Pementasan teater monolog Drupadi: Apa Karena Aku Perempuan, Jumat (2/6/2023) di Gedung Kesenian Jakarta. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

Suara Lantang Perempuan Melawan Toksik Maskulinitas dalam Teater Monolog Drupadi

11 June 2023   |   16:00 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Like
Tepat setelah tirai merah panggung pertunjukan dibuka, muncul seorang perempuan yang memainkan biola. Irama dan tempo yang diciptakannya dinamis, mulai dari yang terdengar lembut hingga suara yang menghentak. Iringan biola itu menghipnotis dan seolah mengajak penonton memasuki ruang yang lain.

Selesainya, muncul tiga pasang penari perempuan dan laki-laki dari sudut kanan dan kiri panggung. Dengan iringan musik dan teknologi visual yang megah, mereka menari dan berteatrikal. Gerakan penari laki-laki menarik rambut penari perempuan dengan kasar menyimbolkan dominasi dan kuasa kaum adam di tengah dunia yang patriarki.

Seiring para penari keluar panggung, munculah sosok perempuan bergaun putih lengkap dengan aksesoris kalung, gelang, dan anting emas yang menyala seraya rambutnya yang dibiarkan terurai di punggungnya. Dialah Drupadi yang dilakonkan oleh Anak Agung Oka Diartini dalam pentas monolog Drupadi: Apa Karena Aku Perempuan di Gedung Kesenian Jakarta.

Baca juga: Teater Monolog Drupadi Siap Digelar, Libatkan Puluhan Seniman Bali Berbakat

Berangkat dari kitab Mahabharata, nama Drupadi terlanjur dikenal sebagai sosok dewi yang tak biasa karena memiliki lima suami yang merupakan tokoh Pandawa yakni Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Citranya sebagai perempuan seolah terdengar gagah di tengah dunia yang cenderung maskulin dan patriarkis.

Tak sedikit yang memahami bahwa hal itu datang pada hidup Drupadi bukan atas kemauannya sendiri. Drupadi justru menjadi 'hadiah' taruhan dari sebuah sayembara yang diikuti oleh semua Ksatria di seluruh penjuru Bharatawarsha. Dengan kuasa Dewi Kunti, ibu dari para ksatria Pandawa, dia pun harus menerima nasibnya berbagi tubuh dengan lima orang suami.
 

Pementasan teater monolog Drupadi: Apa Karena Aku Perempuan, Jumat (2/6/2023) di Gedung Kesenian Jakarta (sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

Pementasan teater monolog Drupadi: Apa Karena Aku Perempuan, Jumat (2/6/2023) di Gedung Kesenian Jakarta (sumber gambar: Hypeabis.id/Luke Andaresta)

Namun, di panggung teater monolog Drupadi, sang sutradara sekaligus penulis Putu Fajar Arcana mencoba menggugat narasi heroik tentang Drupadi sebagai dewi yang poliandri tersebut. Dengan pembacaan dan riset yang panjang beberapa teks sastra klasik seperti Ramayana, Mahabharata, dan Sudamala, dia mencoba menawarkan satu narasi tentang Drupadi dengan sudut pandang berbeda sehingga relevan dengan isu perempuan saat ini.

Jika narasi-narasi sebelumnya Drupadi dikisahkan dari sudut pandang kuasa laki-laki, dalam pementasan ini, sang dewi justru mencoba mencari celah untuk menggugat semua itu termasuk menyuarakan perlawanannya sebagai perempuan yang tubuh dan jiwanya kerap terkungkung oleh kuasa laki-laki.

Teater monolog Drupadi mencoba menggugat narasi heroik tentang sang dewi yang poliandri dan menempatkannya sebagai narasi pergulatan sekaligus perlawanan perempuan yang relevan dengan saat ini.

Hal itu salah satunya direalisasikan dengan adegan Drupadi yang menjelma menjadi seekor kijang layaknya raksasa Marica yang meneror Rama dan Laksmana dalam kisah Ramayana. Dalam pertunjukan, Drupadi menjadi kijang dan bersembunyi di hutan untuk meneror dan menjebak para ksatria Pandawa.

Bentuk perlawanan Drupadi tak sampai situ. Pada akhir pementasan, putri dari raja Drupada itu juga dikisahkan akhirnya bertransformasi menjadi Durga. Dalam kitab Sudamala, Durga adalah dewi perang yang melambangkan kekuatan serta perlindungan. Dengan menjadi Durga, Drupadi lantas dapat melawan kuasa tirani laki-laki dan toksik maskulinitas yang sampai saat ini masih hadir di tengah kehidupan masyarakat.

"Pertunjukan Drupadi ini seperti memberikan peluang pada perempuan untuk menciptakan perlawanan atau gugatan terhadap relasi kuasa yang terus-menerus dipegang oleh laki-laki," kata pria yang akrab disapa Can itu.

Meski mengangkat teks sastra klasik, pementasan teater monolog Drupadi justru dikemas dengan pendekatan yang lebih modern dan kekinian. Panggung pertunjukan begitu hidup dengan sajian teknologi visual, penataan cahaya, hingga iringan musik yang tampak terkonsep dengan sangat baik.

Direktur Artistik dan Visual Dibal Ranuh menuturkan dalam pertunjukan teater monolog Drupadi, dia dan tim berupaya untuk menerjemahkan teks sastra yang naratif dengan teknologi visual melalui perantaraan cahaya. Alih-alih hanya menampilkan visualisasi yang telah melekat dengan teks-teks klasik, Dibal justru berusaha menciptakan gambar-gambar yang memberikan efek dramatik.
 

Pementasan teater monolog Drupadi: Apa Karena Aku Perempuan, Jumat (2/6/2023) di Gedung Kesenian Jakarta (sumber gambar: Kitapoleng Bali)

Pementasan teater monolog Drupadi: Apa Karena Aku Perempuan, Jumat (2/6/2023) di Gedung Kesenian Jakarta (sumber gambar: Kitapoleng Bali)

Menurutnya, naskah yang dibuat oleh Putu Fajar Arcana membuka ruang interpretasi yang lebar untuk menerjemahkannya menjadi bahasa artistik dan visual. Meski tampak menggunakan bahasa yang sederhana, katanya, di dalamnya tersimpan kedalaman visual yang menantangnya untuk merealisasikannya di atas panggung.

Dibal tidak berupaya untuk menduplikasi visualisasi yang selama ini menyertai teks Mahabharata yang telah hidup dalam ingatan publik Nusantara. Dalam pementasan ini, dia justru menyuguhkan gambar-gambar yang tak berhenti sebagai ilustrasi belaka. Dia juga menciptakan efek-efek cahaya dan setting gambar yang terkadang terlihat natural tapi tak jarang juga tampak sangat futuristik.

"Semua gambar dalam lakon ini telah diolah dengan teknologi digital, sehingga memberi efek kekinian yang dekat dengan keseharian kita sekarang ini. Tidak bisa dipungkiri bahwa dunia digital adalah hidup kita hari ini," kata seniman yang merupakan pendiri kelompok seni Kitapoleng Bali itu.

Selain Anak Agung Oka Diartini yang berperan sebagai Drupadi, pementasan monolog ini juga melibatkan tiga belas orang penari dengan arahan koreografer asal Jepang, Jasmine Okubo, juga duo penata musik dari Bali bernama Kadapat. Sebelum di Jakarta, mereka juga telah mementaskan teater monolog Drupadi di Bali pada Oktober 2022 lalu.

Selanjutnya: Fasilitas Gedung Pertunjukan Jadi Tantangan
1
2


SEBELUMNYA

Pengamat Musik Sebut Java Jazz Festival Punya Penonton yang Loyal

BERIKUTNYA

Cek 5 Pameran Seni Rupa Juni 2023, dari Syakieb Sungkar hingga Museum MACAN

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: