Pita pink melambangkan kesadaran akan kanker payudara (dok. Pexels)

Ternyata Ini Penyebab Angka Penderita Kanker Payudara di Indonesia Tinggi

23 July 2021   |   11:55 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Angka kejadian dan kematian kanker payudara di dunia terbilang masih tinggi. Data Global Burden of Cancer (Globocan) 2020 menyatakan terdapat 2.261.419 kasus baru kanker payudara dengan 684.996 kematian di seluruh dunia. Sementara di Indonesia, tercatat 65.858 kasus baru kanker payudara dengan 22.430 kematian.

Dokter Spesialis Radiologi RS Kanker Dharmais Kardinah mengatakan tingginya angka kematian kanker payudara di Indonesia karena penderita datang ketika kondisi kanker sudah masuk ke stadium lanjut bahkan metastasis alias menyebar ke organ vital lainnya.

Cakupan program nasional deteksi dini kanker payudara pun masih rendah hanya 4-5 persen, seperti berjalan sendiri, hingga tanpa evaluasi walaupun sudah dilakukan sejak 2008. Pasien juga mengalami kesulitan akses sehingga tidak memahami penyakit yang dideritanya. 

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (PERABOI) Walta Gautama mengatakan kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini kanker payudara karena minimnya informasi yang didapat. 

Seharusnya kata Walta informasi ini disebarkan di tempat-tempat publik agar penanganan dan pengobatan mereka yang terkena kanker payudara bisa lebih komperehensif, tidak datang dalam kondisi terlambat. “Media informasinya sedikit. Porsinya lebih banyak diambil pengobatan alternatif,” sebutnya. 

Walta menuturkan banyak pasien kanker payudara yang baru datang ke dokter 1-2 bulan pasca benjolan muncul. Padahal jika datang lebih dini, pengobatannya pun tidak akan memakan waktu lama dan efektif dibandingkan yang sudah metastasis. 

Ya, tidak jarang juga ketika dalam pengobatan kanker, pasien berhenti karena lebih memilih pengobatan alternatif yang belum tentu memperbaiki kondisi mereka. 

Sementara itu, Walta berharap agar jumlah ahli bedah onkologi meningkat. Selama 50 tahun katanya hanya ada 225 ahli bedah onkologi di Indonesia. 

Idealnya, setiap provinsi memiliki ahli bedah onkologi lebih dari satu. “Harus ada kewajiban setiap provinsi memiliki 1 bedah onkologi untuk 500.000 penduduk. Kita harus kejar 500 ahli bedah onkologi,” tuturnya. 

Walta juga menyarankan agar ahli bedah onkologi ditempatkan bukan di tempat rujukan akhir melainkan fasilitas kesehatan yang lebih dekat dengan masyarakat sehingga pembedahannya jauh lebih baik. 

“Seperti Laos yang mengambil keputusan berapapun stadium yang ada langsung angkat,sehingga turun angka kematiannya,” ujarnya.

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Film tentang Muslim Milenial Ini Tayang di Lionsgate Play Indonesia

BERIKUTNYA

4 Ide Kado Menarik untuk si Buah Hati pada Hari Anak Nasional

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: