Pengamat Menilai Wisata Leisure Lebih dari Sekadar Kuantitas: Serendipity, Spirituality, Sustainability
14 December 2023 |
15:08 WIB
Momentum akhir tahun selalu dimanfaatkan pelaku usaha bidang leisure untuk memacu deru cuan. Tren liburan jelang natal dan tahun baru (nataru) diprediksi akan memicu tren belanja masyarakat dalam aspek leisure seperti rekreasi, penginapan, hingga penjualan makanan dan minuman serta oleh-oleh naik pesat.
Data Mandiri Institute mencatat, meski naik turun, sektor leisure bergerak naik perlahan hingga berada pada nilai Mandiri Spending Index (MSI) hingga 136,2 dengan pertumbuhan tahunan nilai belanja berkisar pada angka 19,6% (YoY).
Ekonom Institute Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menyebut, proyeksi tren leisure dipastikan akan mengalami peningkatan dari segi pendapatan. Tren belanja akhir tahun ini tidak hanya diiringi oleh fenomena libur panjang saja, tetapi juga karena adanya bonus akhir tahun untuk pekerja.
Menurut Nailul, kenaikan pendapatan pada akhir tahun ini berpotensi mendorong peningkatan konsumsi masyarakat jelang libur Natal dan Tahun Baru, utamanya dalam aspek leisure yang berkenaan langsung dengan rekreasi dan berwisata.
“Maka biasanya pada kuartal 4, pertumbuhan konsumsi transportasi dan komunikasi lebih tinggi dibandingkan kuartal 3. Demikian pula untuk konsumsi masyarakat restoran dan hotel,” ungkap Nailul. Selain itu, Nailul juga berpendapat bahwa peningkatan serupa juga akan terjadi lebih tinggi lagi jika dibandingkan pengeluaran masyarakat untuk sektor leisure pada kuartal 3.
Khusus untuk pergerakan wisatawan, Nailul mengatakan, sumbangsih kepada pemerintah daerah juga akan naik cukup besar yang didapatkan dari pajak restoran dan hotel. Peningkatan perolehan dari pajak ini dinilai Nailul akan cukup signifikan untuk daerah sarat wisata seperti Bali dan Nusa Tenggara.
Sementara itu, di sisi lain, Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azhari mengatakan jika pemerintah tak boleh hanya fokus kejar target saja untuk urusan pariwisata. Sebab, banyak aspek di luar kuantitas yang perlu mendapat banyak perhatian khusus, utamanya terkait dengan keamanan, keselamatan, dan kesehatan.
Di tengah merebaknya tren leisure akhir tahun, tak bisa dipungkiri bahwa industri pariwisata berperan besar mendorong sektor leisure ini. Maka pemerintah harus mulai memperhatikan segi kualitas di samping kuantitas.
Baca juga: 5 Oleh-oleh Khas Indonesia yang Bisa Jadi Pilihan Wisatawan Asing
Azril berpendapat, pemerintah harus memperhatikan regulasi bagi wisatawan mancanegara (wisman). Utamanya dengan rencana penerapan bebas visa kunjungan untuk turis dari 20 negara yang belakangan sedang digodok.
“Pemerintah harus mengkaji ulang hal ini karena bisa jadi pendorong banyaknya backpacker dan wisman dengan ekonomi menengah ke bawah datang kemari. Mereka enjoy menikmati leisure dengan uang sedikit,” kata Azril.
Baginya, kini tourist behaviour telah bergeser dari paradigma turisme massal (mass tourism) ke turisme berkualitas (quality tourism). “Maka paradigma pariwisata itu sekarang sudah mengarah ke aspek kualitas, utamanya yang berkaitan dengan serendipity, spirituality, dan sustainability,” tegasnya.
Untuk menggerakan roda ekonomi dari sisi wisman, Azril lebih sepakat pemerintah berfokus pada waktu tinggal wisman dan pengeluaran (spending) wisman yang lebih banyak. Kedua aspek ini dinilai Azril akan cepat mendompleng kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB. Selain itu, Azril mengamati jika paradigma pariwisata saat ini sudah mengarah pada turisme yang dikustomisasi.
“Artinya lebih personalize, localize, dan small size. Sementara kita tampak masih mengejar mass tourism,” ujarnya. Selain itu, Azril juga menyebut selera berwisata turis saat ini terletak pada 3 daya tarik yaitu keunikan yang mencerminkan perbedaan dari wisata lainnya autentik yang memperlihatkan keaslian dari suatu wisata, dan eksotisme atau kekhasan dari sebuah wisata. Hal-hal ini, dinilai Azril menjadi aspek penting yang saat ini diincar wisatawan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Roni Yunianto
Data Mandiri Institute mencatat, meski naik turun, sektor leisure bergerak naik perlahan hingga berada pada nilai Mandiri Spending Index (MSI) hingga 136,2 dengan pertumbuhan tahunan nilai belanja berkisar pada angka 19,6% (YoY).
Ekonom Institute Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda menyebut, proyeksi tren leisure dipastikan akan mengalami peningkatan dari segi pendapatan. Tren belanja akhir tahun ini tidak hanya diiringi oleh fenomena libur panjang saja, tetapi juga karena adanya bonus akhir tahun untuk pekerja.
Menurut Nailul, kenaikan pendapatan pada akhir tahun ini berpotensi mendorong peningkatan konsumsi masyarakat jelang libur Natal dan Tahun Baru, utamanya dalam aspek leisure yang berkenaan langsung dengan rekreasi dan berwisata.
“Maka biasanya pada kuartal 4, pertumbuhan konsumsi transportasi dan komunikasi lebih tinggi dibandingkan kuartal 3. Demikian pula untuk konsumsi masyarakat restoran dan hotel,” ungkap Nailul. Selain itu, Nailul juga berpendapat bahwa peningkatan serupa juga akan terjadi lebih tinggi lagi jika dibandingkan pengeluaran masyarakat untuk sektor leisure pada kuartal 3.
Khusus untuk pergerakan wisatawan, Nailul mengatakan, sumbangsih kepada pemerintah daerah juga akan naik cukup besar yang didapatkan dari pajak restoran dan hotel. Peningkatan perolehan dari pajak ini dinilai Nailul akan cukup signifikan untuk daerah sarat wisata seperti Bali dan Nusa Tenggara.
Bukan Hanya Soal Angka
Ilustrasi wisatawan (Sumber gambar: Mohammed Ricky/Unsplash)
Sementara itu, di sisi lain, Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azhari mengatakan jika pemerintah tak boleh hanya fokus kejar target saja untuk urusan pariwisata. Sebab, banyak aspek di luar kuantitas yang perlu mendapat banyak perhatian khusus, utamanya terkait dengan keamanan, keselamatan, dan kesehatan.
Di tengah merebaknya tren leisure akhir tahun, tak bisa dipungkiri bahwa industri pariwisata berperan besar mendorong sektor leisure ini. Maka pemerintah harus mulai memperhatikan segi kualitas di samping kuantitas.
Baca juga: 5 Oleh-oleh Khas Indonesia yang Bisa Jadi Pilihan Wisatawan Asing
Azril berpendapat, pemerintah harus memperhatikan regulasi bagi wisatawan mancanegara (wisman). Utamanya dengan rencana penerapan bebas visa kunjungan untuk turis dari 20 negara yang belakangan sedang digodok.
“Pemerintah harus mengkaji ulang hal ini karena bisa jadi pendorong banyaknya backpacker dan wisman dengan ekonomi menengah ke bawah datang kemari. Mereka enjoy menikmati leisure dengan uang sedikit,” kata Azril.
Baginya, kini tourist behaviour telah bergeser dari paradigma turisme massal (mass tourism) ke turisme berkualitas (quality tourism). “Maka paradigma pariwisata itu sekarang sudah mengarah ke aspek kualitas, utamanya yang berkaitan dengan serendipity, spirituality, dan sustainability,” tegasnya.
Untuk menggerakan roda ekonomi dari sisi wisman, Azril lebih sepakat pemerintah berfokus pada waktu tinggal wisman dan pengeluaran (spending) wisman yang lebih banyak. Kedua aspek ini dinilai Azril akan cepat mendompleng kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB. Selain itu, Azril mengamati jika paradigma pariwisata saat ini sudah mengarah pada turisme yang dikustomisasi.
“Artinya lebih personalize, localize, dan small size. Sementara kita tampak masih mengejar mass tourism,” ujarnya. Selain itu, Azril juga menyebut selera berwisata turis saat ini terletak pada 3 daya tarik yaitu keunikan yang mencerminkan perbedaan dari wisata lainnya autentik yang memperlihatkan keaslian dari suatu wisata, dan eksotisme atau kekhasan dari sebuah wisata. Hal-hal ini, dinilai Azril menjadi aspek penting yang saat ini diincar wisatawan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Roni Yunianto
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.