Kendala Biaya Jadi Tantangan Konversi Mobil Listrik
12 December 2023 |
19:12 WIB
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memiliki misi besar untuk Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kendaraan listrik bisa mencapai 80% pada 2030 mendatang. Melalui target ini,pPemerintah Indonesia terus mengebut laju transformasi kendaraan konvensional menuju kendaraan listrik.
Untuk mendorong akselerasi ini, pemerintah membuka lebar dorongan baik melalui insentif kendaraan listrik hingga bengkel-bengkel yang berkemampuan mengkonversi kendaraan konvensional menjadi kendaraan listrik.
Baca juga: 5 Mobil Listrik dengan Daya Jelajah yang Bisa Diandalkan
Belakangan, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) tengah getol menggagas program konversi kendaraan listrik baik sepeda motor atau mobil. Hal ini dilakukan untuk mempercepat peningkatan penggunaan kendaraan listrik di jalanan Indonesia.
Setidaknya baru ada sekitar 81.000 kendaraan listrik yang mengaspal di jalanan Indonesia. Sementara Indonesia memiliki target penggunaan kendaraan listrik mencapai 15 juta pada 2030 dengan jumlah 2 juta di antaranya merupakan kendaraan roda empat.
Pengamat transportasi Darmaningtyas menilai, target ini bukan menjadi pekerjaan rumah yang mudah bagi pemerintah. Pasalnya menurut Darmaningtyas, banyak masyarakat Indonesia yang masih berpikir dua kali untuk menggunakan kendaraan listrik khususnya roda empat yang layanan purna jualnya masih terbatas.
Dia juga menambahkan, masalah kendaraan listrik masih berakar pada persoalan baterai, di mana kebanyak jenis kendaraan listrik yang harus mengalami proses pergantian baterai dan tidak bisa diisi ulang.
“Sementara harga baterainya itu mahal, jadi orang masih pikir ulang untuk membeli ataupun konversi kendaraan BBM-nya ke listrik,” ujar Darmaningtyas.
Di sisi lain, Ketua Umum Tim Mobil Listrik Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) Gilang Yulianto menyebut jika minat masyarakat terhadap konversi mobil konvensional ke mobil listrik boleh dibilang cukup tinggi, termasuk juga minat belajar mekanik bengkel untuk mengubah jenis motor kendaraan ini.
Mobil Listrik PNJ merupakan salah satu bengkel konversi yang sudah tersertifikasi oleh Kementerian ESDM untuk melakukan layanan konversi kendaraan. Meski masih banyak berfokus pada konversi motor, Gilang menyebut Mobil Listrik PNJ sudah melakukan kerjasama dengan pihak Universitas Indonesia untuk pengembangan prototipe pembelajaran konversi mobil listrik. Sayangnya, masyarakat masih cukup awam mengenal seluk beluk konversi kendaraan ini.
“Masyarakat perlu diberi bimbingan lebih jauh, karena konversi ini walau kelihatannya sulit tapi peminatnya tinggi. Tapi banyak mekanik mungkin yang bingung mau belajarnya dari mana, harus kemana, termasuk persoalan biaya juga,” ungkap Gilang.
Bagi Gilang, bukan hanya mahasiswa dan kalangan menengah atas saja yang harus menerima edukasi tentang konversi kendaraan ini. Sebab, konversi kendaraan sendiri merupakan langkah penting untuk mewujudkan masyarakat berkendaraan listrik, di mana tak semuanya datang dari kalangan menengah atas.
“Kementerian ESDM harus mau lebih menggalakkan konversi melalui sosialisasi untuk setingkat menengah ke bawah juga,” tegas Gilang.
Tantangan lain yang masih dihadapi Indonesia untuk mencapai misi masyarakat berkendaraan listrik banyak terletak pertimbangan masyarakat yang masih awam. Akibat biaya konversi yang sangat fantastis, banyak masyarakat yang lebih memilih membeli kendaraan listrik langsung ketimbang melakukan konversi.
Menurut Gilang, jika ditelusuri lagi, sebetulnya ada beberapa kelebihan jika masyarakat lebih memilih konversi kendaraan dibanding membeli kendaraan langsung.
“Kalau dihitung dana awalnya, pengeluarannya tidak lebih besar daripada beli kendaraan listrik langsung. Karena memang kita hanya perlu kit-nya,” jelas Gilang.
Dia menyambung, kit tersebut terdiri dari motor atau penggerak, baterai, dan kontroler. Kit ini dinilai lebih murah dan pemasangannya bisa dilakukan di beberapa bengkel konversi karena standarnya sudah jelas. Selain lebih murah, pengerjaannya juga lebih singkat sekitar 1-2 hari untuk motor dan 5 hari hingga 1 minggu untuk mobil.
Kelebihan lainnya, mobil hasil konversi biasanya bersifat hybrid. Sehingga kendaraan tetap memiliki penggerak dari mesin berbahan bakar minyak meski penggerak lainnya berasal dari listrik. Apalagi mobil yang dilengkapi dengan fitur hybrid dapat mengubah penggerak dari listriknya ke BBM untuk sementara.
Mengenai proyeksi ke depan, Gilang memprediksi jika di area Jabodetabek bisa hampir setengah dari kendaraannya akan berubah ke listrik. Ini juga didukung dengan tren konversi. Sayangnya bengkel konversi saat ini masih berkutat di kota-kota besar saja. Sehingga masyarakat daerah mungkin masih cenderung menggunakan kendaraan konvensional.
Meski didukung tren konversi, Gilang memperkirakan bahwa sekitar 5 tahun ke depan kendaraan listrik masih akan didominasi jenis kendaraan listrik baru ketimbang hasil konversi. “Tampaknya juga secara industri, saat ini lebih menggalakkan produsen mobil listrik baru, sementara sosialisasi untuk layanan konversinya masih kalah saing dengan produsen mobil listrik," katanya.
Kreator Otomotif Supercar.id Mila Aldina menyebut, sejauh ini jenis mobil city car seperti Daihatsu Agya matic menjadi mobil yang paling umum dan lebih mudah dikonversi dibanding jenis mobil lain. Sebab, struktur kabel pada mesin cukup mempengaruhi kemudahan bengkel dalam mengkonversi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik.
“Mobil kecil atau sedan juga mudah dikonversi karena tidak terlalu banyak kabel. Makin banyak kabel maka makin rumit dikonversi,” jelas Dina. Belum lagi jika mobil yang sudah memiliki sistem sensor, maka mekanik membutuhkan perhatian khusus untuk merubah jalur sensornya.
Dengan segala pertimbangan yang ada, Dina menilai masyarakat yang tak ingin ribet mungkin akan lebih memilih membeli jenis mobil listrik baru. Secara umum, masyarakat awam akan mempertimbangkan perbedaan harga yang tipis antara membeli jenis mobil baru atau melakukan konversi kendaraan.
Namun, optimisme untuk mendorong layanan konversi dinilai masih tetap tinggi terlepas dari persoalan biaya. “Sayangnya masih sedikit bengkel yang bahkan bisa menangani perawatan mobil listrik, pemerintah harus membuka sosialisasi seluas-luasnya tentang tatalaksana konversi ini kepada para mekanik bengkel yang punya minat tinggi melakukan konversi mobil konvensional ke mobil listrik," kata Dina.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Untuk mendorong akselerasi ini, pemerintah membuka lebar dorongan baik melalui insentif kendaraan listrik hingga bengkel-bengkel yang berkemampuan mengkonversi kendaraan konvensional menjadi kendaraan listrik.
Baca juga: 5 Mobil Listrik dengan Daya Jelajah yang Bisa Diandalkan
Belakangan, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) tengah getol menggagas program konversi kendaraan listrik baik sepeda motor atau mobil. Hal ini dilakukan untuk mempercepat peningkatan penggunaan kendaraan listrik di jalanan Indonesia.
Setidaknya baru ada sekitar 81.000 kendaraan listrik yang mengaspal di jalanan Indonesia. Sementara Indonesia memiliki target penggunaan kendaraan listrik mencapai 15 juta pada 2030 dengan jumlah 2 juta di antaranya merupakan kendaraan roda empat.
Pengamat transportasi Darmaningtyas menilai, target ini bukan menjadi pekerjaan rumah yang mudah bagi pemerintah. Pasalnya menurut Darmaningtyas, banyak masyarakat Indonesia yang masih berpikir dua kali untuk menggunakan kendaraan listrik khususnya roda empat yang layanan purna jualnya masih terbatas.
Dia juga menambahkan, masalah kendaraan listrik masih berakar pada persoalan baterai, di mana kebanyak jenis kendaraan listrik yang harus mengalami proses pergantian baterai dan tidak bisa diisi ulang.
“Sementara harga baterainya itu mahal, jadi orang masih pikir ulang untuk membeli ataupun konversi kendaraan BBM-nya ke listrik,” ujar Darmaningtyas.
Di sisi lain, Ketua Umum Tim Mobil Listrik Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) Gilang Yulianto menyebut jika minat masyarakat terhadap konversi mobil konvensional ke mobil listrik boleh dibilang cukup tinggi, termasuk juga minat belajar mekanik bengkel untuk mengubah jenis motor kendaraan ini.
Mobil Listrik PNJ merupakan salah satu bengkel konversi yang sudah tersertifikasi oleh Kementerian ESDM untuk melakukan layanan konversi kendaraan. Meski masih banyak berfokus pada konversi motor, Gilang menyebut Mobil Listrik PNJ sudah melakukan kerjasama dengan pihak Universitas Indonesia untuk pengembangan prototipe pembelajaran konversi mobil listrik. Sayangnya, masyarakat masih cukup awam mengenal seluk beluk konversi kendaraan ini.
“Masyarakat perlu diberi bimbingan lebih jauh, karena konversi ini walau kelihatannya sulit tapi peminatnya tinggi. Tapi banyak mekanik mungkin yang bingung mau belajarnya dari mana, harus kemana, termasuk persoalan biaya juga,” ungkap Gilang.
Bagi Gilang, bukan hanya mahasiswa dan kalangan menengah atas saja yang harus menerima edukasi tentang konversi kendaraan ini. Sebab, konversi kendaraan sendiri merupakan langkah penting untuk mewujudkan masyarakat berkendaraan listrik, di mana tak semuanya datang dari kalangan menengah atas.
“Kementerian ESDM harus mau lebih menggalakkan konversi melalui sosialisasi untuk setingkat menengah ke bawah juga,” tegas Gilang.
Untung Rugi Konversi
Ilustrasi mobil listrik (Sumber gambar: Michael Fousert/Unsplash)
Tantangan lain yang masih dihadapi Indonesia untuk mencapai misi masyarakat berkendaraan listrik banyak terletak pertimbangan masyarakat yang masih awam. Akibat biaya konversi yang sangat fantastis, banyak masyarakat yang lebih memilih membeli kendaraan listrik langsung ketimbang melakukan konversi.
Menurut Gilang, jika ditelusuri lagi, sebetulnya ada beberapa kelebihan jika masyarakat lebih memilih konversi kendaraan dibanding membeli kendaraan langsung.
“Kalau dihitung dana awalnya, pengeluarannya tidak lebih besar daripada beli kendaraan listrik langsung. Karena memang kita hanya perlu kit-nya,” jelas Gilang.
Dia menyambung, kit tersebut terdiri dari motor atau penggerak, baterai, dan kontroler. Kit ini dinilai lebih murah dan pemasangannya bisa dilakukan di beberapa bengkel konversi karena standarnya sudah jelas. Selain lebih murah, pengerjaannya juga lebih singkat sekitar 1-2 hari untuk motor dan 5 hari hingga 1 minggu untuk mobil.
Kelebihan lainnya, mobil hasil konversi biasanya bersifat hybrid. Sehingga kendaraan tetap memiliki penggerak dari mesin berbahan bakar minyak meski penggerak lainnya berasal dari listrik. Apalagi mobil yang dilengkapi dengan fitur hybrid dapat mengubah penggerak dari listriknya ke BBM untuk sementara.
Mengenai proyeksi ke depan, Gilang memprediksi jika di area Jabodetabek bisa hampir setengah dari kendaraannya akan berubah ke listrik. Ini juga didukung dengan tren konversi. Sayangnya bengkel konversi saat ini masih berkutat di kota-kota besar saja. Sehingga masyarakat daerah mungkin masih cenderung menggunakan kendaraan konvensional.
Meski didukung tren konversi, Gilang memperkirakan bahwa sekitar 5 tahun ke depan kendaraan listrik masih akan didominasi jenis kendaraan listrik baru ketimbang hasil konversi. “Tampaknya juga secara industri, saat ini lebih menggalakkan produsen mobil listrik baru, sementara sosialisasi untuk layanan konversinya masih kalah saing dengan produsen mobil listrik," katanya.
Kreator Otomotif Supercar.id Mila Aldina menyebut, sejauh ini jenis mobil city car seperti Daihatsu Agya matic menjadi mobil yang paling umum dan lebih mudah dikonversi dibanding jenis mobil lain. Sebab, struktur kabel pada mesin cukup mempengaruhi kemudahan bengkel dalam mengkonversi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik.
“Mobil kecil atau sedan juga mudah dikonversi karena tidak terlalu banyak kabel. Makin banyak kabel maka makin rumit dikonversi,” jelas Dina. Belum lagi jika mobil yang sudah memiliki sistem sensor, maka mekanik membutuhkan perhatian khusus untuk merubah jalur sensornya.
Dengan segala pertimbangan yang ada, Dina menilai masyarakat yang tak ingin ribet mungkin akan lebih memilih membeli jenis mobil listrik baru. Secara umum, masyarakat awam akan mempertimbangkan perbedaan harga yang tipis antara membeli jenis mobil baru atau melakukan konversi kendaraan.
Namun, optimisme untuk mendorong layanan konversi dinilai masih tetap tinggi terlepas dari persoalan biaya. “Sayangnya masih sedikit bengkel yang bahkan bisa menangani perawatan mobil listrik, pemerintah harus membuka sosialisasi seluas-luasnya tentang tatalaksana konversi ini kepada para mekanik bengkel yang punya minat tinggi melakukan konversi mobil konvensional ke mobil listrik," kata Dina.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.