Mengintip Tata Kelola Sampah Organik di Taman Safari, Ternak Maggot Mulai Diminati Warga Sekitar
08 August 2023 |
17:30 WIB
1
Like
Like
Like
Sampah menjadi salah satu persoalan yang menjaring fokus Taman Safari. Lembaga konservasi alam di Indonesia ini berupaya menciptakan lingkungan yang kian ramah dengan mengelola sampah secara terintegrasi. Salah satunya dengan menghadirkan Integrated Waste Management (IWM) yang baru berjalan sekitar empat bulan.
IWM ini terletak di area bawah Taman Safari. IWM merupakan area penting dalam tata kelola seluruh sampah Taman Safari yang mencapai luas 270 hektar.
Seperti tempat rekreasi pada umumnya, Taman Safari menyediakan kotak sampah yang telah disesuaikan berdasarkan jenis sampah baik organik dan anorganik. Sampah-sampah seperti plastik akan dipilah dan ditekan, kemudian dijual ke pabrik. Sementara sampah yang bersifat organik akan melalui tahapan panjang untuk menernak maggot.
Baca juga: trategi Taman Safari Genjot Wisata Alam dan Konservasi Satwa
Beberapa tahun ini, maggot kerap digunakan sebagai bahan pakan alternatif bagi berbagai jenis hewan. Selain murah, maggot juga dikenal memiliki kandungan protein mencapai 50 persen. Karena terbilang potensial, Taman Safari mulai melirik ternak maggot untuk menekan jumlah sampah organik.
Penanggung jawab IWM Taman Safari Indonesia, Irwan mengatakan jika setiap harinya terdapat sekitar 20 ton sampah yang datang ke IWM. “Kalau di peak season itu bisa sekitar 5-6 truk dengan rata-rata total sampah organik 30 persen,” jelas Irwan.
Setiap pengunjung diperkirakan menyumbang 2,3 ons sampah organik setap harinya. Kemudian sampah ini dikelola untuk mengembangbiakkan maggot. Tren ini juga mulai menyebar dan banya dilakukan warga yang tinggal di sekitar wilayah dekat Cisarua, Bogor.
Taman Safari berkomitmen mendukung warga untuk ternak maggot ini. “Masyarakat bisa setor maggot ke manajemen IWM dihargai Rp5000 per kilogram,” kata Irwan.
Secara keseluruhan IWM Taman Safari telah menghasilkan total produksi 1 ton maggot kering yang dipergunakan dan dijual untuk pakan hewan hingga pengganti tepung ikan. Board Member Taman Safari Indonesia, Agus Susanto menjelaskan jika Taman Safari juga telah menerima permintaan ekspor maggot ke Jepang.
Maggot akan melalui proses peneluran, di mana satu kotaknya berisi sekitar 35.000 larva maggot. Kemudian setelah 10 hari, maggot akan dipanen dan diproses untuk pengeringan sebelum kemudian dibungkus menjadi produk. Untuk menghasilkan maggot hingga panen, kira-kira dibutuhkan waktu 22 hari penuh dari bentuk larva hingga panen.
Selain mengolah sampah dari limbah organik masyarakat, Taman Safari juga berupaya mengubah kotoran mamalia menjadi kertas. Saat ini, Taman Safari tengah mengerjakan pengelolaan kotoran gajah dan panda untuk menjadi kertas.
Serat dari kotoran hewan ini akan dicampur dengan potongan kertas bekas pakai dan kemudian aduk menjadi bubur kertas. Setelahnya, kertas akan dicetak dan dikeringkan sebelum dapat digunakan.
Baca juga: Menengok Cai Tao dan Hu Chun, Dua Panda Menggemaskan di Taman Safari
IWM ini terletak di area bawah Taman Safari. IWM merupakan area penting dalam tata kelola seluruh sampah Taman Safari yang mencapai luas 270 hektar.
Seperti tempat rekreasi pada umumnya, Taman Safari menyediakan kotak sampah yang telah disesuaikan berdasarkan jenis sampah baik organik dan anorganik. Sampah-sampah seperti plastik akan dipilah dan ditekan, kemudian dijual ke pabrik. Sementara sampah yang bersifat organik akan melalui tahapan panjang untuk menernak maggot.
Baca juga: trategi Taman Safari Genjot Wisata Alam dan Konservasi Satwa
Beberapa tahun ini, maggot kerap digunakan sebagai bahan pakan alternatif bagi berbagai jenis hewan. Selain murah, maggot juga dikenal memiliki kandungan protein mencapai 50 persen. Karena terbilang potensial, Taman Safari mulai melirik ternak maggot untuk menekan jumlah sampah organik.
Penanggung jawab IWM Taman Safari Indonesia, Irwan mengatakan jika setiap harinya terdapat sekitar 20 ton sampah yang datang ke IWM. “Kalau di peak season itu bisa sekitar 5-6 truk dengan rata-rata total sampah organik 30 persen,” jelas Irwan.
Setiap pengunjung diperkirakan menyumbang 2,3 ons sampah organik setap harinya. Kemudian sampah ini dikelola untuk mengembangbiakkan maggot. Tren ini juga mulai menyebar dan banya dilakukan warga yang tinggal di sekitar wilayah dekat Cisarua, Bogor.
Taman Safari berkomitmen mendukung warga untuk ternak maggot ini. “Masyarakat bisa setor maggot ke manajemen IWM dihargai Rp5000 per kilogram,” kata Irwan.
Secara keseluruhan IWM Taman Safari telah menghasilkan total produksi 1 ton maggot kering yang dipergunakan dan dijual untuk pakan hewan hingga pengganti tepung ikan. Board Member Taman Safari Indonesia, Agus Susanto menjelaskan jika Taman Safari juga telah menerima permintaan ekspor maggot ke Jepang.
Maggot akan melalui proses peneluran, di mana satu kotaknya berisi sekitar 35.000 larva maggot. Kemudian setelah 10 hari, maggot akan dipanen dan diproses untuk pengeringan sebelum kemudian dibungkus menjadi produk. Untuk menghasilkan maggot hingga panen, kira-kira dibutuhkan waktu 22 hari penuh dari bentuk larva hingga panen.
Pengelolaan kotoran gajah dan panda menjadi kertas (Sumber gambar: Indah Permata Hati/Hypeabis.id)
Serat dari kotoran hewan ini akan dicampur dengan potongan kertas bekas pakai dan kemudian aduk menjadi bubur kertas. Setelahnya, kertas akan dicetak dan dikeringkan sebelum dapat digunakan.
Baca juga: Menengok Cai Tao dan Hu Chun, Dua Panda Menggemaskan di Taman Safari
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.