Ilustrasi permintaan maaf. (Dok. Brett Jordan dari Unsplash)

Riset: Kita Lebih Pemaaf Ketika Kesalahan Dilakukan oleh Orang yang Kita Kenal

03 August 2021   |   15:07 WIB

Semua orang pasti pernah melihat seseorang berbuat salah atau berperilaku buruk. Dalam kondisi tersebut, hal yang perlu dilakukan tentu adalah menegur atau melaporkan. Namun, nyatanya, respons kita terhadap perbuatan salah orang itu bermacam-macam, dan tergantung pada seberapa dekat kita dengan pelakunya.

Inilah yang diteliti oleh Rachel C. Forbes dan Jennifer E. Stellar, peneliti dari University of Toronto, dalam studinya yang kemudian dipublikasi dalam Journal of Personality and Social Psychology.

Mereka meneliti tentang adanya konflik internal antara nilai moral dan dorongan menjaga hubungan yang terjadi ketika seseorang mengetahui ada orang terdekat yang berperilaku buruk atau kurang etis.

Keduanya melakukan rangkaian penelitian yang terdiri dari empat eksperimen kepada 1.100 partisipan. Para partisipan diminta membaca studi kasus dan mengingat momen ketika mereka menangkap basah kekasih, teman dekat, atau orang tak dikenal melakukan tindakan buruk. 

Para partisipan kemudian diwajibkan menjawab berbagai pertanyaan evaluasi, seperti siapa yang melakukannya, tingkat keparahan tindakan, seberapa keras hukuman yang diberikan, perasaan yang dialami, dan kesadaran mereka akan moralitas.

Hingga tahapan ketiga ini, para peneliti menemukan bahwa para partisipan merasa tidak begitu marah atau menanggapi dengan buruk ketika ada anggota keluarga yang melakukan kesalahan. Diketahui pula bahwa partisipan memberikan hukuman yang lebih keras kepada orang tak dikenal.
 
Ilustrasi perilaku buruk. (Dok. Towfiqu barbhuiya dari Unsplash)
Meski begitu, pada saat bersamaan partisipan juga merasakan lebih banyak malu, rasa bersalah, dan evaluasi buruk terhadap moralitas mereka ketika ada keluarga atau teman yang melakukan hal buruk.

Di tahap keempat, para partisipan diminta untuk berpasangan dengan kekasih, teman dekat, atau orang tak dikenal untuk dibawa ke ruangan terpisah dan merespons pengalaman mereka dalam bentuk tulisan. Tulisan keduanya kemudian ditukar dan mereka diminta untuk mentranskripkan kembali ke dalam sebuah buku.

Pada putaran pertama, partisipan mendapatkan jawaban secara apa adanya, tapi di putaran berikutnya mereka mendapatkan jawaban palsu yang menunjukkan bahwa pasangan mereka yang telah berperilaku buruk dengan berbohong, meniru, atau bertindak egois. Mereka kemudian menjawab evaluasi yang sama dengan evaluasi setelah tahap ketiga.

Hasil dari evaluasi ini masih sama seperti di tiga tahap pertama, hanya saja efeknya tidak sekuat sebelumnya. Forbes sendiri menduga ini terjadi karena informasi kurang etis yang disajikan kepada partisipan tidak diketahui selama penelitian dan dibagikan dengan cara yang kurang etis oleh orang tak dikenal untuk pertama kalinya.

"Mendengar perilaku tidak etis oleh seseorang yang Anda sayangi dari orang tak dikenal kemungkinan akan sedikit lebih mengagetkan daripada mendengarnya langsung dari orang yang Anda cintai," tambahnya.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa memiliki keterikatan dekat dengan orang yang salah sangat memengaruhi jawaban atau respon atas tindakan buruk orang lain, mendukung adanya faktor relasi sosial yang lebih kuat dibandingkan dengan penilaian moral.

Meski keterikatan hubungan punya andil terhadap penilaian moral, tapi studi yang berfokus pada hubungan orang-orang dekat ini masih perlu penelitian lanjut untuk melihat apakah hal ini juga bisa terjadi dalam hubungan lain seperti keanggotaan suatu komunitas.


Editor: Avicenna

SEBELUMNYA

Simpan Kenangan Masa Kecil Anak dengan 5 Cara Ini Yuk!

BERIKUTNYA

Ini Cerita di Balik Lagu Baru Iwan Fals Berjudul 16/01

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: