Jenama Perhiasan Chelsea Islan Hadirkan Berlian Lab Grown ke Indonesia
09 November 2023 |
14:49 WIB
Berlian lab grown semakin digemari kalangan pencinta aksesoris mewah skala global. Batu mulia yang dibuat dalam sebuah laboratorium ini dinilai memiliki harga yang lebih terjangkau dan mengusung keberlanjutan. Namun, popularitasnya di Indonesia masih sangat rendah.
Berlian lab grown dikembangkan pertama kali oleh para ilmuwan dari General Electric Research Laboratory pada dekade 1940-an. Batu mulia ini terbuat melalui berbagai eksperimen yang meniru tekanan dan suhu ekstrem seperti di dalam lapisan bumi saat proses pembentukan berlian. Berlian lab grown kemudian diperkenalkan kepada dunia pada 15 Februari 1955, tapi baru tersedia secara komersial pada 1980-an.
Baca juga: Saat Milenial Melirik Berlian untuk Perhiasan dan Investasi
Tiga dekade kemudian, Federal Trade Commission (FTC) mengeluarkan pernyataan bahwa berlian lab grown adalah berlian asli karena telah memenuhi karakteristik yang ditentukan. Menurut Guides for the Jewelry, Precious Metals, and Pewter Industries yang dirilis oleh FTC, berlian harus memenuhi karakteristik agar dinyatakan asli.
Karakteristik tersebut diantaranya terbuat dari karbon murni yang mengkristal, memiliki banyak warna, memiliki nilai kekerasan (hardness) 10, memiliki berat jenis (specific gravity) 3,52, dan indeks bias (refractive index) 2,42. Ini membuat berlian lab grown tidak lagi berbeda dengan berlian hasil tambang.
Direktur Adamas Gemological Laboratory of Indonesia Sumarni Paramita, menjelaskan berlian lab grown adalah berlian yang dibuat di laboratorium dengan proses yang singkat, tidak seperti berlian hasil tambang yang membutuhkan waktu panjang dan melewati proses ekstraksi berupa penambangan.
Walau demikian, secara optik, kimia, dan fisik, berlian lab grown dan berlian hasil tambang tidak memiliki perbedaan. "Berlian lab grown juga telah memenuhi kriteria untuk disebut sebagai berlian dari FTC, karena itu tak perlu diragukan bahwa berlian lab grown adalah berlian asli," ujarnya dikutip Hypeabis.id, Rabu (8/11/2023).
Di Indonesia, kurangnya informasi mengenai berlian lab grown membuat pengetahuan masyarakat tentang jenis berlian ini masih tergolong rendah. Menangkap peluang tersebut, aktris Chelsea Islan dan desainer perhiasan Veronica Pranata, menghadirkannya melalui brand Sol et Terre.
"Kami ingin membuat terobosan baru dengan fokus menciptakan rangkaian perhiasan berkualitas, menggunakan berlian lab grown yang sustainable dan beretika. Inilah yang menjadi konsep di balik Sol et Terre, yaitu keindahan yang beretika,” sebut Veronica.
Veronica menyampaikan Sol et Terre hanya menggunakan berlian lab grown pilihan yang berkualitas terbaik untuk produk perhiasannya, dibuktikan oleh sertifikasi GIA (Gemological Institute of America) dari Amerika Serikat dan IGI (International Gemological Institute) dari Belgia.
Berlian-berlian ini dikurasi dengan sangat ketat, sehingga hanya 0,5 persen dari berlian kualitas perhiasan yang berhasil terpilih dan digunakan oleh Sol et Terre. Berlian lab grown dikembangkan di dalam laboratorium dalam waktu yang singkat dan memperhatikan kondisi lingkungan, sosial, serta ekonomi.
Sementara berlian hasil tambang butuh proses panjang sekaligus merusak untuk mendapatkannya. Inilah yang membuat berlian hasil tambang lekat dengan masalah etika, tak hanya kerusakan lingkungan tapi juga masalah buruh anak dan konflik. Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat penambangan berlian memang sangat nyata, diakibatkan oleh penggunaan alat berat dan bahan peledak.
Menurut laporan Environmental Impact Analysis Production Of Rough Diamonds dari Frost & Sullivan, untuk mendapatkan 1 karat berlian hasil tambang, dibutuhkan konsumsi lahan, energi, dan air yang sangat besar. Penambangan berlian juga menyisakan polusi udara dan limbah mineral yang jumlahnya sangat besar.
"Kami ingin rangkaian perhiasan dari Sol et Terre tak sekadar memberi keindahan pada pemakainya, tapi juga diproduksi tanpa berdampak buruk kepada lingkungan hidup dan manusia, sehingga dapat ikut melestarikan bumi," jelas Chelsea Islan.
Baca juga: Berlian Biru Ini Terjual dengan Harga Fantastis di Balai Lelang Sotheby’s
Editor : Puput Ady Sukarno
Berlian lab grown dikembangkan pertama kali oleh para ilmuwan dari General Electric Research Laboratory pada dekade 1940-an. Batu mulia ini terbuat melalui berbagai eksperimen yang meniru tekanan dan suhu ekstrem seperti di dalam lapisan bumi saat proses pembentukan berlian. Berlian lab grown kemudian diperkenalkan kepada dunia pada 15 Februari 1955, tapi baru tersedia secara komersial pada 1980-an.
Baca juga: Saat Milenial Melirik Berlian untuk Perhiasan dan Investasi
Tiga dekade kemudian, Federal Trade Commission (FTC) mengeluarkan pernyataan bahwa berlian lab grown adalah berlian asli karena telah memenuhi karakteristik yang ditentukan. Menurut Guides for the Jewelry, Precious Metals, and Pewter Industries yang dirilis oleh FTC, berlian harus memenuhi karakteristik agar dinyatakan asli.
Karakteristik tersebut diantaranya terbuat dari karbon murni yang mengkristal, memiliki banyak warna, memiliki nilai kekerasan (hardness) 10, memiliki berat jenis (specific gravity) 3,52, dan indeks bias (refractive index) 2,42. Ini membuat berlian lab grown tidak lagi berbeda dengan berlian hasil tambang.
Direktur Adamas Gemological Laboratory of Indonesia Sumarni Paramita, menjelaskan berlian lab grown adalah berlian yang dibuat di laboratorium dengan proses yang singkat, tidak seperti berlian hasil tambang yang membutuhkan waktu panjang dan melewati proses ekstraksi berupa penambangan.
Walau demikian, secara optik, kimia, dan fisik, berlian lab grown dan berlian hasil tambang tidak memiliki perbedaan. "Berlian lab grown juga telah memenuhi kriteria untuk disebut sebagai berlian dari FTC, karena itu tak perlu diragukan bahwa berlian lab grown adalah berlian asli," ujarnya dikutip Hypeabis.id, Rabu (8/11/2023).
Di Indonesia, kurangnya informasi mengenai berlian lab grown membuat pengetahuan masyarakat tentang jenis berlian ini masih tergolong rendah. Menangkap peluang tersebut, aktris Chelsea Islan dan desainer perhiasan Veronica Pranata, menghadirkannya melalui brand Sol et Terre.
"Kami ingin membuat terobosan baru dengan fokus menciptakan rangkaian perhiasan berkualitas, menggunakan berlian lab grown yang sustainable dan beretika. Inilah yang menjadi konsep di balik Sol et Terre, yaitu keindahan yang beretika,” sebut Veronica.
Veronica menyampaikan Sol et Terre hanya menggunakan berlian lab grown pilihan yang berkualitas terbaik untuk produk perhiasannya, dibuktikan oleh sertifikasi GIA (Gemological Institute of America) dari Amerika Serikat dan IGI (International Gemological Institute) dari Belgia.
Berlian-berlian ini dikurasi dengan sangat ketat, sehingga hanya 0,5 persen dari berlian kualitas perhiasan yang berhasil terpilih dan digunakan oleh Sol et Terre. Berlian lab grown dikembangkan di dalam laboratorium dalam waktu yang singkat dan memperhatikan kondisi lingkungan, sosial, serta ekonomi.
Sementara berlian hasil tambang butuh proses panjang sekaligus merusak untuk mendapatkannya. Inilah yang membuat berlian hasil tambang lekat dengan masalah etika, tak hanya kerusakan lingkungan tapi juga masalah buruh anak dan konflik. Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat penambangan berlian memang sangat nyata, diakibatkan oleh penggunaan alat berat dan bahan peledak.
Menurut laporan Environmental Impact Analysis Production Of Rough Diamonds dari Frost & Sullivan, untuk mendapatkan 1 karat berlian hasil tambang, dibutuhkan konsumsi lahan, energi, dan air yang sangat besar. Penambangan berlian juga menyisakan polusi udara dan limbah mineral yang jumlahnya sangat besar.
"Kami ingin rangkaian perhiasan dari Sol et Terre tak sekadar memberi keindahan pada pemakainya, tapi juga diproduksi tanpa berdampak buruk kepada lingkungan hidup dan manusia, sehingga dapat ikut melestarikan bumi," jelas Chelsea Islan.
Baca juga: Berlian Biru Ini Terjual dengan Harga Fantastis di Balai Lelang Sotheby’s
Editor : Puput Ady Sukarno
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.