Kerusakan Kornea Mata Jadi Gejala Baru Long Covid-19
27 July 2021 |
10:44 WIB
Gejala long Covid-19 semakin beragam. Muai dari masalah neurologis, mati rasa di tubuh, kehilangan penciuman, kabut otak, hingga kesulitan berpikir dan konsentrasi. Namun baru-baru ini para ahli mengidentifikasi bahwa kerusakan saraf di kornea menjadi salah satunya.
Dokter Konsultan di Weill Cornell Medicine-Qatar, Doha Dr. Rayaz Malik, penulis utama penelitian ini mengatakan berbagai konstelasi gejala tersebut mengisyaratkan bahwa long Covid-19 mungkin sebagian timbul dari kerusakan sel saraf dalam tubuh.
Secara khusus, bukti awal menunjukkan bahwa long Covid-19 mungkin melibatkan kerusakan pada serabut saraf kecil atau sistem saraf tepi. Yakni saraf berbentuk seperti kabel tipis yang bercabang dari sel saraf tertentu dalam tubuh dan menyampaikan informasi sensorik tentang rasa sakit, suhu, dan gatal, di antara sensasi lain ke sistem saraf pusat.
Sel saraf berserat kecil ini juga membantu mengontrol fungsi tubuh yang tidak disengaja, seperti detak jantung dan buang air besar. Oleh karena itu, kerusakan sel-sel ini dapat menyebabkan beragam gejala.
Adapun penelitian ini sebelum didasari penelitian Malik dan rekan-rekannya yang mempelajari hilangnya saraf serat kecil pada penderita diabetes dan penyakit neurodegeneratif seperti multiple sclerosis. Mereka lantas menduga orang dengan gejala long Covid-19 memiliki gejala yang sama dengan pasien ini.
Menggunakan teknik yang disebut mikroskop confocal kornea (CCM), tim mengambil foto sel saraf di kornea, lapisan transparan mata yang menutupi pupil dan iris. Tim menggunakan prosedur non-invasif untuk menghitung jumlah total sel saraf serat kecil di kornea, juga menilai panjang dan tingkat percabangan serat tersebut.
Di sisi lain, tim telah menemukan bahwa ketika ada kerusakan pada serat kecil saraf kornea, itu sering menunjukkan bahwa ada kerusakan serupa di tempat lain di tubuh.
Menurut studi yang diterbitkan di British Journal of Ophthalmology kemarin, orang yang mengembangkan gejala neurologis setelah infeksi Covid-19 menunjukkan kehilangan saraf serat kecil yang signifikan di kornea. Terlebih lagi, tingkat kerusakan serat saraf berkorelasi dengan keparahan gejala peserta.
Dalam studi ini, Malik dan teman-temannya melibatkan 40 orang yang telah pulih dari Covid-19 selama 1-6 bulan. Sebanyak 29 orang di antaranya telah pulih dari Covid-19 dalam 3 bulan.
Para peneliti kemudian memindai kornea mata mereka dan meminta setiap peserta menyelesaikan survei yang mencakup pertanyaan tentang gejala neurologis long Covid-19.
Mereka juga mengisi kuesioner tentang nyeri neuropatik yang dapat mencakup sensasi mati rasa, tertusuk dan terbakar di tubuh, serta kelemahan otot. Kuesioner lain membantu para peneliti untuk menentukan lokasi dan tingkat keparahan nyeri otot peserta, ini membantu menandai gejala tambahan seperti kelelahan dan masalah usus.
Dari 40 peserta, 22 orang menunjukkan gejala neurologis yang tersisa pascainfeksi seperti sakit kepala, pusing, dan mati rasa yang muncul dalam empat minggu setelah pulih dari infeksi Covid-19. Sementara 13 dari 29 peserta yang telah pulih selama tiga bulan dilaporkan memiliki gejala neurologis pada minggu ke-12 pascainfeksi.
"Sangat jelas, jika Anda melihat grafiknya, orang yang memiliki gejala neurologis pasti mengalami pengurangan pada saraf serat kecil, sedangkan peserta lainnya tidak,” kata Malik.
Penelitian ini juga menilai 30 orang sehat tanpa riwayat infeksi Covid-19 sebagai perbandingan. Mereka menemukan bahwa dibandingkan dengan peserta kontrol, semua orang yang selamat dari Covid-19 menyimpan sejumlah besar sel kekebalan pada kornea mata. Lebih khusus lagi, sel-sel kekebalan yang disebut sel dendritik yang membantu menginformasikan sistem kekebalan dari penyerang asing ini muncul dalam jumlah yang luar biasa tinggi.
Orang-orang dengan gejala neurologis yang tersisa menunjukkan peningkatan sekitar lima kali lipat dalam sel dendritik ini, dibandingkan dengan peserta yang sehat. Di sisi lain mereka yang tidak memiliki gejala neurologis menunjukkan peningkatan sel dendritik dua kali lipat.
Oleh karena itu, Malik mengatakan ada proses kekebalan yang masih berlangsung, bahkan setelah infeksi awal Covid-19 selesai. "Jadi mungkin ada pemicu kekebalan yang diaktifkan dan butuh waktu untuk menenangkan diri. Sementara itu, respon imun yang tidak terkendali ini merusak sel-sel saraf,” tuturnya.
Dalam penelitian ini mereka juga membuktikan bahwa sebagian besar kerusakan neurologis akibat Covid-19 disebabkan oleh peradangan, bukan karena virus yang menginfeksi sel saraf secara langsung.
"Ini bukan infeksi, melainkan respons imun yang ditimbulkannya," kata Dr. Anne Louise Oaklander, profesor neurologi di Harvard Medical School yang tidak terlibat dalam penelitian baru ini.
Editor: Indyah Sutriningrum
Dokter Konsultan di Weill Cornell Medicine-Qatar, Doha Dr. Rayaz Malik, penulis utama penelitian ini mengatakan berbagai konstelasi gejala tersebut mengisyaratkan bahwa long Covid-19 mungkin sebagian timbul dari kerusakan sel saraf dalam tubuh.
Secara khusus, bukti awal menunjukkan bahwa long Covid-19 mungkin melibatkan kerusakan pada serabut saraf kecil atau sistem saraf tepi. Yakni saraf berbentuk seperti kabel tipis yang bercabang dari sel saraf tertentu dalam tubuh dan menyampaikan informasi sensorik tentang rasa sakit, suhu, dan gatal, di antara sensasi lain ke sistem saraf pusat.
Sel saraf berserat kecil ini juga membantu mengontrol fungsi tubuh yang tidak disengaja, seperti detak jantung dan buang air besar. Oleh karena itu, kerusakan sel-sel ini dapat menyebabkan beragam gejala.
Adapun penelitian ini sebelum didasari penelitian Malik dan rekan-rekannya yang mempelajari hilangnya saraf serat kecil pada penderita diabetes dan penyakit neurodegeneratif seperti multiple sclerosis. Mereka lantas menduga orang dengan gejala long Covid-19 memiliki gejala yang sama dengan pasien ini.
Menggunakan teknik yang disebut mikroskop confocal kornea (CCM), tim mengambil foto sel saraf di kornea, lapisan transparan mata yang menutupi pupil dan iris. Tim menggunakan prosedur non-invasif untuk menghitung jumlah total sel saraf serat kecil di kornea, juga menilai panjang dan tingkat percabangan serat tersebut.
Di sisi lain, tim telah menemukan bahwa ketika ada kerusakan pada serat kecil saraf kornea, itu sering menunjukkan bahwa ada kerusakan serupa di tempat lain di tubuh.
Menurut studi yang diterbitkan di British Journal of Ophthalmology kemarin, orang yang mengembangkan gejala neurologis setelah infeksi Covid-19 menunjukkan kehilangan saraf serat kecil yang signifikan di kornea. Terlebih lagi, tingkat kerusakan serat saraf berkorelasi dengan keparahan gejala peserta.
Dalam studi ini, Malik dan teman-temannya melibatkan 40 orang yang telah pulih dari Covid-19 selama 1-6 bulan. Sebanyak 29 orang di antaranya telah pulih dari Covid-19 dalam 3 bulan.
Para peneliti kemudian memindai kornea mata mereka dan meminta setiap peserta menyelesaikan survei yang mencakup pertanyaan tentang gejala neurologis long Covid-19.
Mereka juga mengisi kuesioner tentang nyeri neuropatik yang dapat mencakup sensasi mati rasa, tertusuk dan terbakar di tubuh, serta kelemahan otot. Kuesioner lain membantu para peneliti untuk menentukan lokasi dan tingkat keparahan nyeri otot peserta, ini membantu menandai gejala tambahan seperti kelelahan dan masalah usus.
Dari 40 peserta, 22 orang menunjukkan gejala neurologis yang tersisa pascainfeksi seperti sakit kepala, pusing, dan mati rasa yang muncul dalam empat minggu setelah pulih dari infeksi Covid-19. Sementara 13 dari 29 peserta yang telah pulih selama tiga bulan dilaporkan memiliki gejala neurologis pada minggu ke-12 pascainfeksi.
"Sangat jelas, jika Anda melihat grafiknya, orang yang memiliki gejala neurologis pasti mengalami pengurangan pada saraf serat kecil, sedangkan peserta lainnya tidak,” kata Malik.
Penelitian ini juga menilai 30 orang sehat tanpa riwayat infeksi Covid-19 sebagai perbandingan. Mereka menemukan bahwa dibandingkan dengan peserta kontrol, semua orang yang selamat dari Covid-19 menyimpan sejumlah besar sel kekebalan pada kornea mata. Lebih khusus lagi, sel-sel kekebalan yang disebut sel dendritik yang membantu menginformasikan sistem kekebalan dari penyerang asing ini muncul dalam jumlah yang luar biasa tinggi.
Orang-orang dengan gejala neurologis yang tersisa menunjukkan peningkatan sekitar lima kali lipat dalam sel dendritik ini, dibandingkan dengan peserta yang sehat. Di sisi lain mereka yang tidak memiliki gejala neurologis menunjukkan peningkatan sel dendritik dua kali lipat.
Oleh karena itu, Malik mengatakan ada proses kekebalan yang masih berlangsung, bahkan setelah infeksi awal Covid-19 selesai. "Jadi mungkin ada pemicu kekebalan yang diaktifkan dan butuh waktu untuk menenangkan diri. Sementara itu, respon imun yang tidak terkendali ini merusak sel-sel saraf,” tuturnya.
Dalam penelitian ini mereka juga membuktikan bahwa sebagian besar kerusakan neurologis akibat Covid-19 disebabkan oleh peradangan, bukan karena virus yang menginfeksi sel saraf secara langsung.
"Ini bukan infeksi, melainkan respons imun yang ditimbulkannya," kata Dr. Anne Louise Oaklander, profesor neurologi di Harvard Medical School yang tidak terlibat dalam penelitian baru ini.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.