Fakta-fakta Tentang Kapal Pinisi yang Dijadikan Google Doodle Hari ini
07 December 2023 |
10:21 WIB
Kapal Pinisi, salah satu perahu ikonik dari Sulawesi Selatan menjadi ilustrasi Google Doodle hari ini, Kamis (7/12/2023). Kapal tersebut merupakan salah satu warisan penting dunia navigasi dari Indonesia, tepatnya berasal dari suku Bugis di Makassar, Sulawesi Selatan.
Kemunculan kapal layar Pinisi di laman utama pencarian Google merupakan bentuk perayaan perlengkapan berlayar tradisional Indonesia yang telah digunakan berabad-abad lamanya. Tidak hanya sejarahnya saja yang panjang, setiap pembuatan kapal Pinisi selalu dibalut dalam pemaknaan dan filosofi mendalam yang apik bagi masyarakat.
Baca juga: Google Doodle Tampilkan Keindahan Danau Toba Sebagai Geopark Global UNESCO
Selain itu, Google juga ingin memperingati hari penetapan kapal tersebut sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO. Tentu, sebagai warisan budaya, keberadaan kapal Pinisi tak boleh hilang dan ditinggalkan begitu saja.
"Doodle hari ini merayakan pinisi, kapal tradisional Indonesia yang digunakan sejak berabad-abad lalu," tulis Google di situs resminya.
Ada banyak fakta menarik tentang sejarah dan keberadaan kapal Pinisi ini. Dilansir dari Kemendikbudristek dan Kemenparekaraf, berikut adalah fakta-fakta unik dari kapal Pinisi:
Lirik lagu yang berbunyi “Nenek moyangku seorang pelaut” tampaknya bukan isapan jempol belaka. Sebab, Indonesia sejatinya telah memiliki sejarah panjang kemaritiman. Kapal Pinisi menjadi salah satu buktinya.
Kapal Pinisi sudah ada sejak 1500-an di Indonesia dan sering digunakan pelaut Konjo, Bugis, dan Mandar
Sulawesi Selatan. Umumnya, kapal ini digunakan untuk mengangkut barang. Sebab, dahulu Nusantara menjadi lokasi perdagangan yang menarik.
Polanya didasarkan pada teknologi yang berkembang sejak 3.000 tahun lalu. Yakni ketika teknologi membangun perahu lesung menjadi perahu bercadik mulai banyak digunakan.
Kala itu, para pelaut Sulawesi Selatan mengambil insiprasi dari gaya tali-temali Eropa. Mereka menyadari, dengan menghilangkan tiang buritan di tengah dapat membuat laju kapal layar lebih cepat, sehingga menjadi keuntungan saat mengangkut barang.
Pinisi mengacu pada sistem tali temali dan layar sekuner Sulawesi. Hal itu membuat perahu tradisional ini tidak hanya tangguh di wilayah kepulauan Indonesia, tetapi juga mampu melakukan pelayaran internasional.
Kapal Pinisi sangat mudah dikenali ketika di perairan. Ciri khas utamanya bisa dilihat dari penggunaan 7-8 layar, serta dua tiang utama pada bagian depan dan belakang kapal. Pinisi juga umumnya dibuat dari kayu berkualitas.
Sejauh ini, terdapat empat kayu yang umumnya digunakan para pelaut untuk membuat kapal Pinisi, yakni kayu besi, kayu bitti, kayu kandole, dan kayu jati. Di Indonesia, pembuatan kapal ini banyak dilakukan oleh masyarakat Bulukumba, Sulawesi Selatan, khususnya di desa Tana Beru, Bira, dan Batu Licin.
Pinisi merupakan lambang dari teknik perkapalan tradisional negara kepulauan. Kapal ini juga bagian dari sejarah dan adat istiadat masyarakat Sulawesi Selatan dan Nusantara secara umum. Oleh karena itu, proses pembuatan kapal ini cukup panjang demi sebuah kesempurnaan.
Setidaknya ada tiga tahap utama pembuatan. Pertama, penentuan hari baik untuk mencari kayu dalam membuat kapal pinisi. Hari baik ini biasanya jatuh pada hari kelima dan ketujuh pada bulan pembuatan kapal. Pemilihan hari baik ini melambangkan rezeki yang ada di tangan.
Kedua, masuk ke proses menebang, mengeringkan, dan memotong kayu. Kemudian, kayu tersebut dirakit menjadi kapal Pinisi. Tahap ini biasanya memakan waktu berbulan-bulan.
Ketiga, adalah peluncuran kapal ke laut. Sebelum itu, biasanya akan dilakukan upacara maccera lopi atau menyucikan kapal terlebih dahulu. Upacara tersebit ditandai dengan kegiatan menyembelih sapi atau kambing. Jika kapal kurang dari 100 ton, prosesi persembahan cukup dengan kambing, sedangkan di atas 100 ton mesti menggunakan sapi.
Dahulu, kapal Pinisi banyak digunakan untuk mengangkut barang. Kapal ikonik ini menjadi penyalur dalam sistem perdagangan laut di Indonesia kala itu.
Kini, kapal Pinisi lebih banyak digunakan sebagai kegiatan pariwisata. Kapal ini digunakan masyarakat untuk transportasi menuju ke titik-titik wisata premium, seperti Kepulauan Raja Ampat, Labuan Bajo, hingga yang terbaru kapal pinisi sudah ada di Danau Toba, Sumatra Utara.
Kapal Pinisi dari Sulawesi Selatan resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada Sidang ke-12 Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Pulau Jeju, Korea Selatan, Kamis, (7/12/2017).
Penetapan ini merupakan bentuk pengakuan dunia internasional terhadap arti penting pengetahuan teknik perkapalan tradisional yang dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia. Teknik tersebut bahkan masih terus diturunkan dari generasi ke generasi dan yang masih berkembang sampai hari ini.
Baca juga: Tren Wisata Kapal Pesiar, Siapin Bujet Segini Kalau Mau Ikut Berlayar
Editor: Indyah Sutriningrum
Kemunculan kapal layar Pinisi di laman utama pencarian Google merupakan bentuk perayaan perlengkapan berlayar tradisional Indonesia yang telah digunakan berabad-abad lamanya. Tidak hanya sejarahnya saja yang panjang, setiap pembuatan kapal Pinisi selalu dibalut dalam pemaknaan dan filosofi mendalam yang apik bagi masyarakat.
Baca juga: Google Doodle Tampilkan Keindahan Danau Toba Sebagai Geopark Global UNESCO
Selain itu, Google juga ingin memperingati hari penetapan kapal tersebut sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO. Tentu, sebagai warisan budaya, keberadaan kapal Pinisi tak boleh hilang dan ditinggalkan begitu saja.
"Doodle hari ini merayakan pinisi, kapal tradisional Indonesia yang digunakan sejak berabad-abad lalu," tulis Google di situs resminya.
Ada banyak fakta menarik tentang sejarah dan keberadaan kapal Pinisi ini. Dilansir dari Kemendikbudristek dan Kemenparekaraf, berikut adalah fakta-fakta unik dari kapal Pinisi:
1. Kapal yang Sudah Eksis Lebih dari 500 Tahun Lalu
Lirik lagu yang berbunyi “Nenek moyangku seorang pelaut” tampaknya bukan isapan jempol belaka. Sebab, Indonesia sejatinya telah memiliki sejarah panjang kemaritiman. Kapal Pinisi menjadi salah satu buktinya.Kapal Pinisi sudah ada sejak 1500-an di Indonesia dan sering digunakan pelaut Konjo, Bugis, dan Mandar
Sulawesi Selatan. Umumnya, kapal ini digunakan untuk mengangkut barang. Sebab, dahulu Nusantara menjadi lokasi perdagangan yang menarik.
Polanya didasarkan pada teknologi yang berkembang sejak 3.000 tahun lalu. Yakni ketika teknologi membangun perahu lesung menjadi perahu bercadik mulai banyak digunakan.
Kala itu, para pelaut Sulawesi Selatan mengambil insiprasi dari gaya tali-temali Eropa. Mereka menyadari, dengan menghilangkan tiang buritan di tengah dapat membuat laju kapal layar lebih cepat, sehingga menjadi keuntungan saat mengangkut barang.
Ilustrasi kapal (Sumber gambar: Kemenparekraf)
2. Ciri Khas
Pinisi mengacu pada sistem tali temali dan layar sekuner Sulawesi. Hal itu membuat perahu tradisional ini tidak hanya tangguh di wilayah kepulauan Indonesia, tetapi juga mampu melakukan pelayaran internasional.Kapal Pinisi sangat mudah dikenali ketika di perairan. Ciri khas utamanya bisa dilihat dari penggunaan 7-8 layar, serta dua tiang utama pada bagian depan dan belakang kapal. Pinisi juga umumnya dibuat dari kayu berkualitas.
Sejauh ini, terdapat empat kayu yang umumnya digunakan para pelaut untuk membuat kapal Pinisi, yakni kayu besi, kayu bitti, kayu kandole, dan kayu jati. Di Indonesia, pembuatan kapal ini banyak dilakukan oleh masyarakat Bulukumba, Sulawesi Selatan, khususnya di desa Tana Beru, Bira, dan Batu Licin.
3. Proses Pembuatan Kapal Pinisi
Pinisi merupakan lambang dari teknik perkapalan tradisional negara kepulauan. Kapal ini juga bagian dari sejarah dan adat istiadat masyarakat Sulawesi Selatan dan Nusantara secara umum. Oleh karena itu, proses pembuatan kapal ini cukup panjang demi sebuah kesempurnaan.Setidaknya ada tiga tahap utama pembuatan. Pertama, penentuan hari baik untuk mencari kayu dalam membuat kapal pinisi. Hari baik ini biasanya jatuh pada hari kelima dan ketujuh pada bulan pembuatan kapal. Pemilihan hari baik ini melambangkan rezeki yang ada di tangan.
Kedua, masuk ke proses menebang, mengeringkan, dan memotong kayu. Kemudian, kayu tersebut dirakit menjadi kapal Pinisi. Tahap ini biasanya memakan waktu berbulan-bulan.
Ketiga, adalah peluncuran kapal ke laut. Sebelum itu, biasanya akan dilakukan upacara maccera lopi atau menyucikan kapal terlebih dahulu. Upacara tersebit ditandai dengan kegiatan menyembelih sapi atau kambing. Jika kapal kurang dari 100 ton, prosesi persembahan cukup dengan kambing, sedangkan di atas 100 ton mesti menggunakan sapi.
4. Daya Tarik Wisata
Dahulu, kapal Pinisi banyak digunakan untuk mengangkut barang. Kapal ikonik ini menjadi penyalur dalam sistem perdagangan laut di Indonesia kala itu.Kini, kapal Pinisi lebih banyak digunakan sebagai kegiatan pariwisata. Kapal ini digunakan masyarakat untuk transportasi menuju ke titik-titik wisata premium, seperti Kepulauan Raja Ampat, Labuan Bajo, hingga yang terbaru kapal pinisi sudah ada di Danau Toba, Sumatra Utara.
5. Warisan Tak Benda UNESCO
Kapal Pinisi dari Sulawesi Selatan resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada Sidang ke-12 Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Pulau Jeju, Korea Selatan, Kamis, (7/12/2017).Penetapan ini merupakan bentuk pengakuan dunia internasional terhadap arti penting pengetahuan teknik perkapalan tradisional yang dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia. Teknik tersebut bahkan masih terus diturunkan dari generasi ke generasi dan yang masih berkembang sampai hari ini.
Baca juga: Tren Wisata Kapal Pesiar, Siapin Bujet Segini Kalau Mau Ikut Berlayar
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.