Survei Perilaku Konsumtif Masyarakat Indonesia, 41% Gunakan Pinjol untuk Kebutuhan Rumah Tangga & Modal Usaha
25 October 2023 |
09:00 WIB
Pinjaman online (pinjol) kian masif diakses oleh masyarakat. Pinjol kerap dipilih sebagai solusi atas berbagai alasan kebutuhan dana mendesak. Akses dana yang relatif mudah dan cepat, membuat pengguna dan transaksi pinjol terus meningkat. Bahkan, pinjol kini menjadi salah satu kontributor besar pertumbuhan sektor keuangan di Indonesia.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, total pembiayaan pinjol telah mencapai Rp51,46 triliun atau tumbuh sebesar 28,11% (YoY) per Mei 2023. Dari jumlah ini, sebesar 38,39% merupakan pembiayaan kepada pelaku UMKM dengan penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp15,63 triliun dan Rp4,13 triliun.
Baca juga: Waspadai 5 Faktor ini Bikin Orang Terjebak Pinjol
Maraknya pinjol atau fintech P2P lending juga terlihat dalam laporan riset terbaru Populix yang menemukan bahwa 41% responden menyatakan pernah menggunakan pinjol, di mana kelompok ini didominasi oleh laki-laki dan generasi milenial di pulau Jawa. Sementara 59% lainnya mengaku belum pernah menggunakan pinjol.
Menariknya, tingginya jumlah pengguna juga diiringi dengan pengetahuan mereka akan regulasi pinjol. Laporan itu menyebutkan bahwa sebanyak 38% responden mengaku mengetahui regulasi pinjol, sementara 32?ri mereka mengaku agak paham, dan 13% lainnya menilai sangat mengetahui tentang hal tersebut.
Laporan berjudul Unveiling Indonesia’s Financial Evolution: Fintech Lending and Paylater Adoption itu juga menunjukkan bahwa 66% responden menggunakan pinjol kurang dari satu bulan sekali dengan mayoritas dari mereka atau 70% hanya bergantung pada satu aplikasi.
Akulaku menjadi aplikasi paling banyak digunakan oleh masyarakat sebagaimana dipilih oleh 46% responden, disusul oleh Kredivo (43%), EasyCash (18%), dan AdaKami (18%). Sementara itu, meskipun berada di posisi ke-10 aplikasi yang dikenal oleh responden, SPinjam menempati posisi ke-5 aplikasi yang paling banyak digunakan, dengan 13% responden mengatakan paling sering menggunakan aplikasi tersebut untuk mengajukan pinjaman.
Dalam hal nominal pinjaman, sebanyak 65% responden memiliki cicilan pinjol kurang dari Rp1 juta per bulannya, dan secara umum maksimal jumlah tagihan yang dimiliki dalam satu waktu adalah Rp3 juta. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung bersikap hati-hati dalam melakukan pinjaman, terutama karena adanya keterbatasan anggaran dan untuk mengurangi risiko.
Terkait kegunaan, masyarakat mengajukan pinjolpaling banyak digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga sebagaimana dipilih oleh 51% responden. Alasan lainnya yakni modal bisnis (41%), membeli perlengkapan pendukung pekerjaan (25%), dana pendidikan (23%), gaya hidup dan hiburan (22%), serta kesehatan (13%).
Di tengah banyaknya aplikasi pinjol, ada beberapa hal yang melatarbelakangi masyarakat memilih layanan tersebut. Alasan utamanya ialah terkait kecepatan pencairan dana sebagaimana dipilih oleh 77% responden. Disusul dengan faktor memiliki izin dari OJK (72%), proses registrasi yang mudah (52%), serta memiliki bunga rendah (50%). Preferensi ini menekankan pentingnya aplikasi penyedia pinjol untuk mengutamakan aksesibilitas, kecepatan, dan mendapatkan izin pemerintah.
Kendati memberikan kemudahan untuk mendapatkan dana tunai, pinjol juga memiliki risiko yang besar utamanya adalah menjadi korban teror debt collector ketika peminjam belum bisa melunasi utangnya. Tak hanya ditujukan bagi si peminjam, teror juga terkadang datang ke mereka yang tidak pernah melakukan pinjaman tetapi menerima tagihan, sementara sebagian lainnya mengatakan bahwa nomor pribadi mereka digunakan sebagai kontak darurat oleh orang lain.
Hasil survei menemukan bahwa 36% responden pernah menjadi kontak darurat pinjol. Sebanyak 48 persen dari mereka mengaku mengenal dekat orang yang melakukan pinjaman dan sudah meminta izin untuk memasukkan nomor pribadi mereka sebagai kontak darurat.
Sementara itu, 27% lainnya mengaku kenal dekat dengan peminjam tetapi belum meminta persetujuan responden. Ada pula yang mengaku kenal dengan peminjam tetapi tidak dekat sebagaimana diakui oleh 9% responden, mengaku tidak kenal sama sekali dengan peminjam (9%), dan 8% sisanya mengaku kenal tetapi sudah lama tidak berkomunikasi dengan peminjam.
Saat berhadapan dengan debt collector, sebanyak 61% responden mengatakan bahwa mereka akan menghubungi peminjam dan meminta mereka untuk menyelesaikan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa orang Indonesia cenderung bersikap proaktif dan memilih jalur kekeluargaan untuk menyelesaikan masalah melalui komunikasi langsung dengan pihak peminjam.
Selain komunikasi langsung, 47% responden memilih untuk mengabaikan chat dan telepon dari debt collector, 28 persen dari mereka memutuskan memblokir kontak debt collector yang menghubungi mereka, 24% lainnya membuat laporan ke OJK, dan 14% sisanya memilih untuk melaporkan debt collector tersebut ke polisi.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, total pembiayaan pinjol telah mencapai Rp51,46 triliun atau tumbuh sebesar 28,11% (YoY) per Mei 2023. Dari jumlah ini, sebesar 38,39% merupakan pembiayaan kepada pelaku UMKM dengan penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp15,63 triliun dan Rp4,13 triliun.
Baca juga: Waspadai 5 Faktor ini Bikin Orang Terjebak Pinjol
Maraknya pinjol atau fintech P2P lending juga terlihat dalam laporan riset terbaru Populix yang menemukan bahwa 41% responden menyatakan pernah menggunakan pinjol, di mana kelompok ini didominasi oleh laki-laki dan generasi milenial di pulau Jawa. Sementara 59% lainnya mengaku belum pernah menggunakan pinjol.
Menariknya, tingginya jumlah pengguna juga diiringi dengan pengetahuan mereka akan regulasi pinjol. Laporan itu menyebutkan bahwa sebanyak 38% responden mengaku mengetahui regulasi pinjol, sementara 32?ri mereka mengaku agak paham, dan 13% lainnya menilai sangat mengetahui tentang hal tersebut.
Perilaku Pengguna Pinjol
Unveiling Indonesia’s Financial Evolution: Fintech Lending and Paylater Adoption. (Sumber infografis: Populix)
Laporan berjudul Unveiling Indonesia’s Financial Evolution: Fintech Lending and Paylater Adoption itu juga menunjukkan bahwa 66% responden menggunakan pinjol kurang dari satu bulan sekali dengan mayoritas dari mereka atau 70% hanya bergantung pada satu aplikasi.
Akulaku menjadi aplikasi paling banyak digunakan oleh masyarakat sebagaimana dipilih oleh 46% responden, disusul oleh Kredivo (43%), EasyCash (18%), dan AdaKami (18%). Sementara itu, meskipun berada di posisi ke-10 aplikasi yang dikenal oleh responden, SPinjam menempati posisi ke-5 aplikasi yang paling banyak digunakan, dengan 13% responden mengatakan paling sering menggunakan aplikasi tersebut untuk mengajukan pinjaman.
Dalam hal nominal pinjaman, sebanyak 65% responden memiliki cicilan pinjol kurang dari Rp1 juta per bulannya, dan secara umum maksimal jumlah tagihan yang dimiliki dalam satu waktu adalah Rp3 juta. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung bersikap hati-hati dalam melakukan pinjaman, terutama karena adanya keterbatasan anggaran dan untuk mengurangi risiko.
Terkait kegunaan, masyarakat mengajukan pinjolpaling banyak digunakan untuk membiayai kebutuhan rumah tangga sebagaimana dipilih oleh 51% responden. Alasan lainnya yakni modal bisnis (41%), membeli perlengkapan pendukung pekerjaan (25%), dana pendidikan (23%), gaya hidup dan hiburan (22%), serta kesehatan (13%).
Di tengah banyaknya aplikasi pinjol, ada beberapa hal yang melatarbelakangi masyarakat memilih layanan tersebut. Alasan utamanya ialah terkait kecepatan pencairan dana sebagaimana dipilih oleh 77% responden. Disusul dengan faktor memiliki izin dari OJK (72%), proses registrasi yang mudah (52%), serta memiliki bunga rendah (50%). Preferensi ini menekankan pentingnya aplikasi penyedia pinjol untuk mengutamakan aksesibilitas, kecepatan, dan mendapatkan izin pemerintah.
Fenomena Korban Teror Pinjol
Kendati memberikan kemudahan untuk mendapatkan dana tunai, pinjol juga memiliki risiko yang besar utamanya adalah menjadi korban teror debt collector ketika peminjam belum bisa melunasi utangnya. Tak hanya ditujukan bagi si peminjam, teror juga terkadang datang ke mereka yang tidak pernah melakukan pinjaman tetapi menerima tagihan, sementara sebagian lainnya mengatakan bahwa nomor pribadi mereka digunakan sebagai kontak darurat oleh orang lain.Hasil survei menemukan bahwa 36% responden pernah menjadi kontak darurat pinjol. Sebanyak 48 persen dari mereka mengaku mengenal dekat orang yang melakukan pinjaman dan sudah meminta izin untuk memasukkan nomor pribadi mereka sebagai kontak darurat.
Sementara itu, 27% lainnya mengaku kenal dekat dengan peminjam tetapi belum meminta persetujuan responden. Ada pula yang mengaku kenal dengan peminjam tetapi tidak dekat sebagaimana diakui oleh 9% responden, mengaku tidak kenal sama sekali dengan peminjam (9%), dan 8% sisanya mengaku kenal tetapi sudah lama tidak berkomunikasi dengan peminjam.
Saat berhadapan dengan debt collector, sebanyak 61% responden mengatakan bahwa mereka akan menghubungi peminjam dan meminta mereka untuk menyelesaikan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa orang Indonesia cenderung bersikap proaktif dan memilih jalur kekeluargaan untuk menyelesaikan masalah melalui komunikasi langsung dengan pihak peminjam.
Selain komunikasi langsung, 47% responden memilih untuk mengabaikan chat dan telepon dari debt collector, 28 persen dari mereka memutuskan memblokir kontak debt collector yang menghubungi mereka, 24% lainnya membuat laporan ke OJK, dan 14% sisanya memilih untuk melaporkan debt collector tersebut ke polisi.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.