Kisah Pasangan Suami Istri yang Sukses Produksi Keju Artisan Organik
20 July 2023 |
13:32 WIB
Bagi masyarakat Indonesia, keju memang bukanlah makanan sehari-hari. Biasanya keju dijadikan sebagai topping untuk memberi rasa bagi aneka jenis masakan. Namun, bagi seorang Nieta P. Puspitasari, keju atau aneka olahan produk fermentasi dari susu telah menjadi makanan pokok bagi buah hatinya.
Bisnisnya bermula ketika sang anak yang masih bayi divonis menderita kebocoran jantung sehingga membutuhkan perawatan khusus. Saat itu dokter menawarkan kepada Nieta dan suaminya, Jamie, apakah akan memberikan perawatan secara medis atau melalui natural treatement kepada anaknya.
Baca juga: Panduan Menyusun Menu Makanan Sehat dan Bergizi Tinggi untuk Anak
Ternyata, Nieta dan sang suami memilih untuk memberikan perawatan secara natural. Cara paling utama adalah dengan memberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang bersifat natural dan organic. Sejak saat itu dia pun mulai memproduksi berbagai menu makanan secara natural dan handmade, termasuk keju organik.
Pada awalnya dia dan suami sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang cara membuat dan mengolah hingga akhirnya sang suami berangkat ke Kanada untuk mempelajari secara serius proses pembuatan produk fermentasi dari susu dengan fokus ke keju.
“Setelah 1,5 tahun anak di treatment dengan mengonsumsi produk turunan susu yang difermentasi seperti kefir, yogurt, keju. Alhamdulillah 100 persen sembuh tanpa pengobatan medis sama sekali,” tuturnya.
Mulanya mereka menjual keju tersebut di acara bazar dengan bermodal meja kecil. Rupanya kebutuhan akan produk susu fermentasi yang handmade dan organik ini cukup diminati terutama bagi seorang cancer survivor dan mereka yang berkebutuhan khusus. Hal ini pun mendorong Nieta dan Jamie secara serius mengembangkan bisnis tersebut dengan mengusung brand Mazaraat Cheese.
Dalam pembuatannya, Mazaraat Cheese menggunakan susu kambing dan sapi, namun organik. Jamie menjelaskan, organik di sini maksudnya kambing dan sapi diberi pakan rumput liar tanpa pestisida dan urea, serta tidak boleh disuntik antibiotik sehingga dia benar-benar hanya bermitra dengan peternak yang menyanggupi syaratnya tersebut.
Selain itu, semua proses produksi tidak ada yang melewati proses manufacturing sebab semuanya benar-benar dikerjakan dengan tangan untuk memastikan kualitas tetap terjaga. Nieta dan Jamie pun tak main-main dalam menjaga kualitas dan setiap bahan baku dari produk tersebut, bahkan Jamie telah mengambil sertifikat cheese maker pada 2015 di Kanada dan Prancis pada 2017.
Hingga saat ini terdapat 23 varian produk keju artisan lokal yang diproduksi dengan kisaran harga sekitar Rp200.000 hingga Rp400.000 per kilogram. Adapun produk favorit seperti Athan (camembert du Merapi), Khayya (crottin blue goat cheese), Ibra (blue cheese), Halloumi (hard cheese), dan Ghee (clarified butter).
Distribusi Mazaraat Cheese sebagian besar ke hotel-hotel bintang 4 ke atas, supermarket, katering, dan sejumlah restoran premium yang ada di beberapa kota besar seperti Bali, Yogyakarta, dan Jakarta. Selain itu, mereka juga sudah ekspor ke beberapa negara di Asia. Keju mereka pun diminati oleh sejumlah tokoh kuliner Tanah Air.
“Kapasitas produksi 1.000 liter per hari dengan jumlah cheese maker 6 orang di luar saya dan suami. Proses produksi semua dilakukan secara natural dan handmade, itu yang dijaga betul hingga saat ini,” katanya.
Editor: Indyah Sutriningrum
Bisnisnya bermula ketika sang anak yang masih bayi divonis menderita kebocoran jantung sehingga membutuhkan perawatan khusus. Saat itu dokter menawarkan kepada Nieta dan suaminya, Jamie, apakah akan memberikan perawatan secara medis atau melalui natural treatement kepada anaknya.
Baca juga: Panduan Menyusun Menu Makanan Sehat dan Bergizi Tinggi untuk Anak
Ternyata, Nieta dan sang suami memilih untuk memberikan perawatan secara natural. Cara paling utama adalah dengan memberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI) yang bersifat natural dan organic. Sejak saat itu dia pun mulai memproduksi berbagai menu makanan secara natural dan handmade, termasuk keju organik.
Pada awalnya dia dan suami sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang cara membuat dan mengolah hingga akhirnya sang suami berangkat ke Kanada untuk mempelajari secara serius proses pembuatan produk fermentasi dari susu dengan fokus ke keju.
“Setelah 1,5 tahun anak di treatment dengan mengonsumsi produk turunan susu yang difermentasi seperti kefir, yogurt, keju. Alhamdulillah 100 persen sembuh tanpa pengobatan medis sama sekali,” tuturnya.
Mulanya mereka menjual keju tersebut di acara bazar dengan bermodal meja kecil. Rupanya kebutuhan akan produk susu fermentasi yang handmade dan organik ini cukup diminati terutama bagi seorang cancer survivor dan mereka yang berkebutuhan khusus. Hal ini pun mendorong Nieta dan Jamie secara serius mengembangkan bisnis tersebut dengan mengusung brand Mazaraat Cheese.
Dalam pembuatannya, Mazaraat Cheese menggunakan susu kambing dan sapi, namun organik. Jamie menjelaskan, organik di sini maksudnya kambing dan sapi diberi pakan rumput liar tanpa pestisida dan urea, serta tidak boleh disuntik antibiotik sehingga dia benar-benar hanya bermitra dengan peternak yang menyanggupi syaratnya tersebut.
Selain itu, semua proses produksi tidak ada yang melewati proses manufacturing sebab semuanya benar-benar dikerjakan dengan tangan untuk memastikan kualitas tetap terjaga. Nieta dan Jamie pun tak main-main dalam menjaga kualitas dan setiap bahan baku dari produk tersebut, bahkan Jamie telah mengambil sertifikat cheese maker pada 2015 di Kanada dan Prancis pada 2017.
Hingga saat ini terdapat 23 varian produk keju artisan lokal yang diproduksi dengan kisaran harga sekitar Rp200.000 hingga Rp400.000 per kilogram. Adapun produk favorit seperti Athan (camembert du Merapi), Khayya (crottin blue goat cheese), Ibra (blue cheese), Halloumi (hard cheese), dan Ghee (clarified butter).
Distribusi Mazaraat Cheese sebagian besar ke hotel-hotel bintang 4 ke atas, supermarket, katering, dan sejumlah restoran premium yang ada di beberapa kota besar seperti Bali, Yogyakarta, dan Jakarta. Selain itu, mereka juga sudah ekspor ke beberapa negara di Asia. Keju mereka pun diminati oleh sejumlah tokoh kuliner Tanah Air.
“Kapasitas produksi 1.000 liter per hari dengan jumlah cheese maker 6 orang di luar saya dan suami. Proses produksi semua dilakukan secara natural dan handmade, itu yang dijaga betul hingga saat ini,” katanya.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.