Kiat Menjaga Baterai Kendaraan Listrik Tetap Optimal & Anti Meledak
16 December 2023 |
09:16 WIB
Baterai menjadi komponen yang penting dalam kendaraan listrik. Benda ini bisa dikatakan sebagai sumber kehidupan bagi kendaraan karena menyimpan energi listrik sebagai penggerak utama. Jika rusak, tentu pemilik harus segera menggantinya agar tetap bisa berkendara.
Tak dipungkiri, baterai kendaraan listrik memiliki harga yang relatif mahal. Harganya dapat mencapai 60 persen dari harga kendaraan itu sendiri. Oleh karenanya, penting bagi pemilik kendaraan ini untuk melakukan perawatan agar usia baterai lebih panjang dan tetap optimal.
Baca juga: Adu Pintar & Kenyamanan Mobil Listrik Inggris vs Jepang, Genhype Pilih Mana?
Pengamat Otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Agus Purwadi mengatakan perawatan baterai kendaraan listrik sesungguhnya relatif minim selama fungsi Battery Management System (BMS) bekerja dengan baik dan kondisi penggunaannya dijaga agar daya tidak terkuras hingga kosong.
Dia menjelaskan pemilik harus memperhatikan spesifikasi jumlah siklus baterai kendaraan listrik yang dinyatakan dalam cycle life, misal 1.000 cycle. Kondisi 1 siklus adalah dari penuh sampai kosong. Jika setiap hari mengalami 1 siklus maka artinya umur pakai bagi yang 1.000 siklus menjadi 1000 hari atau sekitar 3 tahun.
Selain itu, hal utama yang perlu dijaga dari baterai adalah kondisi temperatur operasinya. Agus mengingatkan untuk menghindari overcharge atau over discharge yang dapat menyebabkan kenaikan temperatur sehingga bisa terjadi thermal runaway akibat reaksi internal (overtemperature) dan terbakar atau meledak.
“Saat discharge mesti dalam pengawasan tidak boleh dibiarkan sehingga kalau ada gejala over charge, asap segera bisa diamankan sebelum terbakar,” imbaunya.
Sementara itu, Pakar Otomotif ITB Yannes Martinus Pasaribu menerangkan faktor penyebab ledakan baterai pada kendaraan listrik, terutama motor, dapat bervariasi dan melibatkan sejumlah aspek yang kompleks. Salah satu penyebab umum adalah kerusakan fisik pada baterai, seperti akibat benturan atau trauma mekanis lainnya. Kerusakan fisik ini dapat merusak sel-sel baterai, memicu korsleting, dan akhirnya menyebabkan pelepasan energi yang cepat, mengakibatkan ledakan.
Pengisian daya baterai juga merupakan faktor kritis yang dapat menyebabkan ledakan. Overcharging, yang terjadi saat baterai diisi daya hingga 100 persen menciptakan tekanan tinggi dalam sel-sel baterai, menyebabkan potensi kerusakan dan bahaya ledakan. Sebaliknya, undercharging atau penggunaan daya hingga 0 persen, dapat menghasilkan pengisian balik (reverse charging), mengakibatkan kerusakan pada sel-sel baterai dan meningkatkan risiko ledakan.
Yannes menyebut penurunan kapasitas baterai seiring waktu dapat membuat sel-sel baterai lebih rentan terhadap kerusakan. Kualitas baterai yang buruk, penuaan baterai, dan stabilitas termal juga dapat menjadi faktor yang berkontribusi pada risiko ledakan.
Baterai yang berkualitas rendah atau telah mencapai akhir umur pakainya dapat menyebabkan kegagalan yang berbahaya. “Suhu yang ekstrem, baik terlalu panas maupun terlalu dingin, dapat merusak baterai dan menyebabkan perilaku yang tidak stabil,” tambahnya.
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah sistem manajemen baterai (BMS) yang tidak efektif. Yannes menyampaikan, BMS sangat penting untuk mengawasi dan mengontrol kondisi baterai. Kurangnya atau kegagalan BMS dapat menghasilkan kondisi beban berlebih, overcharging, atau over discharging yang dapat merusak baterai dan meningkatkan risiko ledakan.
Lebih lanjut, desain sel baterai yang buruk atau cacat dalam produksi di dalam satu kumpulan battery pack juga dapat meningkatkan risiko kebakaran atau ledakan. Kerusakan mekanis, seperti tertabrak keras atau terjatuhnya sepeda motor, juga dapat menjadi pemicu potensial untuk ledakan baterai.
“Kegagalan komponen elektronika internal, seperti sel sensor atau pengatur daya, dapat menciptakan kondisi yang tidak aman dan meningkatkan risiko meledak,” tuturnya menambahkan.
Oleh karena itu, beberapa langkah yang dapat diambil untuk merawat baterai antara lain menjaga baterai dari paparan suhu ekstrem, menghindari pengosongan total (discharge hingga 0 persen), tidak mengisi daya hingga 100 persen atau overcharging. “Usahakan untuk mengisi daya baterai hingga 80 persen,” saran Yannes.
Kemudian, lakukan pengisian secara teratur, menggunakan adaptor yang sesuai, melakukan kalibrasi baterai berkala, jangan membebani EV melebihi kapasitas maksimal beban yang ditentukan. Terakhir, pastikan BMS dalam kondisi prima dalam mengoptimalkan charging dan discharging, serta memberikan perlindungan terhadap kondisi yang dapat merusak baterai.
Saat ini, harga kendaraan listrik bervariasi dan tentunya relatif mahal. Untuk Wuling Air EV yang cukup laris di Indonesia, harga baterainya masih pada kisaran Rp100 juta. Adapun mobil ini dibanderol Rp243 juta-Rp299 juta.
Harga yang masih mahal menurut Agus karena teknologi saat ini masih bergantung pada kondisi ketersediaan mineral kritis seperti lithium, nikel, kobalt yang terbatas baik jumlah maupun supply chainnya. Begitu pula dengan proses produksi material utama baterai yang membutuhkan teknologi tinggi untuk ekstraksi material maupun prosesnya dan juga clean room untuk produksi.
Teknologinya saat ini berbasis teknologi baterai lithium dengan berbagai dua jenis dominan yaitu LiFePO4 (Lithium Ferro Phosphate) dan Nickel rich battery (NMC- Nickel Manganese Cobalt)/ NCA(Nickel Cobalt Alumina). Kendati demikian, dengan pengembangan dan penelitian yang sangat massif saat ini dari para pemain besar, harga baterai kendaraan listrik diperkirakan turun dan kompetitif sekitar 2027-2030.
“Performa life time juga akan semakin panjang sehingga baterai bukan lagi menjadi komponen, tapi aset melalui reuse/repurposing untuk energy storage system setelah dipakai EV baru masuk ke proses recycle,” jelas Agus.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Tak dipungkiri, baterai kendaraan listrik memiliki harga yang relatif mahal. Harganya dapat mencapai 60 persen dari harga kendaraan itu sendiri. Oleh karenanya, penting bagi pemilik kendaraan ini untuk melakukan perawatan agar usia baterai lebih panjang dan tetap optimal.
Baca juga: Adu Pintar & Kenyamanan Mobil Listrik Inggris vs Jepang, Genhype Pilih Mana?
Pengamat Otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Agus Purwadi mengatakan perawatan baterai kendaraan listrik sesungguhnya relatif minim selama fungsi Battery Management System (BMS) bekerja dengan baik dan kondisi penggunaannya dijaga agar daya tidak terkuras hingga kosong.
Dia menjelaskan pemilik harus memperhatikan spesifikasi jumlah siklus baterai kendaraan listrik yang dinyatakan dalam cycle life, misal 1.000 cycle. Kondisi 1 siklus adalah dari penuh sampai kosong. Jika setiap hari mengalami 1 siklus maka artinya umur pakai bagi yang 1.000 siklus menjadi 1000 hari atau sekitar 3 tahun.
Selain itu, hal utama yang perlu dijaga dari baterai adalah kondisi temperatur operasinya. Agus mengingatkan untuk menghindari overcharge atau over discharge yang dapat menyebabkan kenaikan temperatur sehingga bisa terjadi thermal runaway akibat reaksi internal (overtemperature) dan terbakar atau meledak.
“Saat discharge mesti dalam pengawasan tidak boleh dibiarkan sehingga kalau ada gejala over charge, asap segera bisa diamankan sebelum terbakar,” imbaunya.
Sementara itu, Pakar Otomotif ITB Yannes Martinus Pasaribu menerangkan faktor penyebab ledakan baterai pada kendaraan listrik, terutama motor, dapat bervariasi dan melibatkan sejumlah aspek yang kompleks. Salah satu penyebab umum adalah kerusakan fisik pada baterai, seperti akibat benturan atau trauma mekanis lainnya. Kerusakan fisik ini dapat merusak sel-sel baterai, memicu korsleting, dan akhirnya menyebabkan pelepasan energi yang cepat, mengakibatkan ledakan.
Pengisian daya baterai juga merupakan faktor kritis yang dapat menyebabkan ledakan. Overcharging, yang terjadi saat baterai diisi daya hingga 100 persen menciptakan tekanan tinggi dalam sel-sel baterai, menyebabkan potensi kerusakan dan bahaya ledakan. Sebaliknya, undercharging atau penggunaan daya hingga 0 persen, dapat menghasilkan pengisian balik (reverse charging), mengakibatkan kerusakan pada sel-sel baterai dan meningkatkan risiko ledakan.
Ilustrasi dasbor mobil listrik. (Sumber foto: Unsplash/Markus Spiske)
Yannes menyebut penurunan kapasitas baterai seiring waktu dapat membuat sel-sel baterai lebih rentan terhadap kerusakan. Kualitas baterai yang buruk, penuaan baterai, dan stabilitas termal juga dapat menjadi faktor yang berkontribusi pada risiko ledakan.
Baterai yang berkualitas rendah atau telah mencapai akhir umur pakainya dapat menyebabkan kegagalan yang berbahaya. “Suhu yang ekstrem, baik terlalu panas maupun terlalu dingin, dapat merusak baterai dan menyebabkan perilaku yang tidak stabil,” tambahnya.
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah sistem manajemen baterai (BMS) yang tidak efektif. Yannes menyampaikan, BMS sangat penting untuk mengawasi dan mengontrol kondisi baterai. Kurangnya atau kegagalan BMS dapat menghasilkan kondisi beban berlebih, overcharging, atau over discharging yang dapat merusak baterai dan meningkatkan risiko ledakan.
Lebih lanjut, desain sel baterai yang buruk atau cacat dalam produksi di dalam satu kumpulan battery pack juga dapat meningkatkan risiko kebakaran atau ledakan. Kerusakan mekanis, seperti tertabrak keras atau terjatuhnya sepeda motor, juga dapat menjadi pemicu potensial untuk ledakan baterai.
“Kegagalan komponen elektronika internal, seperti sel sensor atau pengatur daya, dapat menciptakan kondisi yang tidak aman dan meningkatkan risiko meledak,” tuturnya menambahkan.
Oleh karena itu, beberapa langkah yang dapat diambil untuk merawat baterai antara lain menjaga baterai dari paparan suhu ekstrem, menghindari pengosongan total (discharge hingga 0 persen), tidak mengisi daya hingga 100 persen atau overcharging. “Usahakan untuk mengisi daya baterai hingga 80 persen,” saran Yannes.
Kemudian, lakukan pengisian secara teratur, menggunakan adaptor yang sesuai, melakukan kalibrasi baterai berkala, jangan membebani EV melebihi kapasitas maksimal beban yang ditentukan. Terakhir, pastikan BMS dalam kondisi prima dalam mengoptimalkan charging dan discharging, serta memberikan perlindungan terhadap kondisi yang dapat merusak baterai.
Harga Bisa Lebih Murah
Saat ini, harga kendaraan listrik bervariasi dan tentunya relatif mahal. Untuk Wuling Air EV yang cukup laris di Indonesia, harga baterainya masih pada kisaran Rp100 juta. Adapun mobil ini dibanderol Rp243 juta-Rp299 juta.Harga yang masih mahal menurut Agus karena teknologi saat ini masih bergantung pada kondisi ketersediaan mineral kritis seperti lithium, nikel, kobalt yang terbatas baik jumlah maupun supply chainnya. Begitu pula dengan proses produksi material utama baterai yang membutuhkan teknologi tinggi untuk ekstraksi material maupun prosesnya dan juga clean room untuk produksi.
Teknologinya saat ini berbasis teknologi baterai lithium dengan berbagai dua jenis dominan yaitu LiFePO4 (Lithium Ferro Phosphate) dan Nickel rich battery (NMC- Nickel Manganese Cobalt)/ NCA(Nickel Cobalt Alumina). Kendati demikian, dengan pengembangan dan penelitian yang sangat massif saat ini dari para pemain besar, harga baterai kendaraan listrik diperkirakan turun dan kompetitif sekitar 2027-2030.
“Performa life time juga akan semakin panjang sehingga baterai bukan lagi menjadi komponen, tapi aset melalui reuse/repurposing untuk energy storage system setelah dipakai EV baru masuk ke proses recycle,” jelas Agus.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.