Polusi Udara di Jakarta. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Abdurrachman)

Nilai Kerugian Ekonomi yang Ditanggung Jakarta Akibat Masalah Polusi Udara

29 August 2023   |   22:05 WIB
Image
Kintan Nabila Jurnalis Hypeabis.id

Like
Semua orang berhak untuk menghirup udara bersih yang bebas polusi. Kualitas udara buruk yang terjadi belakangan ini menjadi masalah yang sangat memprihatinkan. Dampaknya bisa membahayakan kesehatan manusia, bahkan menghilangkan nyawa setiap tahunnya.

Berdasarkan riset dari Greenpeace Asia Tenggara dan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) disebutkan bahwa dampak kerugian ekonomi akibat polusi udara di seluruh dunia telah mencapai US$8 miliar per hari dan US$2,9 triliun per tahun, yakni 3,3 persen dari produk domestik bruto (PDB) dunia.

Polusi udara tersebut bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara, minyak, dan gas yang meningkatkan risiko stroke, kanker paru-paru, asma, dan penyakit pernapasan lainnya.

Baca juga: WHO: Polusi Udara Berpotensi Picu Berbagai Penyakit Dari Jantung Hingga Kanker

NO2, produk sampingan dari pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan, pembangkit listrik, dan pabrik, dikaitkan dengan 4 juta kasus asma pada anak-anak setiap tahunnya. Saat ini ada sekitar 16 juta anak di seluruh dunia yang mengidap asma karena terpapar polusi NO2 dari bahan bakar fosil.

Polusi juga menjadi penyebab kematian dini yang terjadi pada masyarakan seluruh dunia, yakni sebanyak 4,5 juta orang per tahun. 40.000 dari jumlah tersebut merupakan anak-anak di bawah 5 tahun yang meninggal karena paparan polusi PM2.5 dari bahan bakar fosil, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah.

Di Indonesia sendiri, masalah polusi juga membuat Jakarta menanggung kerugian ekonomi yang besar. Berdasarkan riset IQAir dan Greenpeace Asia Tenggara, kerugian ekonomi dari polusi udara di Jakarta diestimasikan sebesar US$2,3 miliar atau Rp35,1 triliun dalam setahun terakhir.

Kerugian ekonomi akibat polusi udara Jakarta diperkirakan lebih tinggi dari sejumlah kota lainnya di dunia, seperti Hong Kong, Johannesburg, Taipei, Aigers, Canberra, dan Nairobi. Selain itu, polusi udara di Jakarta juga berpotensi menyebabkan 8.700 kematian di tahun ini.

Bhima Yudhistira, direktur Celios (Center of Economic and Law Studies), berpendapat bahwa jumlah kerugian ekonomi akibat polusi di Jakarta bisa melebihi angka tersebut apabila dilihat dari berbagai aspek lainnya. Lantaran masalah polusi ini bisa mencederai berbagai sektor mulai dari kesehatan, transportasi, perhotelan, sampai pariwisata.

"Kalau pakai estimasi kerugian polusi udara sebesar 1 persen dari PDB, maka nilai kerugiannya mencapai Rp213,9 triliun di 2023," katanya kepada Hypeabis.id, Selasa (29/8/2023).

Kebijakan WFH (work from home) yang dinilai bisa mengurangi polusi karena meminimalisir mobilitas masyarakat, justru membuat kerugian makin membengkak. WFH berisiko menurunkan pendapatan para pelaku ekonomi di Jakarta dan sekitarnya.

Baca juga: Aturan WFH Dinilai Tidak Efektif Atasi Polusi Udara di Jakarta, Harus Ada Solusi Sistematis

"Apabila WFH dilakukan oleh ASN dan pegawai swasta non-esensial yang berpengaruh terhadap 40 persen pengeluaran rumah tangga di sektor transportasi, maka ada risiko kehilangan PDRB DKI Jakarta sebesar Rp215,8 triliun sepanjang 2023," kata Bhima.

Lebih lanjut dia memaparkan, menurut data dari BPS, rata-rata porsi pengeluaran rumah tangga untuk transportasi, rekreasi, komunikasi, dan budaya sebesar 25,06 persen sepanjang 2018-2022 kemarin. Jumlah tersebut tentunya sangat besar. Apabila diberlakukan WFH, maka sektor-sektor tersebut akan mengalami kerugian.

"Efek WFH juga sampai membuat 30 persen pendapatan sektor hotel dan restoran berkurang, yang membuat mereka kehilangan Rp98,9 triliun," kata Bhima.

Selain itu, kerugian lainnya yang diakibatkan oleh masalah polusi di Jakarta adalah penurunan minat untuk investasi. Perusahaan-perusahaan yang potensial di daerah, kemungkinan bisa mengurungkan niatnya untuk berinvestasi di Jakarta mengingat kota tersebut punya kualitas udara yang buruk.

Menurutnya solusi untuk mengatasi permasalahan polusi ini adalah mencari dan menghentikan sumber-sumber penghasil bahan bakar fosil terbesar. Hujan buatan yang diinisiasi oleh BMKG sebagai upaya mengatasi polusi dinilai belum efektif. Berdasarkan pantauan dari situs IQAir, hujan buatan berhasil memang membersihkan udara sejenak, namun polusi kembali meningkat di pagi harinya.

"Akan lebih efektif jika masalah polusi diselesaikan dari akarnya, yakni menutup PLTU, kembali menggunakan transportasi umum, dan transisi ke energi terbarukan secepat mungkin," kata Bhima.

Baca juga: Ini Kata Eksekutif Muda Tentang Polusi Udara di Jakarta

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Gita Carla

SEBELUMNYA

Bisnis Street Food Pun Butuh Tata Kelola Ruang Jualan hingga Limbah Dapur

BERIKUTNYA

Rekomendasi 8 Fotografer dengan Karya Unik yang Wajib Kalian Follow di Instagram 

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: