Ramai-ramai Artis Nyaleg di Pemilu 2024, Jadi Cara 'Instan' untuk Rebut Suara?
21 August 2023 |
21:03 WIB
Belum lama ini, Ritchie Ismail atau yang lebih dikenal Jeje Govinda dan Nisya Saadia Ifat Ahmad mengumumkan resmi bergabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN). Dua artis itu masing-masing maju sebagai calon legislatif (caleg) DPR RI daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat dan caleg DPR tingkat provinsi di Jawa Barat.
Mereka menyusul rekan-rekan sesama artis yang telah lebih dulu bergabung dengan partai berlogo matahari putih itu seperti Pasha Ungu, Uya Kuya, Desy Ratnasari, Eko Patrio, dan Verrel Bramasta. Bahkan, banyaknya artis yang bergabung dengan PAN memunculkan seloroh bahwa PAN adalah singkatan dari Partai Artis Nasional.
Baca juga: Begini Kesan Para Artis Saat Jajal LRT Bareng Presiden Jokowi
Ya, menuju Pemilihan Umum (Pemilu) pada 14 Februari 2024 mendatang, sejumlah partai politik (parpol) memang berusaha merebut hati masyarakat dengan sejumlah strategi, salah satunya adalah dengan mengusung artis maupun figur terkenal Tanah Air untuk menjadi caleg.
Bergabungnya sejumlah artis dan figur publik terkenal ke dalam parpol dimaksudkan untuk membantu mereka meraup banyak suara pada pemilu legislatif baik tingkat daerah maupun nasional. Dengan anggapan, masyarakat akan lebih memilih figur dan mencoblos nama-nama yang memang sudah familier.
Menganggapi hal ini, Peneliti Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiarti menilai sebenarnya sah-sah saja jika sejumlah artis ramai-ramai maju sebagai caleg dalam Pemilu. Sebab, sama seperti masyarakat lain, kalangan pekerja seni seperti artis juga memiliki kesempatan dan hak konstitusional yang sama untuk maju sebagai caleg.
Hanya saja, majunya sejumlah artis sebagai caleg kerap dikritisi oleh sejumlah kalangan karena hanya dianggap menjadikan hal itu sebagai cara instan untuk merebut suara dari masyarakat. Anggapan itu muncul karena para artis ini diusung oleh parpol secara instan dan kerap kali tidak melalui proses kaderisasi terlebih dahulu.
Pasalnya, Aisah menuturkan proses rekrutmen dan kaderisasi anggota baru parpol membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, tak heran jika sejumlah parpol seperti mengambil jalan pintas untuk merekrut anggota baru dari kalangan artis dan figur-figur terkenal.
"Sebenarnya sah-sah saja mereka bergabung ke partai atau maju sebagai caleg, tapi kemudian yang menjadi pertanyaan apakah mereka punya kapabilitas dan pengetahuan tentang politik yang cukup," katanya saat dihubungi Hypeabis.id, Senin (21/8/2023).
Aisah menuturkan sebagai sebuah organisasi, partai sudah seharusnya memiliki sistem rekrutmen dan kaderisasi yang dijalankan secara serius. Menurutnya, sebuah partai tidak salah jika ingin merekrut artis dan tokoh populer sebagai akder mereka selama partai merekrut dan menyiapkan seluruh anggota barunya dengan serius sebelum dicalonkan menjadi anggota dewan.
Terlebih bagi artis yang memang sehari-hari tidak terjun langsung ke dalam urusan partai ataupun aktif berkegiatan dalam organisasi politik. Kaderisasi dan pembelajaran seputar internal partai menjadi sangat penting untuk bekal mereka baik sebagai anggota partai maupun pribadi yang memang ingin berkarier di jalan politik.
Di samping itu, Aisah juga berpendapat tak jarang sejumlah artis bahkan langsung diusung menjadi caleg di tingkat nasional sebagai DPR RI. Mengenai hal itu, dia menilai seharusnya para artis ini juga perlu mengasah kapabilitas mereka terlebih dahulu dari level yang bawah misalnya mencalonkan diri sebagai DPRD.
"Kaderisasi itu seharusnya bisa dilakukan dan dipersiapkan bahkan 5 tahun sebelum momen Pemilu datang. Karena kaderisasi itu tidak ada periode tertentu dan bisa dilakukan kapan saja dan dalam jangka waktu tak terbatas," imbuhnya.
Dia juga menambahkan bahwa kaderisasi dan pencalonan berjenjang masih terbilang jarang dilakukan oleh parpol. Sebaliknya, tak sedikit parpol yang justru merekrut pesohor untuk langsung dicalonkan menjadi caleg di DPR RI. Padahal, paparnya, sistem proporsional terbuka sudah berlangsung lebih dari satu dekade.
Meski begitu, menurutnya, parpol seakan tak belajar dan kerap merekrut artis hanya untuk jadi cara instan meraup suara pemilih. “Persoalan pencalonan kader instan ini seharusnya tidak lagi jadi soal kalau partai benar-benar belajar dari proses politik setelah lebih dari satu dekade pemilu langsung diterapkan,” jelasnya.
Baca juga: Banyak Merek Lokal Gaet Artis Korea, Ini Pentingnya Duta Merek dalam Promosi
Aisah juga menilai bahwa strategi menggaet artis dan tokoh populer masih menjadi cara ampuh bagi parpol untuk merebut suara masyarakat. Sekalipun sang artis tidak terpilih menjadi anggota legislatif, lanjutnya, suara yang didapat dari masyarakat yang memilih figur-figur terkenal itu turut memberikan suara sehingga menguatkan posisi parpol di kontestasi politik.
Mereka menyusul rekan-rekan sesama artis yang telah lebih dulu bergabung dengan partai berlogo matahari putih itu seperti Pasha Ungu, Uya Kuya, Desy Ratnasari, Eko Patrio, dan Verrel Bramasta. Bahkan, banyaknya artis yang bergabung dengan PAN memunculkan seloroh bahwa PAN adalah singkatan dari Partai Artis Nasional.
Baca juga: Begini Kesan Para Artis Saat Jajal LRT Bareng Presiden Jokowi
Ya, menuju Pemilihan Umum (Pemilu) pada 14 Februari 2024 mendatang, sejumlah partai politik (parpol) memang berusaha merebut hati masyarakat dengan sejumlah strategi, salah satunya adalah dengan mengusung artis maupun figur terkenal Tanah Air untuk menjadi caleg.
Bergabungnya sejumlah artis dan figur publik terkenal ke dalam parpol dimaksudkan untuk membantu mereka meraup banyak suara pada pemilu legislatif baik tingkat daerah maupun nasional. Dengan anggapan, masyarakat akan lebih memilih figur dan mencoblos nama-nama yang memang sudah familier.
Menganggapi hal ini, Peneliti Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiarti menilai sebenarnya sah-sah saja jika sejumlah artis ramai-ramai maju sebagai caleg dalam Pemilu. Sebab, sama seperti masyarakat lain, kalangan pekerja seni seperti artis juga memiliki kesempatan dan hak konstitusional yang sama untuk maju sebagai caleg.
Hanya saja, majunya sejumlah artis sebagai caleg kerap dikritisi oleh sejumlah kalangan karena hanya dianggap menjadikan hal itu sebagai cara instan untuk merebut suara dari masyarakat. Anggapan itu muncul karena para artis ini diusung oleh parpol secara instan dan kerap kali tidak melalui proses kaderisasi terlebih dahulu.
Pasalnya, Aisah menuturkan proses rekrutmen dan kaderisasi anggota baru parpol membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, tak heran jika sejumlah parpol seperti mengambil jalan pintas untuk merekrut anggota baru dari kalangan artis dan figur-figur terkenal.
"Sebenarnya sah-sah saja mereka bergabung ke partai atau maju sebagai caleg, tapi kemudian yang menjadi pertanyaan apakah mereka punya kapabilitas dan pengetahuan tentang politik yang cukup," katanya saat dihubungi Hypeabis.id, Senin (21/8/2023).
Aisah menuturkan sebagai sebuah organisasi, partai sudah seharusnya memiliki sistem rekrutmen dan kaderisasi yang dijalankan secara serius. Menurutnya, sebuah partai tidak salah jika ingin merekrut artis dan tokoh populer sebagai akder mereka selama partai merekrut dan menyiapkan seluruh anggota barunya dengan serius sebelum dicalonkan menjadi anggota dewan.
Terlebih bagi artis yang memang sehari-hari tidak terjun langsung ke dalam urusan partai ataupun aktif berkegiatan dalam organisasi politik. Kaderisasi dan pembelajaran seputar internal partai menjadi sangat penting untuk bekal mereka baik sebagai anggota partai maupun pribadi yang memang ingin berkarier di jalan politik.
Di samping itu, Aisah juga berpendapat tak jarang sejumlah artis bahkan langsung diusung menjadi caleg di tingkat nasional sebagai DPR RI. Mengenai hal itu, dia menilai seharusnya para artis ini juga perlu mengasah kapabilitas mereka terlebih dahulu dari level yang bawah misalnya mencalonkan diri sebagai DPRD.
"Kaderisasi itu seharusnya bisa dilakukan dan dipersiapkan bahkan 5 tahun sebelum momen Pemilu datang. Karena kaderisasi itu tidak ada periode tertentu dan bisa dilakukan kapan saja dan dalam jangka waktu tak terbatas," imbuhnya.
Dia juga menambahkan bahwa kaderisasi dan pencalonan berjenjang masih terbilang jarang dilakukan oleh parpol. Sebaliknya, tak sedikit parpol yang justru merekrut pesohor untuk langsung dicalonkan menjadi caleg di DPR RI. Padahal, paparnya, sistem proporsional terbuka sudah berlangsung lebih dari satu dekade.
Meski begitu, menurutnya, parpol seakan tak belajar dan kerap merekrut artis hanya untuk jadi cara instan meraup suara pemilih. “Persoalan pencalonan kader instan ini seharusnya tidak lagi jadi soal kalau partai benar-benar belajar dari proses politik setelah lebih dari satu dekade pemilu langsung diterapkan,” jelasnya.
Baca juga: Banyak Merek Lokal Gaet Artis Korea, Ini Pentingnya Duta Merek dalam Promosi
Aisah juga menilai bahwa strategi menggaet artis dan tokoh populer masih menjadi cara ampuh bagi parpol untuk merebut suara masyarakat. Sekalipun sang artis tidak terpilih menjadi anggota legislatif, lanjutnya, suara yang didapat dari masyarakat yang memilih figur-figur terkenal itu turut memberikan suara sehingga menguatkan posisi parpol di kontestasi politik.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.