Potensi AI dalam Bidang Medis untuk Diagnosa Penyakit yang Lebih Cepat dan Akurat
23 May 2023 |
18:00 WIB
1
Like
Like
Like
Pandemi menyoroti dua tantangan besar dalam sistem perawatan kesehatan Indonesia, yakni waktu tunggu yang lama dan kekurangan staf rumah sakit. Meskipun Indonesia secara bertahap keluar dari situasi pandemi, nyatanya kita belum terlepas dari tantangan ini.
Seiring berjalannya waktu, tantangan ini akan terus berlanjut. Terlebih ditambah dengan meningkatnya penyakit tidak menular (PTM) seperti kanker, penyakit kardiovaskular, dan diabetes karena faktor usia. Diketahui 74 persen dari total kematian secara global disebabkan oleh penyakit tersebut.
Dengan bertambahnya populasi lansia dan meningkatnya PTM, kemudian menyebabkan permintaan layanan medis meningkat. Ini lantas akan menempatkan beban besar pada sistem perawatan kesehatan, sehingga waktu tunggu pasien menjadi lebih lama dan memperburuk kondisi medis mereka.
Baca juga: 7 Prediksi Tren Kecerdasan Buatan 2023, dari AI Generatif hingga Adaptif
Di Indonesia, rata-rata waktu tunggu pasien kanker untuk terdiagnosa bisa mencapai 4-7 hari. Sementara itu, rata-rata waktu tunggu pasien kanker untuk menjalani radiasi adalah 12 minggu atau tiga bulan 5. Terlebih banyak rumah sakit yang sedang menghadapi kekurangan tenaga kerja.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa tenaga kesehatan di Asia Tenggara akan kekurangan 4,7 juta orang 6 pada tahun 2030, sementara menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, Indonesia kekurangan sekitar 160.000 dokter untuk memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 1:1000, artinya 1 dokter untuk setiap 1.000 orang.
Berbagai tantangan ini tidak dapat diabaikan begitu saja, teknologi dapat menjadi senjata ampuh untuk mengatasinya. Teknologi dapat mendukung potensi penuh AI untuk meningkatkan diagnosa, efisiensi kerja, dan biaya.
Dimana AI dapat membantu mengotomatisasi dan mempercepat tugas rutin para ahli kesehatan serta menghasilkan wawasan yang berpusat pada pasien berdasarkan volume data yang besar untuk membantu meningkatkan produktivitas dan hasilnya.
Dalam diagnosis penyakit, teknologi berbasis AI dapat melakukan pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) tiga kali lebih cepat dari biasanya yang membantu mengurangi total waktu pemeriksaan, dan produktivitas departemen serta mengurangi biaya per pemeriksaan.
Teknologi AI dalam sistem ultrasound, dapat mengotomatiskan kerja manual dan melakukan pekerjaan berulang dalam pengukuran ultrasound. Bayangkan jika proses yang biasanya membutuhkan waktu 30 menit bisa menjadi hanya 10 menit. Artinya pasien dapat didiagnosa lebih cepat, sehingga mengurangi waktu tunggu dan meningkatkan jumlah pasien yang didiagnosis setiap hari.
Setiaji, Kepala Kantor Transformasi Digital, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengatakan bahwa teknologi AI dalam waktu dekat, mungkin memiliki kemampuan secara efektif mengatasi tantangan kesehatan spesifik yang dihadapi Indonesia saat ini.
"Melalui AI, praktisi kesehatan dapat memberikan diagnosa dan prognosis yang lebih cepat dan lebih tepat, sehingga mampu meningkatkan proses perawatan pasien dan merampingkan sistem manajemen rumah sakit," katanya dikutip dari rilis.
Selain itu, jelasnya AI dapat berkontribusi untuk mengatasi kelangkaan tenaga profesional kesehatan, sehingga mendorong kesetaraan yang lebih besar dalam akses layanan kesehatan di seluruh Indonesia.
Namun, untuk mengimplementasikan teknologi AI di rumah sakit Indonesia masih banyak hal yang perlu dipersiapkan. Misalnya sumber daya manusia, sistem informasi elektronik, peralatan, dan penyedia layanan yang juga mendukung praktik ramah lingkungan.
Senada dengan pernyataan tersebut, Pim Preesman, Presiden Direktur Philips Healthcare Indonesia memaparkan bahwa Potensi AI dapat memberikan manfaat sangat besar untuk mempercepat dan meningkatkan diagnosa serta manajemen perawatan penyakit.
"Nantinya ini akan membantu mengurangi tekanan yang dihadapi para staf, mengelola pemrosesan pasien dengan lebih baik, dan pada akhirnya membantu meningkatkan jalur dan pengalaman perawatan pasien.” katanya.
Pada konferensi internasional besar terbaru tentang radiologi pada acara European Congress of Radiology (ECR), Philips mempresentasikan pendekatan terpadu berbasis Al di berbagai alat diagnostik termasuk MR, CT, sinar-X diagnostik dan ultrasonografi, termasuk teknologi pencitraan yang memanfaatkan mesin kecepatan canggih Philips dan teknologi rekonstruksi AI yang mampu meningkatkan kecepatan dan kualitas gambar.
Dalam kemitraan dengan Leiden University Medical Center (Leiden, Belanda), Philips berinovasi dengan AI untuk lebih mempercepat dan meningkatkan pemeriksaan MR, dengan tujuan untuk mengurangi waktu pemindaian menjadi kurang dari lima menit dan untuk merekonstruksi gambar MR yang mendetail meskipun pasien atau organ dalam sedang bergerak.
AI juga dapat membantu mengatasi masalah kelelahan para staf yang kami saksikan dengan membantu meringankan beban kerja mereka. AI dapat mengambil alih tugas manual, mengotomatiskan langkah-langkah tertentu, dan melengkapi pengambilan keputusan profesional kesehatan.
Semua upaya ini dapat membantu menghemat waktu dan pada akhirnya mengurangi tekanan bagi para profesional kesehatan, serta memberi mereka waktu untuk kembali merawat pasien. Dengan mendukung para pekerja layanan kesehatan, AI berpotensi meningkatkan layanan perawatan, pengalaman pasien, dan hasil kesehatan secara keseluruhan.
AI juga mendukung perawatan preventif dan virtual dengan memungkinkan perawat memantau dan berhubungan dengan pasien dari jarak jauh. Terutama pasien yang berada di daerah terpencil, sehingga mereka tidak perlu melakukan perjalanan jauh ke rumah sakit dan terpapar emisi CO2.
Para pemimpin layanan kesehatan di APAC telah menyadari peluang tersebut, dilihat dari Future Health Index Philips 2022. Di seluruh wilayah, 82 persen pemimpin layanan kesehatan memperkirakan bahwa AI akan menjadi investasi teratas dalam 3 tahun ke depan.
Baca juga: Teknologi AI Makin Canggih, Masyarakat Diminta Perhatikan Privasi & Keamanan Data Pribadi
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Seiring berjalannya waktu, tantangan ini akan terus berlanjut. Terlebih ditambah dengan meningkatnya penyakit tidak menular (PTM) seperti kanker, penyakit kardiovaskular, dan diabetes karena faktor usia. Diketahui 74 persen dari total kematian secara global disebabkan oleh penyakit tersebut.
Dengan bertambahnya populasi lansia dan meningkatnya PTM, kemudian menyebabkan permintaan layanan medis meningkat. Ini lantas akan menempatkan beban besar pada sistem perawatan kesehatan, sehingga waktu tunggu pasien menjadi lebih lama dan memperburuk kondisi medis mereka.
Baca juga: 7 Prediksi Tren Kecerdasan Buatan 2023, dari AI Generatif hingga Adaptif
Di Indonesia, rata-rata waktu tunggu pasien kanker untuk terdiagnosa bisa mencapai 4-7 hari. Sementara itu, rata-rata waktu tunggu pasien kanker untuk menjalani radiasi adalah 12 minggu atau tiga bulan 5. Terlebih banyak rumah sakit yang sedang menghadapi kekurangan tenaga kerja.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa tenaga kesehatan di Asia Tenggara akan kekurangan 4,7 juta orang 6 pada tahun 2030, sementara menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, Indonesia kekurangan sekitar 160.000 dokter untuk memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 1:1000, artinya 1 dokter untuk setiap 1.000 orang.
Berbagai tantangan ini tidak dapat diabaikan begitu saja, teknologi dapat menjadi senjata ampuh untuk mengatasinya. Teknologi dapat mendukung potensi penuh AI untuk meningkatkan diagnosa, efisiensi kerja, dan biaya.
Dimana AI dapat membantu mengotomatisasi dan mempercepat tugas rutin para ahli kesehatan serta menghasilkan wawasan yang berpusat pada pasien berdasarkan volume data yang besar untuk membantu meningkatkan produktivitas dan hasilnya.
Dalam diagnosis penyakit, teknologi berbasis AI dapat melakukan pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) tiga kali lebih cepat dari biasanya yang membantu mengurangi total waktu pemeriksaan, dan produktivitas departemen serta mengurangi biaya per pemeriksaan.
Teknologi AI dalam sistem ultrasound, dapat mengotomatiskan kerja manual dan melakukan pekerjaan berulang dalam pengukuran ultrasound. Bayangkan jika proses yang biasanya membutuhkan waktu 30 menit bisa menjadi hanya 10 menit. Artinya pasien dapat didiagnosa lebih cepat, sehingga mengurangi waktu tunggu dan meningkatkan jumlah pasien yang didiagnosis setiap hari.
Setiaji, Kepala Kantor Transformasi Digital, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengatakan bahwa teknologi AI dalam waktu dekat, mungkin memiliki kemampuan secara efektif mengatasi tantangan kesehatan spesifik yang dihadapi Indonesia saat ini.
"Melalui AI, praktisi kesehatan dapat memberikan diagnosa dan prognosis yang lebih cepat dan lebih tepat, sehingga mampu meningkatkan proses perawatan pasien dan merampingkan sistem manajemen rumah sakit," katanya dikutip dari rilis.
Selain itu, jelasnya AI dapat berkontribusi untuk mengatasi kelangkaan tenaga profesional kesehatan, sehingga mendorong kesetaraan yang lebih besar dalam akses layanan kesehatan di seluruh Indonesia.
Namun, untuk mengimplementasikan teknologi AI di rumah sakit Indonesia masih banyak hal yang perlu dipersiapkan. Misalnya sumber daya manusia, sistem informasi elektronik, peralatan, dan penyedia layanan yang juga mendukung praktik ramah lingkungan.
Senada dengan pernyataan tersebut, Pim Preesman, Presiden Direktur Philips Healthcare Indonesia memaparkan bahwa Potensi AI dapat memberikan manfaat sangat besar untuk mempercepat dan meningkatkan diagnosa serta manajemen perawatan penyakit.
"Nantinya ini akan membantu mengurangi tekanan yang dihadapi para staf, mengelola pemrosesan pasien dengan lebih baik, dan pada akhirnya membantu meningkatkan jalur dan pengalaman perawatan pasien.” katanya.
Pada konferensi internasional besar terbaru tentang radiologi pada acara European Congress of Radiology (ECR), Philips mempresentasikan pendekatan terpadu berbasis Al di berbagai alat diagnostik termasuk MR, CT, sinar-X diagnostik dan ultrasonografi, termasuk teknologi pencitraan yang memanfaatkan mesin kecepatan canggih Philips dan teknologi rekonstruksi AI yang mampu meningkatkan kecepatan dan kualitas gambar.
Dalam kemitraan dengan Leiden University Medical Center (Leiden, Belanda), Philips berinovasi dengan AI untuk lebih mempercepat dan meningkatkan pemeriksaan MR, dengan tujuan untuk mengurangi waktu pemindaian menjadi kurang dari lima menit dan untuk merekonstruksi gambar MR yang mendetail meskipun pasien atau organ dalam sedang bergerak.
AI juga dapat membantu mengatasi masalah kelelahan para staf yang kami saksikan dengan membantu meringankan beban kerja mereka. AI dapat mengambil alih tugas manual, mengotomatiskan langkah-langkah tertentu, dan melengkapi pengambilan keputusan profesional kesehatan.
Semua upaya ini dapat membantu menghemat waktu dan pada akhirnya mengurangi tekanan bagi para profesional kesehatan, serta memberi mereka waktu untuk kembali merawat pasien. Dengan mendukung para pekerja layanan kesehatan, AI berpotensi meningkatkan layanan perawatan, pengalaman pasien, dan hasil kesehatan secara keseluruhan.
AI juga mendukung perawatan preventif dan virtual dengan memungkinkan perawat memantau dan berhubungan dengan pasien dari jarak jauh. Terutama pasien yang berada di daerah terpencil, sehingga mereka tidak perlu melakukan perjalanan jauh ke rumah sakit dan terpapar emisi CO2.
Para pemimpin layanan kesehatan di APAC telah menyadari peluang tersebut, dilihat dari Future Health Index Philips 2022. Di seluruh wilayah, 82 persen pemimpin layanan kesehatan memperkirakan bahwa AI akan menjadi investasi teratas dalam 3 tahun ke depan.
Baca juga: Teknologi AI Makin Canggih, Masyarakat Diminta Perhatikan Privasi & Keamanan Data Pribadi
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.