Hypereport Kemerdekaan: Pengabdian Sepanjang Hayat Tan Tjeng Bok untuk Seni Pertunjukan Indonesia
17 August 2023 |
16:00 WIB
Tan Tjeng Bok alias Si Item dikenal sebagai seniman panggung populer setelah bergabung dalam kelompok sandiwara Dardanella. Sepanjang hidupnya, Tan mengabdikan diri kepada seni pertunjukkan, dari panggung ke panggung hingga tambil di layar lebar hingga menjadi aktor terkenal. Namun, semuanya bermula dari Dardanella.
Bersama Andjar Asmara, Astaman, Ferry Kok, Miss Dja, dan Miss Riboet II, Tan Tjeng Bok dijuluki Java's Big Five atau Dardanella's Big Five yang merupakan tokoh-tokoh penggerak kelompok sandiwara tersebut.
Baca juga: Hypereport: Eksplorasi Sandiwara Dardanella Lahirkan Teater Modern Indonesia
Tan Tjeng Bok dilahirkan pada tahun 1899 di Jembatan Lima, Batavia, dari orang tua dengan latar belakang yang berbeda. Ayahnya beretnis Tionghoa bernama Tan Soen Tjiang dan ibu yang berasal dari suku Betawi yang bernama Darsih.
Tumbuh dewasa, Tan Tjeng Bok tidak pernah menyelesaikan pendidikannya. Kegagalan ini diyakini disebabkan oleh perilakunya yang nakal dan keras kepala, yang sering disebut sebagai Banpwee, sehingga akhirnya ayahnya memutuskan untuk menghentikannya dari sekolah.
Memulai karier sebagai penyanyi pada usia 12 tahun di kota Bandung, Tan Tjeng Bok merasakan daya tarik alunan musik orkes keroncong. Dia pun bergabung dengan kelompok orkes Hoetfischer yang dipimpin oleh Gobang dan melakukan perjalanan keliling Jawa.
Dengan membawakan lagu keroncong Mauritsco, namanya pun mulai dikenal. Namun, ketika tiba di Bangil, dia beralih ke kelompok sandiwara Dardanella yang dikomandoi oleh Piedro atau Pyotr Litmonov, seorang keturunan Rusia.
Tan Tjeng Bok terus melakukan perjalanan dari Sabang hingga Merauke bersama Dardanella. Oleh Piedro, Tan kerap diberikan peran utama mulai dari Jin dalam cerita Raja Jin serta Romeo dalam sandiwara Romeo dan Juliet. Selain itu, dia juga memerankan Zorro dalam Mark of Zorro, sehingga membuatnya dijuluki Douglas Fairbanks van Java oleh para penggemarnya
Kala itu para seniman panggung seperti Tan Tjeng Bok dan Dewi Dja mampu memberi nyawa pada setiap pementasan Dardanella sehingga membuatnya terkenal sampai mancanegara.
Pada awal 1940-an, pertunjukan Dardanella berakhir, dan Tjeng Bok kemudian ikut serta dalam kelompok sandiwara keliling lainnya seperti Orpheus yang dipimpin oleh Manoch dan juga Star yang dipimpin oleh Afiat.
Sayangnya, tidak ada satu pun dari kelompok-kelompok tersebut yang berhasil mencapai kesuksesan sebagaimana Dardanella. Pada masa kejayannya Dardanella telah menghasilkan komersialisasi yang luar biasa. Mereka punya standar untuk meraup 1.000 gulden dalam satu hari pementasan.
Terlebih dengan dukungan manajerial dan tata kelola pemain, naskah, dan artistik panggung yang baik menjadikan kelompok teater ini berada di kelas yang berbeda dengan pesaingnya dulu dan sekarang.
Di samping itu, salah satu keunikan para seniman panggung Dardanella adalah pembawaanya yang hidup dalam setiap karakter yang diperankannya. Seperti yang diketahui kelompok teater ini identik dengan komedi satir, berupa lawakan yang diselingi sindiran untuk kaum penguasa.
Menurut Wakil Ketua Perkumpulan Nasional Teater Indonesia (Penastri), S. Metron Masdison, inilah yang kemudian menciptakan perbedaan besar antara teater zaman dulu dan sekarang. Saat itu masyarakat dalam kondisi tertekan di bawah penjajahan, mereka punya tujuan yang sama untuk menggelorakan semangat nasionalisme. Sehingga lahirlah cerita-cerita perjuangan yang dipentaskan oleh kelompok teater.
“Sekarang karena sudah bebas (dari penjajah) kita enggak tahu arahnya kemana, problemnya kita tidak punya satu tema yang bisa menjelaskan situasi Indonesia saat ini,” kata Metron.
Padahal situasi tersebutlah yang bisa melahirkan para seniman panggung cemerlang seperti Tan Tjeng Bok dan Dewi Dja yang menjadi primadona Dardanella.
Setelah melakoni banyak sandiwara panggung, Tan Tjeng Bok masuk babak baru ke industri perfilman. Tepatnya menjelang menjelang Kekaisaran Jepang datang ke Hindia Belanda, di Batavia berdiri perusahaan Java Industri Film (JIF) milik The Theng Tjoen.
Tan membintangi banyak film yang disutradarai oleh Tan Tjoei Hock, mulai dari Melarat Tapi Sehat dan Si Bongkok dari Borobudur. Dia juga sempat beradu peran dengan aktris Sofia WD dalam film Si Gomar, Singa Laoet, Srigala Item, dan Tengkorak Hidoep.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Bersama Andjar Asmara, Astaman, Ferry Kok, Miss Dja, dan Miss Riboet II, Tan Tjeng Bok dijuluki Java's Big Five atau Dardanella's Big Five yang merupakan tokoh-tokoh penggerak kelompok sandiwara tersebut.
Baca juga: Hypereport: Eksplorasi Sandiwara Dardanella Lahirkan Teater Modern Indonesia
Tan Tjeng Bok dilahirkan pada tahun 1899 di Jembatan Lima, Batavia, dari orang tua dengan latar belakang yang berbeda. Ayahnya beretnis Tionghoa bernama Tan Soen Tjiang dan ibu yang berasal dari suku Betawi yang bernama Darsih.
Tumbuh dewasa, Tan Tjeng Bok tidak pernah menyelesaikan pendidikannya. Kegagalan ini diyakini disebabkan oleh perilakunya yang nakal dan keras kepala, yang sering disebut sebagai Banpwee, sehingga akhirnya ayahnya memutuskan untuk menghentikannya dari sekolah.
Memulai karier sebagai penyanyi pada usia 12 tahun di kota Bandung, Tan Tjeng Bok merasakan daya tarik alunan musik orkes keroncong. Dia pun bergabung dengan kelompok orkes Hoetfischer yang dipimpin oleh Gobang dan melakukan perjalanan keliling Jawa.
Dengan membawakan lagu keroncong Mauritsco, namanya pun mulai dikenal. Namun, ketika tiba di Bangil, dia beralih ke kelompok sandiwara Dardanella yang dikomandoi oleh Piedro atau Pyotr Litmonov, seorang keturunan Rusia.
Tan Tjeng Bok terus melakukan perjalanan dari Sabang hingga Merauke bersama Dardanella. Oleh Piedro, Tan kerap diberikan peran utama mulai dari Jin dalam cerita Raja Jin serta Romeo dalam sandiwara Romeo dan Juliet. Selain itu, dia juga memerankan Zorro dalam Mark of Zorro, sehingga membuatnya dijuluki Douglas Fairbanks van Java oleh para penggemarnya
Kala itu para seniman panggung seperti Tan Tjeng Bok dan Dewi Dja mampu memberi nyawa pada setiap pementasan Dardanella sehingga membuatnya terkenal sampai mancanegara.
Pada awal 1940-an, pertunjukan Dardanella berakhir, dan Tjeng Bok kemudian ikut serta dalam kelompok sandiwara keliling lainnya seperti Orpheus yang dipimpin oleh Manoch dan juga Star yang dipimpin oleh Afiat.
Sayangnya, tidak ada satu pun dari kelompok-kelompok tersebut yang berhasil mencapai kesuksesan sebagaimana Dardanella. Pada masa kejayannya Dardanella telah menghasilkan komersialisasi yang luar biasa. Mereka punya standar untuk meraup 1.000 gulden dalam satu hari pementasan.
Terlebih dengan dukungan manajerial dan tata kelola pemain, naskah, dan artistik panggung yang baik menjadikan kelompok teater ini berada di kelas yang berbeda dengan pesaingnya dulu dan sekarang.
Di samping itu, salah satu keunikan para seniman panggung Dardanella adalah pembawaanya yang hidup dalam setiap karakter yang diperankannya. Seperti yang diketahui kelompok teater ini identik dengan komedi satir, berupa lawakan yang diselingi sindiran untuk kaum penguasa.
Turino Djunaidy, Tina Melinda, Marlia Hardy, dan Tan Tjeng Bok di film Rela (1954). (Sumber foto: Wikimedia Commons)
“Sekarang karena sudah bebas (dari penjajah) kita enggak tahu arahnya kemana, problemnya kita tidak punya satu tema yang bisa menjelaskan situasi Indonesia saat ini,” kata Metron.
Padahal situasi tersebutlah yang bisa melahirkan para seniman panggung cemerlang seperti Tan Tjeng Bok dan Dewi Dja yang menjadi primadona Dardanella.
Setelah melakoni banyak sandiwara panggung, Tan Tjeng Bok masuk babak baru ke industri perfilman. Tepatnya menjelang menjelang Kekaisaran Jepang datang ke Hindia Belanda, di Batavia berdiri perusahaan Java Industri Film (JIF) milik The Theng Tjoen.
Tan membintangi banyak film yang disutradarai oleh Tan Tjoei Hock, mulai dari Melarat Tapi Sehat dan Si Bongkok dari Borobudur. Dia juga sempat beradu peran dengan aktris Sofia WD dalam film Si Gomar, Singa Laoet, Srigala Item, dan Tengkorak Hidoep.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.