Sejarah Hari Pramuka Nasional yang Diperingati Setiap 14 Agustus
14 August 2023 |
08:24 WIB
Setiap 14 Agustus, Indonesia merayakan Hari Pramuka Nasional untuk memperingati lahirnya Gerakan Pramuka di Indonesia. Gerakan Pramuka, sebagai organisasi kepanduan nasional, memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan kepribadian generasi muda Indonesia.
Melalui kegiatan-kegiatan pendidikan nonformal yang dikembangkan, Pramuka menjadi wadah untuk mengajarkan nilai-nilai moral, keterampilan, serta semangat gotong royong kepada para anggotanya.
Tahun ini, Hari Pramuka Nasional ke-62 mengangkat tema Sumber Daya Manusia yang Profesional dan Proporsional, seperti tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 068 Tahun 2023 tentang Logo 62 Tahun Gerakan Pramuka.
Baca juga: Ini 4 Serba Serbi Pramuka yang Harus Kalian Ketahui
Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan berbagai sumber lainnya, gerakan kepanduan ini sudah ada di dalam negeri sebelum Indonesia merdeka. Pada 1912 silam, pemerintah Hindia-Belanda membawa cabang gerakan ini dengan nama Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO).
Empat tahun berselang atau pada 1916, gerakan kepanduan itu mengalami perubahan nama menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereeniging (NIVP). Sementara pada tahun yang sama, Mangkunegara VII di Surakarta memprakarsai gerakan kepanduan Indonesia untuk pertama kali dengan nama Javaansche Padvinders Organisatie.
Langkah itu memicu berdirinya banyak gerakan kepanduan dari organisasi pergerakan nasional, seperti Hizbul Wathan yang didirikan Muhammadiyah dan Nationale Padvinderij yang didirikan Boedi Oetomo. Serta Sarekat Islam Afdeling Padvinderij, Nationale Islamietische Padvinderij milik Jong Islamieten Bond, yang didirikan Sarekat Islam.
Pendirian gerakan kepanduan dalam lingkup nasional ditandai dengan berdirinya Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di Bandung serta Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO) di Batavia.
Kedua organisasi tersebut mengalami peleburan menjadi satu dan memiliki nama baru sebagai gerakan kepanduan nasional, yakni Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (INPO) pada 1926.
Gerakan kepanduan yang pada awalnya dibawa oleh pemerintah Hindia-Belanda pada akhirnya membuat koloni khawatir lantaran kian populer. Kemudian, mereka melarang seluruh gerakan kepanduan bumiputera menggunakan kata padvinder. Larangan tersebut tidak menyurutkan masyarakat pada saat itu. K.H. Agus Salim pun mulai memperkenalkan kata pandu atau kepanduan untuk organisasi kepramukaan di dalam negeri sebagai pengganti kata padvinder.
Perkembangan gerakan kepanduan di dalam negeri yang berkembang dengan baik pada saat itu membuat Lord Baden-Powell sebagai bapak Pramuka Sedunia mengunjungi sejumlah organisasi di Batavia, Semarang, dan Surabaya pada awal Desember 1934.
Tiga tahun berselang atau pada 1937, para pandu yang ada di Hindia-Belanda mengikuti Jambore sedunia yang diadakan di Belanda. Sementara di dalam negeri, kegiatan perkemahan dan jamboree kepanduan juga diselenggarakan. Pada 19-23 Juli 1941 terdapat All Indonesian Jamboree atau Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem di Yogyakarta.
Saat pendudukan Jepang, organisasi kepanduan mengalami pelarangan. Setelah Jepang kalah dalam perang melawan sekutu dan Indonesia berhasil menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia berlangsung di Surakarta pada 27 – 29 Desember 1945.
Kongres tersebut menghasilkan Pandu Rakyat Indonesia yang merupakan satu-satunya organisasi kepramukaan di Indonesia. Hingga pada 1948, Belanda melancarkan agresinya di Indonesia.
Organisasi Pandu Rakyat dilarang di daerah-daerah yang dikuasi oleh mereka. Kondisi tersebut membuat kemunculan organisasi kepanduan. Dalam perkembangannya, perkumpulan ini mencapai 100 dan tergabung dalam Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo).
Pembentukan Perkindo guna mengatasi sejumlah kelemahan dari beberapa perkumpulan yang ada. Namun, minimnya kekompakan anggota yang tergabung di dalamnya menjadi kendala lain persatuan tersebut.
Pemerintah Indonesia yang menyadari pentingnya pembenahan gerakan tersebut pun mengumpulkan sejumlah tokoh organisasi kepanduan guna menyatukan seluruhnya pada 9 Maret 1961. 5 bulan kemudian atau pada 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka diresmikan.
Pada kesempatan itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX memperkenalkan istilah Pramuka yang berasal dari kata poromoko yang memiliki arti pasukan terdepan dalam perang. Namun, kata tersebut menjadi kependekan dari Praja Muda Karana. Pada saat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX juga menjadi Ketua pertama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka setelah menerima panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional selama empat periode berturut-turut, yakni dari 1961 sampai 1974. dia mendapatkan gelar sebagai Bapak Pramuka Indonesia melalui musyawarah Nasional Gerakan Pramuka pada 198 di Dili.
Tidak hanya itu, dia juga pernah menerima Bronze Wolf Award yang merupakan penghargaan tertinggi dan satu-satunya dari World Organization of the Scout Movement (WOSM). Selain itu, dia tercatat telah mendapatkan penghargaan Silver World Award dari Boy Scouts of America.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX memiliki nama Gusti Raden Mas Dorodjatun. Dia lahir di Ngayogyakarta Hadinigrat pada 12 April 1912 dan menghembuskan napas terkahir di Washington DC, Amerika Serikat, pada 2 Oktober 1988.
Dia memimpin Kasultanan Yogyakarta pada 1940 – 1988 dan menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pertama setelah Indonesia merdeka. Selain itu, Sri Sultan juga pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia pada 1973 – 1978.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Melalui kegiatan-kegiatan pendidikan nonformal yang dikembangkan, Pramuka menjadi wadah untuk mengajarkan nilai-nilai moral, keterampilan, serta semangat gotong royong kepada para anggotanya.
Tahun ini, Hari Pramuka Nasional ke-62 mengangkat tema Sumber Daya Manusia yang Profesional dan Proporsional, seperti tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Nomor 068 Tahun 2023 tentang Logo 62 Tahun Gerakan Pramuka.
Baca juga: Ini 4 Serba Serbi Pramuka yang Harus Kalian Ketahui
Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan berbagai sumber lainnya, gerakan kepanduan ini sudah ada di dalam negeri sebelum Indonesia merdeka. Pada 1912 silam, pemerintah Hindia-Belanda membawa cabang gerakan ini dengan nama Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO).
Empat tahun berselang atau pada 1916, gerakan kepanduan itu mengalami perubahan nama menjadi Nederlands Indische Padvinders Vereeniging (NIVP). Sementara pada tahun yang sama, Mangkunegara VII di Surakarta memprakarsai gerakan kepanduan Indonesia untuk pertama kali dengan nama Javaansche Padvinders Organisatie.
Langkah itu memicu berdirinya banyak gerakan kepanduan dari organisasi pergerakan nasional, seperti Hizbul Wathan yang didirikan Muhammadiyah dan Nationale Padvinderij yang didirikan Boedi Oetomo. Serta Sarekat Islam Afdeling Padvinderij, Nationale Islamietische Padvinderij milik Jong Islamieten Bond, yang didirikan Sarekat Islam.
Pendirian gerakan kepanduan dalam lingkup nasional ditandai dengan berdirinya Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di Bandung serta Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO) di Batavia.
Kedua organisasi tersebut mengalami peleburan menjadi satu dan memiliki nama baru sebagai gerakan kepanduan nasional, yakni Indonesische Nationale Padvinderij Organisatie (INPO) pada 1926.
Gerakan kepanduan yang pada awalnya dibawa oleh pemerintah Hindia-Belanda pada akhirnya membuat koloni khawatir lantaran kian populer. Kemudian, mereka melarang seluruh gerakan kepanduan bumiputera menggunakan kata padvinder. Larangan tersebut tidak menyurutkan masyarakat pada saat itu. K.H. Agus Salim pun mulai memperkenalkan kata pandu atau kepanduan untuk organisasi kepramukaan di dalam negeri sebagai pengganti kata padvinder.
Perkembangan gerakan kepanduan di dalam negeri yang berkembang dengan baik pada saat itu membuat Lord Baden-Powell sebagai bapak Pramuka Sedunia mengunjungi sejumlah organisasi di Batavia, Semarang, dan Surabaya pada awal Desember 1934.
Tiga tahun berselang atau pada 1937, para pandu yang ada di Hindia-Belanda mengikuti Jambore sedunia yang diadakan di Belanda. Sementara di dalam negeri, kegiatan perkemahan dan jamboree kepanduan juga diselenggarakan. Pada 19-23 Juli 1941 terdapat All Indonesian Jamboree atau Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem di Yogyakarta.
Saat pendudukan Jepang, organisasi kepanduan mengalami pelarangan. Setelah Jepang kalah dalam perang melawan sekutu dan Indonesia berhasil menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia berlangsung di Surakarta pada 27 – 29 Desember 1945.
Kongres tersebut menghasilkan Pandu Rakyat Indonesia yang merupakan satu-satunya organisasi kepramukaan di Indonesia. Hingga pada 1948, Belanda melancarkan agresinya di Indonesia.
Organisasi Pandu Rakyat dilarang di daerah-daerah yang dikuasi oleh mereka. Kondisi tersebut membuat kemunculan organisasi kepanduan. Dalam perkembangannya, perkumpulan ini mencapai 100 dan tergabung dalam Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo).
Anggota Pandoe Kebangsaan yang jadi cikal bakal Pramuka di Indonesia. (Sumber foto. Pramuka Indoniesia/Arsip Museum Sumpah Pemuda)
Pemerintah Indonesia yang menyadari pentingnya pembenahan gerakan tersebut pun mengumpulkan sejumlah tokoh organisasi kepanduan guna menyatukan seluruhnya pada 9 Maret 1961. 5 bulan kemudian atau pada 14 Agustus 1961, Gerakan Pramuka diresmikan.
Pada kesempatan itu Sri Sultan Hamengkubuwono IX memperkenalkan istilah Pramuka yang berasal dari kata poromoko yang memiliki arti pasukan terdepan dalam perang. Namun, kata tersebut menjadi kependekan dari Praja Muda Karana. Pada saat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX juga menjadi Ketua pertama Kwartir Nasional Gerakan Pramuka setelah menerima panji Gerakan Pramuka dari Presiden Soekarno.
Bapak Pramuka Nasional
Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional selama empat periode berturut-turut, yakni dari 1961 sampai 1974. dia mendapatkan gelar sebagai Bapak Pramuka Indonesia melalui musyawarah Nasional Gerakan Pramuka pada 198 di Dili.Tidak hanya itu, dia juga pernah menerima Bronze Wolf Award yang merupakan penghargaan tertinggi dan satu-satunya dari World Organization of the Scout Movement (WOSM). Selain itu, dia tercatat telah mendapatkan penghargaan Silver World Award dari Boy Scouts of America.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX memiliki nama Gusti Raden Mas Dorodjatun. Dia lahir di Ngayogyakarta Hadinigrat pada 12 April 1912 dan menghembuskan napas terkahir di Washington DC, Amerika Serikat, pada 2 Oktober 1988.
Dia memimpin Kasultanan Yogyakarta pada 1940 – 1988 dan menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pertama setelah Indonesia merdeka. Selain itu, Sri Sultan juga pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia pada 1973 – 1978.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.