Super Blue Moon Masih Berlangsung hingga Malam Ini, Simak Penyebab & Dampaknya
31 August 2023 |
11:00 WIB
Fenomena astronomi Super Blue Moon telah berlangsung di Indonesia sejak malam tadi dan puncaknya pada hari ini, Kamis (31/8/2023) pukul 08.35 WIB. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Republik Indonesia menyebutkan bahwa malam ini juga masih tergolong Super Blue Moon.
Fenomena ini dapat diamati sepanjang malam, sejak waktu magrib sampai menjelang matahari terbit. Sebutan Blue Moon bukan bermakna bulan berwarna biru, tetapi sekadar ungkapan di negara-negara Barat untuk bulan purnama kedua dalam satu bulan. Seperti diketahui, bulan purnama pertama terjadi pada 1 Agustus 2023 lalu.
Baca juga: Daftar Fenomena Astronomi Agustus 2023, Ada Dua Supermoon & Hujan Meteor Perseid
Dalam akun Instagram resminya, BRIN menuliskan ketika bulan purnama bersamaan dengan perigee atau titik terdekat bulan dengan Bumi, maka disebut supermoon. Hal itu dikarenakan bulan terlihat lebih besar dan lebih terang dari biasanya.
Dengan demikian, Super Blue Moon adalah fenomena purnama kedua yang ukuran bulannya tampak lebih besar, sekitar 14 persen dan lebih terang dibandingkan dengan bulan purnama pada umumnya. Untuk melihat fenomena astronomi ini, cukup dengan mengarahkan pandangan mata ke arah bulan. Sebab, Super Blue Moon bisa diamati secara langsung tanpa alat bantu.
Penyebab Terjadinya Super Blue Moon
Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dalam laman resminya menjelaskan bahwa istilah supermoon merujuk pada pergerakan bulan yang mengelilingi Bumi dalam orbit elips atau lingkaran memanjang, di mana Bumi lebih dekat ke salah satu sisi elips.
Setiap bulannya, Bulan melewati titik terdekat dengan Bumi (perigee) dan titik terjauh dari Bumi (apogee). Ketika Bulan berada pada atau mendekati titik terdekatnya dengan Bumi pada saat purnama, hal itu disebut supermoon. "Selama peristiwa ini, karena jarak bulan purnama sedikit lebih dekat dengan kita dibandingkan biasanya, bulan tampak sangat besar dan terang di langit," tulis NASA.
Sementara blue moon adalah istilah ketika kita melihat bulan purnama dua kali dalam satu bulan. Siklus bulan yang hanya 29,5 hari membuat kita bisa menyaksikan bulan purnama sebanyak dua kali per bulan, seperti yang terjadi pada bulan Agustus ini.
Siklus tersebut mengakibatkan bulan purnama terjadi di awal bulan dengan sisa hari yang cukup untuk siklus purnama berikutnya, sehingga terjadi bulan purnama kedua di bulan yang sama. Dengan kata lain, bulan purnama yang terjadi pada tanggal 1 atau 2 suatu bulan kemungkinan besar akan diikuti oleh bulan purnama kedua pada tanggal 30 atau 31. Hal ini terjadi setiap dua hingga tiga tahun sekali.
NASA menjelaskan dikenal ada dua jenis fenomena blue moon yakni bulanan dan musiman. Blue moon yang terjadi pada bulan ini tergolong bulanan, sedangkan blue moon musiman terjadi ketika ada empat bulan purnama dalam satu musim yakni musim semi, panas, gugur, dan dingin, bukan tiga bulan seperti biasanya.
Meski dikenal hanya sebagai istilah, bulan juga terkadang bisa benar-benar berwarna biru. Hal itu terjadi ketika partikel kecil di udara, biasanya berupa asap atau debu, dapat menghamburkan panjang gelombang cahaya merah, sehingga menyebabkan bulan tampak biru.
Sekitar 25 persen dari seluruh bulan purnama merupakan supermoon, namun hanya 3 persen dari bulan purnama yang merupakan bulan biru. Jarak waktu antar Super Blue Moon pun tidak teratur bahkan bisa mencapai 20 tahun. Namun, secara umum, rata-rata jarak terjadinya Super Blue Moon adalah 10 tahun. "Super Blue Moon berikutnya akan terjadi berpasangan, pada bulan Januari dan Maret 2037," tulis NASA.
Dampak Super Blue Moon
Meski menjadi fenomena astronomi yang menarik, para ahli memperingatkan bahwa Super Blue Moon bisa menimbulkan dampak berbahaya di Bumi. Supermoon dapat menaikkan air pasang laut di atas normal, sama seperti Badai Idalia yang mengarah ke pantai barat negara bagian Florida.
"Menurut saya, waktunya sangat buruk untuk peristiwa ini," kata Brian Haines, Ahli Meteorologi yang bertugas di kantor Layanan Cuaca Nasional di Charleston, Carolina Selatan dikutip dari Daily Mail.
Pasalnya, saat bulan purnama, matahari dan bulan tertarik ke arah yang sama sehingga berdampak pada peningkatan pasang surut di atas kisaran normal. Tarikan gravitasi bulan semakin kuat ketika berada lebih dekat dengan Bumi, sehingga pasang surut air laut pun semakin tinggi.
Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) menjelaskan pasang surut air laut disebabkan oleh bulan. Tarikan gravitasi bulan menghasilkan sesuatu yang disebut gaya pasang surut.
Gaya pasang surut menyebabkan bumi dan air di dalamnya menggembung pada sisi yang paling dekat dengan bulan dan sisi yang terjauh dari bulan. "Tonjolan air ini merupakan air pasang," tulis NOAA.
Baca juga: Mengenal Fenomena Super Blue Moon, Terlihat dari Indonesia Pada 30-31 Agustus 2023
Editor: Indyah Sutriningrum
Fenomena ini dapat diamati sepanjang malam, sejak waktu magrib sampai menjelang matahari terbit. Sebutan Blue Moon bukan bermakna bulan berwarna biru, tetapi sekadar ungkapan di negara-negara Barat untuk bulan purnama kedua dalam satu bulan. Seperti diketahui, bulan purnama pertama terjadi pada 1 Agustus 2023 lalu.
Baca juga: Daftar Fenomena Astronomi Agustus 2023, Ada Dua Supermoon & Hujan Meteor Perseid
Dalam akun Instagram resminya, BRIN menuliskan ketika bulan purnama bersamaan dengan perigee atau titik terdekat bulan dengan Bumi, maka disebut supermoon. Hal itu dikarenakan bulan terlihat lebih besar dan lebih terang dari biasanya.
Dengan demikian, Super Blue Moon adalah fenomena purnama kedua yang ukuran bulannya tampak lebih besar, sekitar 14 persen dan lebih terang dibandingkan dengan bulan purnama pada umumnya. Untuk melihat fenomena astronomi ini, cukup dengan mengarahkan pandangan mata ke arah bulan. Sebab, Super Blue Moon bisa diamati secara langsung tanpa alat bantu.
Ilustrasi bulan purnama. (Sumber gambar: Kristen Wyman/Unsplash)
Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dalam laman resminya menjelaskan bahwa istilah supermoon merujuk pada pergerakan bulan yang mengelilingi Bumi dalam orbit elips atau lingkaran memanjang, di mana Bumi lebih dekat ke salah satu sisi elips.
Setiap bulannya, Bulan melewati titik terdekat dengan Bumi (perigee) dan titik terjauh dari Bumi (apogee). Ketika Bulan berada pada atau mendekati titik terdekatnya dengan Bumi pada saat purnama, hal itu disebut supermoon. "Selama peristiwa ini, karena jarak bulan purnama sedikit lebih dekat dengan kita dibandingkan biasanya, bulan tampak sangat besar dan terang di langit," tulis NASA.
Sementara blue moon adalah istilah ketika kita melihat bulan purnama dua kali dalam satu bulan. Siklus bulan yang hanya 29,5 hari membuat kita bisa menyaksikan bulan purnama sebanyak dua kali per bulan, seperti yang terjadi pada bulan Agustus ini.
Siklus tersebut mengakibatkan bulan purnama terjadi di awal bulan dengan sisa hari yang cukup untuk siklus purnama berikutnya, sehingga terjadi bulan purnama kedua di bulan yang sama. Dengan kata lain, bulan purnama yang terjadi pada tanggal 1 atau 2 suatu bulan kemungkinan besar akan diikuti oleh bulan purnama kedua pada tanggal 30 atau 31. Hal ini terjadi setiap dua hingga tiga tahun sekali.
NASA menjelaskan dikenal ada dua jenis fenomena blue moon yakni bulanan dan musiman. Blue moon yang terjadi pada bulan ini tergolong bulanan, sedangkan blue moon musiman terjadi ketika ada empat bulan purnama dalam satu musim yakni musim semi, panas, gugur, dan dingin, bukan tiga bulan seperti biasanya.
Meski dikenal hanya sebagai istilah, bulan juga terkadang bisa benar-benar berwarna biru. Hal itu terjadi ketika partikel kecil di udara, biasanya berupa asap atau debu, dapat menghamburkan panjang gelombang cahaya merah, sehingga menyebabkan bulan tampak biru.
Sekitar 25 persen dari seluruh bulan purnama merupakan supermoon, namun hanya 3 persen dari bulan purnama yang merupakan bulan biru. Jarak waktu antar Super Blue Moon pun tidak teratur bahkan bisa mencapai 20 tahun. Namun, secara umum, rata-rata jarak terjadinya Super Blue Moon adalah 10 tahun. "Super Blue Moon berikutnya akan terjadi berpasangan, pada bulan Januari dan Maret 2037," tulis NASA.
Dampak Super Blue Moon
Meski menjadi fenomena astronomi yang menarik, para ahli memperingatkan bahwa Super Blue Moon bisa menimbulkan dampak berbahaya di Bumi. Supermoon dapat menaikkan air pasang laut di atas normal, sama seperti Badai Idalia yang mengarah ke pantai barat negara bagian Florida.
"Menurut saya, waktunya sangat buruk untuk peristiwa ini," kata Brian Haines, Ahli Meteorologi yang bertugas di kantor Layanan Cuaca Nasional di Charleston, Carolina Selatan dikutip dari Daily Mail.
Pasalnya, saat bulan purnama, matahari dan bulan tertarik ke arah yang sama sehingga berdampak pada peningkatan pasang surut di atas kisaran normal. Tarikan gravitasi bulan semakin kuat ketika berada lebih dekat dengan Bumi, sehingga pasang surut air laut pun semakin tinggi.
Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA) menjelaskan pasang surut air laut disebabkan oleh bulan. Tarikan gravitasi bulan menghasilkan sesuatu yang disebut gaya pasang surut.
Gaya pasang surut menyebabkan bumi dan air di dalamnya menggembung pada sisi yang paling dekat dengan bulan dan sisi yang terjauh dari bulan. "Tonjolan air ini merupakan air pasang," tulis NOAA.
Baca juga: Mengenal Fenomena Super Blue Moon, Terlihat dari Indonesia Pada 30-31 Agustus 2023
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.