Ilustrasi laboratorium (Sumber foto: Unsplash/Louis Reed)

Mengenal LDCT, Metode Skrining Kanker Paru Berbasis Kecerdasan Buatan

23 August 2023   |   20:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Metode skrining kanker paru terus mengalami kemajuan. Saat ini metode Low Dose Computed Tomography atau LDCT jadi salah satu yang banyak dipakai negara di dunia, karena dinilai lebih efektif. Alat tersebut bisa membantu mendeteksi kanker paru lebih dini dan cepat.

Direktur Eksekutif Research of Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO) Elisna Syahruddin mengatakan bahwa keefektifan metode LCDT sudah dicoba di beberapa negara, termasuk Amerika Serikat.

Baca juga: Kanker Paru di Indonesia Mulai Sentuh Usia Produktif, Rokok & Kualitas Udara Buruk Jadi Biang Keladinya

Uji klinis di Amerika Serikat yang melibatkan lebih dari 50.000 peserta telah menunjukkan penurunan relatif 20 persen dalam kematian akibat kanker paru. Setelah diberlakukan skrining LCDT, angkanya cenderung menurun hingga 247 kematian per 100.000 orang per tahun.

Hal ini berbanding terbalik dengan metode skrining sinar-X dada. Pada metode yang lama ini, angka kematiannya masih di angka 309 kematian per 100.000 orang per tahun. Saat ini, para ahli juga mendorong peralihan dari sinar-X dada yang tradisional ke prosedur yang lebih cangguh LDCT.

Dengan alat tomografi komputer berdosis rendah, alat ini sudah mampu menghasilkan serangkaian gambar dan dapat membantu mendeteksi kelainan paru-paru, termasuk tumor.

“Salah satu faktor tingginya angka kematian adalah karena sebagian penyakitnya didiagnosis saat sudah stadium lanjut. Oleh karena itu, perlu ada terapi yang lebih cepat dan tepat,” ungkap Elisna dalam Konsensus Skrining Kanker Paru Nasional di Jakarta, Rabu (23/8).
 

Ilustrasi kanker paru (Sumber gambar: Unsplash/Robina Weermeijer)

Ilustrasi kanker paru (Sumber gambar: Unsplash/Robina Weermeijer)

Dengan teknologi baru ini, skrining kanker juga bisa melibatkan kecerdasan buatan agar deteksinya lebih akurat. Penggunaan algorima komputer dan teknik pembelajaran mesin untuk menganalisis data gambar medisnya bisa terus berkembang setiap waktu.

Dengan demikian, algoritma yang dibangun tersebut pada akhirnya bisa membantu dalam mendeteksi nodul paru-paru, lesi, atau pola yang mencurigakan yang dapat mengidentifikasikan keberadaan kanker paru pada populasi tinggi risiko.

“Algoritma kecerdasan ini bisa dilatih untuk mendeteksi dan menyoroti nodul atau lesi paru dalam gambar medis. Mereka dapat membantu radiologis dalam mengidentifikasi pertumbuhan yang berpotensi pada kanker tahap awal,” imbuhnya.

Menurut Elisna, salah satu cara yang bisa diupayakan dalam menekan angka kematian ialah dengan mengetahui penyakitnya lebih dini. Ini hanya bisa terjadi jika skrining dilakukan dengan masif dan tepat. Dengan deteksi awal, proses penyembuhan juga akan lebih mudah.

Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Eva Susanti mengatakan pihaknya mengapresiasi upaya YKI, AstraZeneca, PDPI, dan IASTO yang mendorong peningkatan program deteksi dini melalui Konsensus Skrining Kanker Paru Nasional.

Menurutnya, saat ini memang ada beberapa hal penting yang harus dilakukan bersama. Misalnya, soal fokus identifikasi populasi berisiko tinggi melalui adopsi kuesinoner yang tepat. Kemudian, juga eksplorasi potensi penggunaan teknologi inovatif seperti CT scan berdosis rendah dan kecerdasan buatan.

Skema-skema tersebut dinilainya bisa membantu identifikasi pertumbuhan potensi kanker sejak pada tahap awal. Dengan demikian, deteksinya akan lebih efektif dan pada akhirnya pengobatannya bisa lebih maksimal.

Baca juga: Waspadai Kanker Prostat dan Dampaknya Bagi Fungsi Seksual Pria

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

3 Cara Membuat Kulit Tetap Sehat Saat Polusi Tinggi

BERIKUTNYA

Menengok Kecanggihan AI Image Generator yang Kian Banyak Diminati

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: