Didik Nini Thowok (Sumber gambar: Didik Nini Thowok)

Eksklusif Profil Seniman Didik Nini Thowok, Melampaui Batas Gender dan Budaya

20 July 2023   |   12:05 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Like
Keriput begitu tampak di wajahnya, menandakan usianya yang tidak lagi muda. Namun, gerakannya dalam menari tidak perlu diragukan lagi. Dengan seni tari cross gender, Didik Hadiprayitno atau yang dikenal dengan Didik Nini Thowok masih terus eksis dan konsisten hingga saat ini.
 
Pria yang lahir di Temanggung, Jawa Tengah itu menyukai dan sudah menari sejak kecil. Dia belajar menari pertama kali dari guru tari bersama dengan teman-teman sekolah ketika berada di sana.

“Temanggung kota kecil. Tidak seperti di Yogyakarta, di Temanggung tidak ada sanggar-sanggar yang terkenal. Di sana itu senimannya seniman kampung. Saya belajar ke mereka. Itu awalnya,” katanya kepada Hypeabis.id.

Baca juga: Mendapatkan Penghargaan Akademi Jakarta 2022, Yuk Intip Profil Didik Nini Thowok

Dia juga memiliki hobi menggambar sejak usia sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Pada saat itu, dia menggambar dengan menggunakan medium pensil warna, water colour, dan juga pastel di atas kertas. 

Lulus SMA, dia menjadi guru tari honorer di Kantor Pembinaan Kebudayaan Temanggung sembari mempersiapkan melanjutkan pendidikan di  Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) yang sekarang dikenal sebagai Institute Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

“Jenjang kuliah di ASTI mengajar tari di Temanggung dan Yogyakarta. Itu buat biaya kuliah. Disamping mengajar tari, saya membuat bordir dan merenda, sehingga saya bisa kuliah sampai selesai,” ujarnya.

Masuk ke ASTI Yogyakarta pada 1974, Didik berhasil meraih gelar Sarjana Muda pada 1977. Kemudian, dia meneruskan pendidikannya ke jenjang S1 dan berhasil lulus pada 1982. Dia terpilih menjadi salah satu mahasiswa teladan saat masih tingkat dua, sehingga mendapatkan beasiswa dari Menteri Pendidikan Teuku Mohammad Syarif Thayeb pada 1976.

Tidak hanya itu, dia juga menjadi seorang asisten dosen saat belajar di akademi tersebut. “Setelah itu saya resmi menjadi pegawai di ASTI,” katanya. Pada saat itu, Didik mendapatkan tugas menjadi dosen tata rias dan busana serta tari Sunda. Jika banyak orang mendambakan profesi sebagai pegawai negeri, dia tidak seperti kebanyakan orang.

Pria yang telah menghasilkan ratusan koreografi itu memilih mengundurkan diri sebagai pegawai negeri saat mendapatkan kesempatan untuk pergi Belgia untuk fokus menjadi seorang seniman tari.

Saat ini, Didik telah pergi ke banyak negara untuk seperti mengisi seminar, tampil sebagai penari, dan belajar karena mendapatkan beasiswa. Tidak hanya itu, beragam penghargaan juga telah didapat oleh pria yang kini tinggal di Yogyakarta.

Lahir pada 13 November 1954 silam, Didik sudah tidak lagi muda. Dia telah berusia lebih dari 69 tahun. Di usianya kini, sang maestro masih tetap berkarya lantaran rasa cintanya terhadap tari dan budaya Indonesia.
 

Didik Nini Thowok sedang melakukan pertunjukan seni. (Sumber gambar: Bisnis/Hypeabis.id)

Didik Nini Thowok sedang melakukan pertunjukan seni. (Sumber gambar: Bisnis/Hypeabis.id)


Berikut wawancara khusus yang dilakukan oleh Hypeabis.id dengan sang seniman.


Selama menjadi seorang penari, apa tantangan yang dihadapi oleh Anda dan bagaimana cara mengatasinya?

Ada banyak tantangan yang saya hadapi dalam menjalani profesi sebagai seorang penari lantaran laki-laki menarikan wanita dalam seni tradisi cross gender. Banyak orang menganggap seni ini sebagai guyonan, bukan seni yang serius. Sering diledek, di-bully.

Pandangan dan perliku tentang seni cross gender itu membuat saya penasaran. Akhirnya, saya melakukan penelitian tentang tari cross gender. Penelitian itu menghasilkan buku tentang tradisi cross gender Indonesia dari banyak daerah di dalam negeri pada 2004, sehingga tari cross gender menjadi populer. Lalu, saya sering diminta untuk mengisi seminar dan talkshow di perguruan tinggi, komunitas, dan sebagainya.

Dalam seminar, saya menceritakan kepada para peserta tentang seni cross gender yang memiliki sejarah cukup panjang. Jadi, saya memberikan pengetahuan cross gender itu sebenarnya begini - yang kalau di Indonesia selalu dikait-kaitkan dengan LGBT, yang sebenarnya tidak ada hubungannya.

Selain itu, saya juga membuat koreografi tari-tari komedi karena lewat komedi, seni cross gender lebih diterima daripada menari dengan gerakan yang serius.


Bagaimana Anda melihat perkembangan seni tari di dalam negeri pada saat ini, terutama terkait dengan seni tari cross gender?

Kalau saya lihat, sekarang ini, banyak seniman cross gender berani muncul. Hanya saja, memang harus banyak belajar. Saya selalu pesan kepada para seniman kalau harus banyak belajar. Kemudian,  juga perlu memperhatikan sikap. Attitude penting sekali karena tidak semua orang senang dengan tradisi cross gender.

Jadi, sebagai orang yang “tidak disenangani” harus pintar-pintar membawa diri. Pokoknya, harus bisa membawa diri. Hidup itu begitu.

Kemudian, saat ini juga banyak sanggar-sanggar tari, sekolah tari, yang bermunculan. Keberadaan mereka sesuatu yang bagus bagi seni tari di dalam negeri. Paling tidak, pelestarian itu masih akan terus ada.

Tanpa pelestarian, suatu kesenian bisa punah. Padahal, seni tari di Indonesia itu luar biasa. Saya belajar tari Jepang, China, Taiwan, dan India, sehingga memiliki banyak pengalaman. Dari semua itu, saya mengamati bahwa Indonesia memiliki keragaman luar biasa yang berbeda dengan negara lain.

Sebagai contoh, tarian dari Aceh yang kental dengan Islam. kemudian, ada tarian di Papua dengan pakaian etnik yang spesial. Keduanya memperlihatkan sesuatu yang sangat kontras, sehingga orang yang tidak tahu akan menganggapnya berasal dari dua negara yang berbeda.

Dari dua daerah itu, kita bisa melihat ke kalimantan yang memiliki Tari Perang dan Tari Enggang yang juga berbeda. Di Sumatra, dari Lampung ke Aceh, juga terdapat gerakan tari yang berbeda. Perbedaan itu dapat terlihat dari kostum, musik, dan tariannya.

Di Jawa terdapat tari keraton yang demikian halus dan lembut. Itu sudah sangat kontras. Dari suara gamelan yang halus dalam tari keraton, ada musik yang sangat berbeda di Bali dan Banyuwangi. Jadi, orang Indonesia kalau tidak bangga menjadi orang Indonesia itu goblok sekali. Mereka tidak pernah mau mengamati itu dan belajar.


Dengan kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia, Bagaimana Anda melihat minat generasi muda terhadap seni tari di dalam negeri?

Sebenarnya, banyak generasi muda yang tertarik dan peduli terhadap seni tari Indonesia serta bersemangat untuk mempelajarinya. Namun, perlu diakui bahwa jumlah mereka belum sebanding dengan mereka yang tidak memiliki minat untuk belajar. Budaya instan tampaknya lebih mendominasi dibandingkan dengan minat yang mendalam.

Misalnya, ketika saya memberikan seminar di sebuah kelas yang dihadiri oleh 100 orang, saya menyadari bahwa tidak semua peserta sepenuhnya setuju dengan apa yang saya sampaikan dan mungkin tidak semua dari mereka akan mengimplementasikan apa yang saya ajarkan.

Meskipun saat ini tidak ada riset yang menyajikan persentase pasti terkait hal ini, saya yakin bahwa minat seseorang terhadap seni tari bergantung pada pribadi masing-masing individu. Namun, saya tetap optimistis terhadap generasi muda karena mereka memiliki potensi yang besar.

Keberadaan sekolah tari atau sanggar tari setidaknya membantu untuk menjaga keberlanjutan seni tari Indonesia dengan melahirkan generasi penerus yang peduli dan tertarik. Namun, saya ingin mengingatkan agar generasi muda tetap menghormati tradisi yang sudah diwariskan secara turun-temurun dan tidak mengubahnya seenaknya sendiri.

Tradisi adalah bagian penting dari identitas budaya kita, dan perubahan yang tidak dipertimbangkan dapat menyinggung pihak lain yang merasa pentingnya untuk menjaga integritas budaya tersebut.

Selain itu, saya juga ingin menyampaikan pesan kepada generasi muda bahwa mereka harus terus belajar dengan sungguh-sungguh, dan tidak hanya mengandalkan informasi dari dunia maya yang terkadang dapat tidak akurat.

Generasi muda harus kritis dan aktif dalam mencari pengetahuan, datang langsung ke sumbernya, dan membuktikan kebenaran informasi yang mereka peroleh. Mencari dan belajar dari maestro tari secara langsung dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam dan akurat.


Anda telah menghasilkan ratusan koreografi dalam berkarya. Apakah ada rencana membuat atau karya koreografi baru yang akan dan sudah ditampilkan?

Saya baru saya selesai menampilkan karya tari koreografi yang memiliki konteks ritual Dwimuka Ardanareswari. Saya menampilkan yin yang, yakni dwimuka kebaikan dan keburukan yang selalu berdampingan di dunia lewat koreografi tentang Calon Arang.
 
Dalam tarian itu, saya menggunakan topeng wanita berwajah cantik di bagian belakang yang menggambarkan Ratu Girah. Ratu ini adalah Calon Arang sebelum berubah menjadi leak atau rangda. Di bagian depan, saya memakai leak.

Tarian itu baru selesai ditampilkan di Pura Dalam Calon Arang, Kabupaten Kediri pada 3 Juni 2023. Itu koreografi terbaru dan belum ditampilkan di depan umum.

Saya masih berpikir untuk menampilkannya karena koreografi itu ritualnya sangat kuat, sehingga tidak sederhana jika untuk pertunjukan umum. Tidak mudah. Saya harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pedanda.


Secara garis bear, apa filosofi, ide, dan makna yang terkandung di balik koreagrafi tersebut?

Intinya, saya mau menceritakan atau membuat interpretasi lain tentang Calon Arang yang selam ini digambarkan sebagai dukun jahat di Indonesia lantaran manusia tidak selamanya jelek atau jahat.

Dalam diri manusia pasti ada dua sisi, yakni baik dan jahat. Karena itu, saya ingin menampilkan pandangan atau visi yang berbeda tentang Walu Nateng Girah atau Calon Arang. Saya bertemu dengan beberapa teman yang juga memiliki pandangan beda tentang Calon Arang dengan yang selama ini ada.

Saya ingin menggambarkan dua sisi Walu Nateng Girah, ada baik dan jahat. Dalam interpretasi saya, dia orang yang sakti dan punya ilmu. Namun, waktu marah mengeluarkan ilmu dan berubah menjadi leak.

Dia mengeluarkan ilmunya karena sakit hati, marah, atau apa saja alasannya. Orang kalau lagi marah kerap tidak dapat mengontrol diri. Saya mengambil sisi manusiawi dari Walu Nateng Girah yang sebagai manusia dan ibu juga memiliki hati yang baik. Namun, marah karena membela sang anak.

Dia memiliki kasih sayang terhadap anaknya. Jadi, dia membela mati-matian sang anak sampai mengubah diri sendiri karena memiliki rasa kasih sayang.


Setelah puluhan tahun berkecimpung dalam seni tari cross gender, apakah masih ada yang hendak dicapai oleh Anda atau mimpi yang belum tercapai?

Sebenarnya bukan saya kejar. Namun, saya memiliki mimpi. Saya sekarang lagi menyiapkan Omah Koleksi Didik Ninik Thowok yang isinya seperti museum. Jadi, semua koleksi, perjalanan saya berkesenian, semua itu dipajang di sebuah ruangan yang luas.

Omah Koleksi sudah ada. Tetapi masih belum siap. Banyak tamu yang sudah datang terdiri dari akademisi, orang asing, mahasiswa, dan sanggar. Mereka mengatakan bahwa ini penting sekali karena masuk Omah Koleksi membuat mereka bisa banyak belajar.

Di situ ada semua perjalanan saya dan semua dokumen yang terkait. Kebetulan, saya memiliki cukup lengkap arsip-arsip mulai dari 1970an sampai sekarang. Arsip itu kliping koran, berita-berita saya, buku-buku, kostum-kostum yang terpelihara dengan baik, foto dan video.

Semua dokumen itu sampai sekarang masih disimpan dengan rapi. Itu yang mungkin banyak tidak dilakukan oleh teman-teman. Ternyata, saya juga baru sadar bahwa arspi penting. Maka, impian saya, Omah Koleksi bisa terwujud. Orang yang masuk Omah Koleksi bisa belajar.


Dengan arsip yang dimiliki, apakah Anda memiliki rencana untuk membuat pameran tentang koleksinya?

Benar, sebenarnya sudah ada rencana untuk pameran. Mudah-mudahan tahun depan sekalian merayakan ulang tahun saya ke 70. Teman-teman sudah banyak mau membantu. Koleksi ini perlu dipamerkan. Mudah-mudahan bisa terwujud.

Baca juga: Didik Nini Thowok & Paduan Suara Dialita Meraih Penghargaan Akademi Jakarta

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Gita Carla

SEBELUMNYA

Mengenal Napoleon Bonaparte, Tokoh yang Diperankan Joaquin Phoenix dalam Film Terbaru

BERIKUTNYA

Biar Enggak Pusing, Begini 4 Cara Mengatur Biaya Pendidikan Anak

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: