Ilustrasi regulasi teknologi artificial intelligence (Sumber: Freepik/Rawpixel)

Bos ChatGPT Minta AI Diregulasi, Cek Perkembangan Aturannya di Berbagai Negara 

24 May 2023   |   10:59 WIB
Image
Syaiful Millah Asisten Manajer Konten Hypeabis.id

Ada yang menarik dalam sidang senat Amerika Serikat bertajuk Oversight of A.I: Rules for Artificial Intelligence yang digelar akhir pekan lalu. Di sana, CEO OpenAI - perusahaan di balik layanan populer ChatGPT, Samuel ‘Sam’ Altman meminta agar otoritas mengatur teknologi kecerdasan buatan (AI). 

Hal ini tidak biasa. Pelaku industri meminta agar pemerintah atau otoritas mengeluarkan regulasi terkait produk dan jasa/layanan mereka. Poin ini juga yang diungkapkan oleh Senator Dick Durbin dalam sambutannya di sidang tersebut. 

“Saya tidak ingat kapan orang-orang yang mewakili perusahaan besar atau entitas sektor swasta datang ke hadapan kami dan memohon kepada kami untuk mengatur mereka,” katanya seperti dikutip Tech Policy Press

Baca juga: Guncang Dunia Melalui ChatGPT, Yuk Kenalan dengan CEO OpenAI Sam Altman

Di luar ketidakbiasaan tersebut, pengaturan teknologi kecerdasan artifisial kian santer seiring dengan popularitas berbagai produk yang muncul dan ‘meledak’ dalam beberapa waktu terakhir. Sebut saja ChatGPT, DALL-E2, Stable Diffusion, Lumens, Podcastle, dan masih banyak yang lainnya. 

Altman mengatakan bahwa AI punya potensi yang sangat besar, tapi tak terlepas dari risiko bahaya. Misalnya, dampak kecerdasan buatan terhadap ekonomi, termasuk kemungkinan bahwa teknologi itu bakal menggantikan banyak pekerjaan dan menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai bidang. 

“Akan ada dampak pada lapangan kerja. Kami mencoba mengungkapkannya dengan jelas. Dan kita perlu mencari tahu bagaimana upaya untuk memitigasi itu,” katanya. 

Selain ekonomi, teknologi itu juga punya potensi dampak terhadap demokrasi. Contohnya, bagaimana AI bisa digunakan untuk membuat dan mengirim informasi yang salah selama pemilihan. Terlebih, Amerika Serikat bakal menghadapi pemilihan umum tak lama lagi. 

Senator Republik, Josh Hawley, sepakat bahwa artificial intelligence bisa bersifat revolusioner. Namun, dia juga menganalogikan ini dengan penemuan ‘bom atom’. Sementara itu Senator Demokrat, Richard Blumenthal, mengatakan bahwa dia tak ingin adanya dominasi AI yang tak terkontrol dalam kehidupan masa depan. 

Perbincangan terkait regulasi kecerdasan buatan sejatinya bukan hal yang baru. Sejumlah negara telah berupaya melakukan kontrol atas teknologi pintar itu. Dirangkum Hypeabis.id dari berbagai sumber, berikut update di beberapa negara dan wilayah. 

Baca juga: Teknologi AI Makin Canggih, Masyarakat Diminta Perhatikan Privasi & Keamanan Data Pribadi 
 

1. Uni Eropa 

Anggota parlemen Uni Eropa telah menyepakati draf pertama regulasi untuk mengatur penggunaan AI. Undang-undang itu memang masih perlu menyelesaikan tahapan prosedural untuk dinegosiasikan dan diselesaikan dengan negara-negara anggota. Harapannya, pada tahun ini, aturan tersebut akan mulai diimplementasikan. 

Nantinya, aturan AI di Uni Eropa akan mengkategorikan sistem kecerdasan buatan ke dalam kelas risiko tertentu mulai dari minimal, risiko tinggi, hingga yang harus dilarang sama sekali. Sistem Ai yang membuat keputusan penting bagi publik juga harus punya standar tinggi, dan yang tak kalah penting adalah transparansi data. 
 

2. China 

Negeri Panda punya konsern yang tinggi terhadap perkembangan teknologi mutakhir ini. Termasuk tentang generative artificial intelligence yang tumbuh masif belakangan. Bagaimana tidak, The Cyberspace Administration of China baru-baru ini merilis draf yang berjudul Measures for Generative Artificial Intelligence Services. 

Draf tersebut dirancang untuk mengelola produk kecerdasan buatan generatif seperti ChatGPT. Isinya mencakup tentang aturan dasar yang harus diikuti oleh layanan AI generatif, termasuk jenis konten yang bisa dihasilkan. 

Rancangan aturan itu juga menyoroti masalah yang menjadi perhatian khusus pemerintah China terkait penggunaan layanan serupa termasuk moderasi konten, distorsi informasi, penyalahgunaan, bias algoritmik, hingga transparansi. Sebagaimana diketahui, pemerintah setempat belum lama ini menangkap oknum yang memanfaatkan ChatGPT untuk membuat konten hoaks. 
 

3. Brasil 

Sejak tahun lalu, Negeri Samba mulai mengerjakan undang-undang pertamanya untuk mengatur kecerdasan buatan. Pada Desember 2022, Komisi Yurisprudensi Non-Permanen Senat Brasil menyampaikan sebuah laporan yang membahas topik AI, termasuk menyertakan studi dan draf regulasinya. 

Laporan Wilson Center menyatakan bahwa draf yang diajukan tentang rekomendasi bagaimana negara perlu mengatur AI itu terdiri dari sekitar 900 halaman. Teks diproduksi oleh sekelompok pakar hukum, anggota akademisi, perusahaan, dan pengawas perlindungan data nasional Brasil. 

Rancangan itu berfungsi sebagai titik awal pembahasan lebih detail tentang peraturan AI yang baru. Aturan tersebut didasarkan pada tiga pilar utama yakni menjamin hak-hak orang yang terkena dampak sistem, mengklasifikasikan tingkat risiko, dan memprediksi langkah tata kelola untuk perusahaan yang menyediakan atau mengoperasikan sistem AI. 
 

4. Kanada 

Pertengahan tahun lalu, pemerintah federasi Kanada mengajukan rancangan undang-undang C-27, yang juga dikenal sebagai Digital Charter Implementation Acr 2022. Salah satu bagian dari paket regulasi itu berisi aturan bertajuk Artificial Intelligence and Data Act (AIDA), alias regulasi AI pertama negara tersebut. 

AIDA bertujuan untuk mengatur perdagangan internasional dan antarwilayah dalam sistem AI dengan mewajibkan kelompok tertentu mengambil langkah untuk mengurangi risiko bahaya dan bias sistem. Aturan ini juga melarang praktik penanganan data dan sistem AI yang bisa menyebabkan kerugian serius. Per Maret 2023, rancangan ini sudah dibacakan di House of Commons dan menunggu persetujuan senat. 
 

5. Korea Selatan 

Pada Februari 2023, Science, ICT, Broadcasting and Communications Committee of Korean National Assembly resmi mengesahkan undang-undang yang diusulkan untuk memberlakukan aturan Act on Promotion of AI Industry and Framework for Establishing Trustworthy AI, atau yang disebut-sebut sebagai Undang-Undang Ai. 

Dengan demikian, regulasi ini tinggal menunggu beberapa langkah lagi hingga disahkan menjadi aturan resmi oleh Majelis Nasional. Nantinya, ini akan menjadi undang-undang pertama yang jadi landasan hukum komprehensif untuk Korea Selatan mengatur dan mengelola industri AI. 

Rancangan tersebut merupakan gabungan dari tujuh aturan yang sebelumnya terpisah-pisah. Dibuat untuk tidak hanya mendukung industri AI dan teknologi yang relevan, tapi juga melindungi pengguna layanan berbasis teknologi ini dengan memastikan sistem yang bisa dipercaya. 

Baca juga: Kiat Memanfaatkan ChatGPT untuk Kebutuhan Profesional

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Debut di Cannes, Film Asteroid City Besutan Wes Anderson Dapat Standing Ovation 8 Menit

BERIKUTNYA

Musim Haji Tiba, Intip 4 Hal yang Boleh & Tidak Boleh Dilakukan Saat di Tanah Suci

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: