Ilustrasi sapi (Sumber gambar: Vinicius Pontes/Pexels)

Berikut Sejumlah Tantangan yang Dihadapi Bisnis Peternakan Sapi & Kerbau

17 August 2023   |   18:51 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Daging sapi dan kerbau potong merupakan sumber utama protein hewani di samping unggas bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun, angka konsumsi daging sapi dan kerbau di Indonesia cenderung fluktuatif selama lima tahun terakhir.

Menurut laporan Outlook Komoditas Peternakan Daging Sapi yang dirilis oleh Kementerian Pertanian pada akhir 2022 menyebutkan perkembangan konsumsi setara daging sapi per kapita masyarakat Indonesia dari 2018 hingga 2022 berfluktuasi tetapi cenderung naik rata-rata sebesar 1,64 persen per tahun.

Pada periode ini, puncak konsumsi tertinggi terjadi pada tahun 2022 yang naik sebesar 6,50 persen, yaitu dari 2,46 kg/kap/tahun pada 2021 menjadi 2,62 kg/kap/tahun pada 2022. Di sisi lain, populasi dan produksi sapi potong di Tanah Air meningkat dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.

Data Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2021 mencatat bahwa populasi sapi potong di Indonesia saat ini mencapai 17,97 juta ekor. Angka ini meningkat sekitar 2,79 persen dari populasi tahun 2020 sebanyak 17,48 juta ekor. Sementara pada 2022, berdasarkan angka sementara diperkirakan populasi sapi potong akan mencapai 18,61 juta ekor atau meningkat 3,52 persen.

Sementara itu, perkembangan produksi daging sapi nasional selama lima tahun terakhir cenderung masih terjadi peningkatan yaitu rata-rata naik sebesar 0,69 persen per tahun. Namun, di samping itu, industri peternakan sapi dan kerbau juga masih dibayangi oleh sejumlah permasalahan yang membutuhkan kolaborasi antara pengusaha dan pemerintah untuk menanganinya.

Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro mengatakan industri peternakan sapi dan kerbau saat ini mengalami kondisi yang cukup menantang. Pasalnya, harga daging sapi dan kerbau di pasaran saat ini masih belum pada kondisi yang ideal.

Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, mulai dari proses perbaikan kondisi peternakan pasca wabah penyakit mulut kulit (PMK) hingga persaingan harga dengan daging kerbau impor asal India. Selain itu, daya beli masyarakat juga dinilai belum sepenuhnya pulih efek dari pandemi.

Nanang menjelaskan wabah PMK pada ternak yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia pada pertengahan 2022 lalu menyebabkan sejumlah persoalan pada sapi ternak, mulai dari penurunan bobot yang sampai 10 kilogram hingga banyaknya sapi yang dipotong paksa dan dijual dengan harga yang sangat murah.

Hal ini pun akhirnya membuat harga sapi ternak sapi menurun hingga 10 persen per kilogram, dari harga Rp55.000 per kilogram menjadi Rp48.000-Rp49.000 per kilogram.

Belum lagi, para pengusaha ternak juga harus menghadapi persaingan harga dengan daging kerbau yang diimpor dari India yang cenderung dijual lebih murah. Saat ini, harga daging kerbau India di pasaran dibanderol Rp80.000 per kilogram sementara para peternak sapi lokal menjual dengan harga Rp120.000 per kilogram.

Baca juga: Waspadai Risiko Penularan Antraks dari Hewan Ternak Sapi, Kambing, dan Domba

Padahal, secara perhitungan bisnis, harga daging sapi seharusnya dijual seharga Rp130.000-Rp145.000/kilogram. Berbeda dengan harga daging sapi impor dari Brazil, Australia, dan Selandia Baru, yang masih cukup bersaing dengan sapi lokal.

"Sampai detik ini, harga [sapi] yang kemarin turun itu belum kembali normal. Harapannya menjelang Idulfitri ini paling tidak [harganya] bisa kembali seperti ketika sebelum PMK," katanya saat diwawancarai Hypeabis.id.
 

