Polusi Udara Jakarta Masuk Kategori Tidak Sehat untuk Kelompok Sensitif, Kenali Bahayanya
09 August 2023 |
20:30 WIB
Saat ini warga Jakarta ramai-ramai mengeluhkan parahnya polusi udara. Berdasarkan data IQAir, kualitas udara Jakarta Rabu (09/08/2023) sudah memasuki kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif. Indeks kualitas udara Jakarta berada di level 119 AQI dan konsentrasi PM 2,5 sebesar 42,7 (µg/m³).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan bahwa 15 µg/m³ sebagai konsentrasi ambang batas PM2.5 dalam rata-rata 24 jam. Saat ini, konsentrasi PM2.5 di Jakarta sudah mencapai 8.5 kali dari jumlah batas yang disarankan. Jakarta sendiri berada di peringkat ke-8 sebagai kota dengan polusi tertinggi hari ini. Posisi pertama adalah Kabupaten Malang, Jawa Timur dengan 156 AQI, sudah berada di kategori tidak sehat.
Baca juga: Daftar Aplikasi yang Bisa Dipakai Untuk Memantau Kualitas Udara
Adapun data dari WHO juga menunjukkan bahwa hampir 99 persen populasi global menghirup udara yang mengandung polutan tinggi, melebih batas aman. Tentunya ini bahaya sekali untuk sistem pernapasan manusia, selain itu juga dikhawatirkan bisa menyebabkan masalah kesehatan yang lebih parah.
Pada dasarnya kualitas udara yang bersih berkaitan erat dengan iklim bumi dan ekosistem secara global. Polusi udara dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang juga menyebabkan emisi gas rumah kaca, seperti gas buang kendaraan, sektor industri, dan rumah tangga.
Mengutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan RI, polusi udara menjadi pemicu sejumlah penyakit respirasi atau penyakit terkait pernapasan manusia. Polutan yang diwaspadai adalah karbon monoksida, ozon, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida. Polusi udara, baik di luar maupun di dalam ruangan menyebabkan penyakit pernapasan dan masalah kesehatan lainnya yang sama bahayanya, bahkan mampu mengancam jiwa.
Berdasarkan data Global Burden Diseases 2019: Disease and Injuries Collaborators, terdapat lima penyakit respirasi yang jadi penyebab kematian tertinggi di dunia, yakni penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pneumonia, kanker paru, tuberkulosis, dan asma.
Data tersebut menunjukkan bahwa PPOK memiliki jumlah 209 kasus dengan 3,2 juta kematian, 6.300 kasus pneumonia dengan 2,6 juta kematian, 29 kasus kanker paru dengan 1,8 juta kematian, 109 kasus tuberkulosis dengan 1,2 juta kematian, dan 477 kasus asma dengan 455.000 kematian.
Sementara di Indonesia sendiri, 145 kasus PPOK dengan 78.300 kematian, 18 kasus kanker paru dengan 28.600 kematian, 5.900 kasus pneumonia dengan 52.500 kematian, dan 504 kasus asma dengan 27.600 kematian.
Berdasarkan data aplikasi Nafas, disebutkan angka polusi udara di wilayah Jakarta Pusat berada di level 114 AQI dan konsentrasi PM 2,5 sebesar 49 (µg/m³) di luar ruangan dan 44 (µg/m³) di dalam ruangan. Ini menjunjukkan bahwa polutan yang tinggi di dalam ruangan juga sama bahayanya dengan polusi di ruang terbuka.
Mengutip dari EPA (Environmental Protection Agency), Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat menyebutkan bahwa polusi dalam ruangan yang melepaskan gas atau partikel ke udara merupakan penyebab utama buruknya kualitas udara dalam ruangan.
Ventilasi yang tidak memadai dapat meningkatkan jumlah polutan dalam ruangan, karena tidak terjadi pertukaran udara dari luar ke dalam. Selain itu, suhu dan kelembaban yang tinggi juga dapat meningkatkan konsentrasi sejumlah polutan dlaam rumah.
Pada dasarnya ada banyak sumber polutan dalam ruangan, mulai dari rokok, gas dan kompor, debu karpet dan furnitur kayu, AC, pengharum ruangan, produk pembersih lantai dan detergen, terutama yang mengandung amonia dan klorin, cat dinding, dan pembakaran sampah.
Polusi udara dalam ruangan bisa menyebabkan sejumlah penyakit jangka pendek seperti flu atau iritasi mata dan tenggorokan. Sayangnya, seringkali kita sulit membedakan apakah gejala tersebut disebabkan oleh paparan polusi udara dalam ruangan atau hal lainnya.
Adapun untuk dampak kesehatan dalam jangka panjang bisa menyebabkan gangguan saluran pernafasan, penyakit jantung, kanker, gangguan reproduksi dan hipertensi atau tekanan darah tinggi. Kondisi ini bisa terjadi setelah terpapar dalam periode lama dan berulang-ulang.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan bahwa 15 µg/m³ sebagai konsentrasi ambang batas PM2.5 dalam rata-rata 24 jam. Saat ini, konsentrasi PM2.5 di Jakarta sudah mencapai 8.5 kali dari jumlah batas yang disarankan. Jakarta sendiri berada di peringkat ke-8 sebagai kota dengan polusi tertinggi hari ini. Posisi pertama adalah Kabupaten Malang, Jawa Timur dengan 156 AQI, sudah berada di kategori tidak sehat.
Baca juga: Daftar Aplikasi yang Bisa Dipakai Untuk Memantau Kualitas Udara
Adapun data dari WHO juga menunjukkan bahwa hampir 99 persen populasi global menghirup udara yang mengandung polutan tinggi, melebih batas aman. Tentunya ini bahaya sekali untuk sistem pernapasan manusia, selain itu juga dikhawatirkan bisa menyebabkan masalah kesehatan yang lebih parah.
Pada dasarnya kualitas udara yang bersih berkaitan erat dengan iklim bumi dan ekosistem secara global. Polusi udara dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang juga menyebabkan emisi gas rumah kaca, seperti gas buang kendaraan, sektor industri, dan rumah tangga.
Mengutip dari laman resmi Kementerian Kesehatan RI, polusi udara menjadi pemicu sejumlah penyakit respirasi atau penyakit terkait pernapasan manusia. Polutan yang diwaspadai adalah karbon monoksida, ozon, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida. Polusi udara, baik di luar maupun di dalam ruangan menyebabkan penyakit pernapasan dan masalah kesehatan lainnya yang sama bahayanya, bahkan mampu mengancam jiwa.
Ilustrasi polusi udara. (Sumber foto: Pexels/Pixabay)
Data tersebut menunjukkan bahwa PPOK memiliki jumlah 209 kasus dengan 3,2 juta kematian, 6.300 kasus pneumonia dengan 2,6 juta kematian, 29 kasus kanker paru dengan 1,8 juta kematian, 109 kasus tuberkulosis dengan 1,2 juta kematian, dan 477 kasus asma dengan 455.000 kematian.
Sementara di Indonesia sendiri, 145 kasus PPOK dengan 78.300 kematian, 18 kasus kanker paru dengan 28.600 kematian, 5.900 kasus pneumonia dengan 52.500 kematian, dan 504 kasus asma dengan 27.600 kematian.
Berdasarkan data aplikasi Nafas, disebutkan angka polusi udara di wilayah Jakarta Pusat berada di level 114 AQI dan konsentrasi PM 2,5 sebesar 49 (µg/m³) di luar ruangan dan 44 (µg/m³) di dalam ruangan. Ini menjunjukkan bahwa polutan yang tinggi di dalam ruangan juga sama bahayanya dengan polusi di ruang terbuka.
Mengutip dari EPA (Environmental Protection Agency), Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat menyebutkan bahwa polusi dalam ruangan yang melepaskan gas atau partikel ke udara merupakan penyebab utama buruknya kualitas udara dalam ruangan.
Ventilasi yang tidak memadai dapat meningkatkan jumlah polutan dalam ruangan, karena tidak terjadi pertukaran udara dari luar ke dalam. Selain itu, suhu dan kelembaban yang tinggi juga dapat meningkatkan konsentrasi sejumlah polutan dlaam rumah.
Pada dasarnya ada banyak sumber polutan dalam ruangan, mulai dari rokok, gas dan kompor, debu karpet dan furnitur kayu, AC, pengharum ruangan, produk pembersih lantai dan detergen, terutama yang mengandung amonia dan klorin, cat dinding, dan pembakaran sampah.
Polusi udara dalam ruangan bisa menyebabkan sejumlah penyakit jangka pendek seperti flu atau iritasi mata dan tenggorokan. Sayangnya, seringkali kita sulit membedakan apakah gejala tersebut disebabkan oleh paparan polusi udara dalam ruangan atau hal lainnya.
Adapun untuk dampak kesehatan dalam jangka panjang bisa menyebabkan gangguan saluran pernafasan, penyakit jantung, kanker, gangguan reproduksi dan hipertensi atau tekanan darah tinggi. Kondisi ini bisa terjadi setelah terpapar dalam periode lama dan berulang-ulang.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.