa Ubah Jaringan Pakai Perintah Suara
Untuk mengatasi masalah tersebut, para ilmuwan membangun prototipe chip pengisi daya nirkabel yang dapat ditanamkan di bawah kulit. Prototipe tersebut telah diuji pada tikus dan berhasil mentransfer energi secara nirkabel ke seluruh tubuh atau memanen energi dari tubuh.
Mengutip Live Science, chip pengisian daya bawah kulit ini terbilang fleksibel dan lembut. Alat tersebut juga dapat beradaptasi dengan bentuk jaringan selama prosedur dan dapat terurai secara hayati.
“Prototipe sistem catu daya kami mewakili langkah maju yang penting dalam memajukan berbagai perangkat medis implan yang dapat terbiodegradasi dengan potensinya untuk memberikan solusi energi yang efektif dan andal,” ujar Wei Lan, profesor elektronik di School of Physical Science dan Technoogy di Universitas Lanzhou, China.
Dia menjelaskan catu daya prototipe menggunakan kumparan magnesium yang mengisi daya ketika kumparan kedua ditempatkan di atas kulit. Daya melewati rangkaian dan kemudian memasuki modul penyimpan energi yang terbuat dari kapasitor hibrid zinc-ion.
Berbeda dengan baterai yang menyimpan energi dalam bentuk kimia, superkapasitor ini menyimpan daya dalam bentuk energi listrik. Baterai juga memiliki kepadatan daya yang tinggi dan dapat mengeluarkan sejumlah besar energi sekaligus, meskipun menyimpan lebih sedikit energi per unit dibandingkan baterai.
Para peneliti menanamkan prototipe ini ke dalam implan mirip chip yang dapat terurai secara hayati yang menggabungkan pengumpulan dan penyimpanan energi. Ketika prototipe dipasang pada implan medis, daya dialirkan melalui sirkuit langsung ke perangkat dan masuk ke kapasitor untuk memastikan pasokan daya konstan.
Pada tikus, implan nirkabel bekerja hingga 10 hari dan larut sepenuhnya dalam waktu dua bulan. Namun alat ini berpotensi bertahan lebih lama jika tim mengentalkan lapisan polimer pelindung dan lilin yang membungkus sistem.
Para peneliti juga menguji pengisi daya nirkabel sebagai sistem pengiriman obat dan memberikan obat anti-inflamasi kepada tikus yang demam. Setelah 12 jam, tikus yang tidak memiliki implan memiliki suhu tubuh yang jauh lebih tinggi dibandingkan tikus yang menggunakan chip. Hal ini menunjukkan bahwa perangkat tersebut berhasil memberikan obat.
Kendati demikian, prototipe baru ini memiliki beberapa catatan yang perlu diselesaikan sebelum siap diuji pada manusia. Dalam percobaan pemberian obat, beberapa tikus juga diberi implan tanpa muatan yang dicampur dengan obat antiperadangan. Hasilnya, suhu tubuh mereka turun, yang menunjukkan adanya pelepasan obat secara pasif.
Tim juga belum menguasai menghidupkan atau mematikan perangkat. Alat ini berhenti bekerja ketika kehabisan daya.
Baca juga: Yuk Berkenalan dengan Pusat Inovasi 5G yang Dibangun Ericsson di Indonesia
Penelitian di masa depan juga perlu mempertimbangkan ukuran perangkat dan kemampuan terurai secara hayati. “Saat ini, ukuran sistemnya masih relatif besar dan berisi modul penyearah kecil dan stabilitasnya perlu lebih ditingkatkan,” sebut Lan.
Editor: Fajar Sidik
Sebagian besar perangkat bioelektronik seperti sensor atau sistem pengiriman obat, seringkali dibatasi oleh kapasitas baterai yang terpasang. Komponen tersebut juga dihubungkan ke catu daya eksternal. Namun, hal ini berisiko menyebabkan infeksi, terutama jika pasien memerlukan pembedahan untuk melepas atau mengganti komponen.
Baca juga: Inovasi AI Nokia Bisa Ubah Jaringan Pakai Perintah Suara
Untuk mengatasi masalah tersebut, para ilmuwan membangun prototipe chip pengisi daya nirkabel yang dapat ditanamkan di bawah kulit. Prototipe tersebut telah diuji pada tikus dan berhasil mentransfer energi secara nirkabel ke seluruh tubuh atau memanen energi dari tubuh.
Mengutip Live Science, chip pengisian daya bawah kulit ini terbilang fleksibel dan lembut. Alat tersebut juga dapat beradaptasi dengan bentuk jaringan selama prosedur dan dapat terurai secara hayati.
“Prototipe sistem catu daya kami mewakili langkah maju yang penting dalam memajukan berbagai perangkat medis implan yang dapat terbiodegradasi dengan potensinya untuk memberikan solusi energi yang efektif dan andal,” ujar Wei Lan, profesor elektronik di School of Physical Science dan Technoogy di Universitas Lanzhou, China.
Dia menjelaskan catu daya prototipe menggunakan kumparan magnesium yang mengisi daya ketika kumparan kedua ditempatkan di atas kulit. Daya melewati rangkaian dan kemudian memasuki modul penyimpan energi yang terbuat dari kapasitor hibrid zinc-ion.
Berbeda dengan baterai yang menyimpan energi dalam bentuk kimia, superkapasitor ini menyimpan daya dalam bentuk energi listrik. Baterai juga memiliki kepadatan daya yang tinggi dan dapat mengeluarkan sejumlah besar energi sekaligus, meskipun menyimpan lebih sedikit energi per unit dibandingkan baterai.
Para peneliti menanamkan prototipe ini ke dalam implan mirip chip yang dapat terurai secara hayati yang menggabungkan pengumpulan dan penyimpanan energi. Ketika prototipe dipasang pada implan medis, daya dialirkan melalui sirkuit langsung ke perangkat dan masuk ke kapasitor untuk memastikan pasokan daya konstan.
Pada tikus, implan nirkabel bekerja hingga 10 hari dan larut sepenuhnya dalam waktu dua bulan. Namun alat ini berpotensi bertahan lebih lama jika tim mengentalkan lapisan polimer pelindung dan lilin yang membungkus sistem.
Para peneliti juga menguji pengisi daya nirkabel sebagai sistem pengiriman obat dan memberikan obat anti-inflamasi kepada tikus yang demam. Setelah 12 jam, tikus yang tidak memiliki implan memiliki suhu tubuh yang jauh lebih tinggi dibandingkan tikus yang menggunakan chip. Hal ini menunjukkan bahwa perangkat tersebut berhasil memberikan obat.
Kendati demikian, prototipe baru ini memiliki beberapa catatan yang perlu diselesaikan sebelum siap diuji pada manusia. Dalam percobaan pemberian obat, beberapa tikus juga diberi implan tanpa muatan yang dicampur dengan obat antiperadangan. Hasilnya, suhu tubuh mereka turun, yang menunjukkan adanya pelepasan obat secara pasif.
Tim juga belum menguasai menghidupkan atau mematikan perangkat. Alat ini berhenti bekerja ketika kehabisan daya.
Baca juga: Yuk Berkenalan dengan Pusat Inovasi 5G yang Dibangun Ericsson di Indonesia
Penelitian di masa depan juga perlu mempertimbangkan ukuran perangkat dan kemampuan terurai secara hayati. “Saat ini, ukuran sistemnya masih relatif besar dan berisi modul penyearah kecil dan stabilitasnya perlu lebih ditingkatkan,” sebut Lan.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.