Ilustrasi daging sapi (Sumber gambar: Mali Maider/Pexels)

Ilustrasi daging sapi (Sumber gambar: Mali Maider/Pexels)
 

Kendalikan Impor Daging

Kendati demikian, Nanang menuturkan bahwa permintaan sapi potong saat ini mulai meningkat sejak awal Maret tahun ini. Jika sebelumnya peternak rata-rata menjual sapi potong sebanyak 40 ekor per hari, saat ini sudah bisa menjual hingga 50 ekor per hari atau mengalami kenaikan sebesar 20 persen.

Dia tidak memungkiri bahwa produksi peternakan sapi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan daging di dalam negeri. Secara angka, kebutuhan daging sapi nasional mencapai sekitar 700.000 ton, sedangkan produksi sapi lokal baru mencapai sekitar 400.000 ton. Hal inilah yang membuat pemerintah impor daging kerbau dari India.

Akan tetapi, para peternak meminta kepada pemerintah agar jumlah impor daging kerbau bisa lebih terkendali agar tidak mengganggu jalannya bisnis sapi lokal dalam negeri. Pasalnya, menurut catatan PPSKI, secara persentase, sapi lokal kini hanya menyumbang sebesar 50 persen dari kebutuhan nasional dari yang sebelumnya mencapai 68 persen.

Menurut Nanang, jika kondisi ini terus dibiarkan, posisi pengusaha peternak sapi lokal tingkat kecil hingga menengah yang jumlahnya ditaksir sekitar 5 juta orang ini akan semakin terancam. Bukan tidak mungkin, katanya, jumlah peternak lokal di Indonesia akan terus berkurang seperti yang terjadi di Malaysia dan Filipina selama negara tidak segera mengambil tindakan untuk melindungi peternak dalam negeri.

Diakui olehnya secara teori, daging kerbau impor asal India memang aman untuk dikonsumsi karena telah melalui proses pemisahan daging dan tulang hingga pembekuan. "Yang jadi masalah, di dalam proses packaging dan transportasi, itu kira-kira ada enggak kemungkinan terkontaminasi. Ini sebenarnya yang sangat kami khawatirkan," terangnya.
 

Harga Pakan Naik

Di tengah harga sapi yang anjlok di pasaran, peternak justru tengah menghadapi harga pakan ternak seperti biji gandum impor dari Ukraina yang tinggi dampak konflik perang negara tersebut dengan Rusia yang masih berlangsung hingga saat ini.

"Kami minta dari pemerintah ketika harga terjadi sedikit kenaikan, janganlah buru-buru diintervensi dan membanjiri pasar dengan daging kerbau India. Biarkanlah harga daging itu berada pada keekonomisan para peternak melakukan usaha," tegas Nanang.

Baca juga: Nikmatnya Beragam Olahan Daging Domba Australia di Noesaka, Ada Sate, Sop, dan Gulai

Selain itu, masalah lain yang dihadapi para peternak adalah terkait pembibitan. Untuk menghasilkan seekor anak sapi, dibutuhkan waktu sekitar 2 tahun mulai dari pembuntingan, bunting, hingga proses menyusui yang menghabiskan biaya sekitar Rp6,2 juta. Sementara, di pasaran, harga anak sapi di bawah angka tersebut.

Oleh karena itu, dibutuhkan juga insentif dari pemerintah untuk kelahiran anak sapi. Para peternak yang sapi ternaknya mengalami kelahiran diberikan insentif untuk membantu menurunkan harga pokok. "Dengan cara seperti ini, peternak akan bergairah untuk memelihara sapi indukan," ujar Nanang.

Editor: MR Purboyo

SEBELUMNYA

Pameran Marwah Digelar di Pos Bloc Jakarta, Hadirkan 78 Karya Perempuan Perupa Indonesia

BERIKUTNYA

Intip Makna Baju Erick Thohir yang Bikin Penasaran Menteri Basuki

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: