Sejarah & Filosofi Lebaran Ketupat, Tradisi Unik Sepekan Pasca Idulfitri
29 April 2023 |
13:12 WIB
1
Like
Like
Like
Indonesia memiliki ragam tradisi yang unik untuk merayakan pada momen besar keagamaan seperti Idulfitri. Di beberapa daerah seperti Jawa dan Lombok, ada tradisi turun temurun yakni Lebaran Ketupat yang diperingati sepekan setelah Idulfitri atau 8 syawal, tepatnya hari ini.
Juga disebut Kenduri Ketupat, sejarahnya tidak lepas dari jejak salah satu satu Wali Songo, Sunan Kalijaga. Mengutip laman resmi Kabupaten Kebumen, Sunan Kalijaga saat menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa kala itu membawa ajaran puasa enam hari di bulan syawal.
Hadis Imam Muslim menyebutkan bahwa Rasulullah Muhammad SAW bersabda barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian melanjutkan enam hari di bulan Syawal maka baginya pahala puasa selama setahun penuh.
Baca juga: Ragam Tradisi Unik Lebaran di Indonesia
Bersandar pada hadis tersebut, Sunan Kalijaga memperkenalkan puasa syawal mulai tanggal 2-7 syawal atau selama enam hari berturut-turut pasca Idulfitri. Kemudian pada 8 syawal orang-orang kembali merayakan Lebaran yang disebut sebagai Lebaran Ketupat.
Mengutip NU Online, Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan, tradisi kupatan muncul pada era Wali Songo dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah berkembang di kalangan masyarakat Nusantara. Tradisi ini kemudian dijadikan sarana untuk mengenalkan ajaran Islam mengenai cara bersyukur kepada Allah SWT, bersedekah, dan bersilaturrahim di hari Lebaran.
Di Lombok, masyarakat menyebutnya sebagai Lebaran Topat. Menilik dari laman Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Lebaran Topat sangat disakralkan oleh orang Sasak, terutama penganut Waktu Telu.
Dulu, suku ini mengawali perayaan Lebaran Topat dengan shalat qulhu sataq. Kata qulhu berasal dari qulhuwallohu ahad dan sataq artinya 200. Dengan demikian salat qulhu sataq bermakna saolat dengan membaca surat al Ikhlas sebanyak 200 kali.
Bentuk dan bahan pembuat ketupat pun memiliki makna filosofis mendalam. Bungkus yang dibuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa, sedangkan bentuk segi empat mencerminkan prinsip kiblat papat lima pancer yang bermakna bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.
Rumitnya anyaman bungkus ketupat juga mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia. Adapun warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah mohon ampun dari kesalahan. Belum lagi beras sebagai isi ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah hari raya.
Sementara bagi masyarakat suku sasak Lombok, topat merupakan makanan khas dan bagian dari khazanah kearifan lokal masyarakat untuk mengingatkan manusia pada asalnya. Ketupat yang berbentuk segi empat bermakna bahwa manusia terdiri dari empat unsur utama yakni air, tanah, api dan angin. Bahan utama topat adalah beras yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia.
Dalam tradisinya, masyarakat akan memakan ketupat bersama-sama, disebut juga begibung yang menjadi ajang silaturahmi atau halal bihalal bersama keluarga, tetangga, rekan, atau kolega. Dulu ada banyak ritual yang dilakukan seperti mengunjungi makam bersejarah, kemudian bersama-sama pergi ke pantai untuk menyantap ketupat.
Baca juga: Kerap Disajikan Saat Lebaran, Apa Beda Ketupat, Lontong, & Buras?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Juga disebut Kenduri Ketupat, sejarahnya tidak lepas dari jejak salah satu satu Wali Songo, Sunan Kalijaga. Mengutip laman resmi Kabupaten Kebumen, Sunan Kalijaga saat menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa kala itu membawa ajaran puasa enam hari di bulan syawal.
Hadis Imam Muslim menyebutkan bahwa Rasulullah Muhammad SAW bersabda barangsiapa yang berpuasa Ramadan kemudian melanjutkan enam hari di bulan Syawal maka baginya pahala puasa selama setahun penuh.
Baca juga: Ragam Tradisi Unik Lebaran di Indonesia
Bersandar pada hadis tersebut, Sunan Kalijaga memperkenalkan puasa syawal mulai tanggal 2-7 syawal atau selama enam hari berturut-turut pasca Idulfitri. Kemudian pada 8 syawal orang-orang kembali merayakan Lebaran yang disebut sebagai Lebaran Ketupat.
Mengutip NU Online, Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan, tradisi kupatan muncul pada era Wali Songo dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah berkembang di kalangan masyarakat Nusantara. Tradisi ini kemudian dijadikan sarana untuk mengenalkan ajaran Islam mengenai cara bersyukur kepada Allah SWT, bersedekah, dan bersilaturrahim di hari Lebaran.
Di Lombok, masyarakat menyebutnya sebagai Lebaran Topat. Menilik dari laman Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Lebaran Topat sangat disakralkan oleh orang Sasak, terutama penganut Waktu Telu.
Dulu, suku ini mengawali perayaan Lebaran Topat dengan shalat qulhu sataq. Kata qulhu berasal dari qulhuwallohu ahad dan sataq artinya 200. Dengan demikian salat qulhu sataq bermakna saolat dengan membaca surat al Ikhlas sebanyak 200 kali.
Makna Ketupat di Dalam Perayaan
Ketupat atau kupat berasal dari bahasa Jawa, ngaku lepat yang berarti mengakui kesalahan. Diharapkan dengan ketupat, sesama muslim mengakui kesalahan dan saling memaafkan, serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat tersebut.Bentuk dan bahan pembuat ketupat pun memiliki makna filosofis mendalam. Bungkus yang dibuat dari janur kuning melambangkan penolak bala bagi orang Jawa, sedangkan bentuk segi empat mencerminkan prinsip kiblat papat lima pancer yang bermakna bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah.
Rumitnya anyaman bungkus ketupat juga mencerminkan berbagai macam kesalahan manusia. Adapun warna putih ketupat ketika dibelah dua mencerminkan kebersihan dan kesucian setelah mohon ampun dari kesalahan. Belum lagi beras sebagai isi ketupat diharapkan menjadi lambang kemakmuran setelah hari raya.
Sementara bagi masyarakat suku sasak Lombok, topat merupakan makanan khas dan bagian dari khazanah kearifan lokal masyarakat untuk mengingatkan manusia pada asalnya. Ketupat yang berbentuk segi empat bermakna bahwa manusia terdiri dari empat unsur utama yakni air, tanah, api dan angin. Bahan utama topat adalah beras yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia.
Dalam tradisinya, masyarakat akan memakan ketupat bersama-sama, disebut juga begibung yang menjadi ajang silaturahmi atau halal bihalal bersama keluarga, tetangga, rekan, atau kolega. Dulu ada banyak ritual yang dilakukan seperti mengunjungi makam bersejarah, kemudian bersama-sama pergi ke pantai untuk menyantap ketupat.
Baca juga: Kerap Disajikan Saat Lebaran, Apa Beda Ketupat, Lontong, & Buras?
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.