Rusdy Rukmarata Sang Penari Penggerak Generasi Muda
20 April 2023 |
10:00 WIB
Kepergian Rusdy Rukmarata membawa pukulan berat untuk dunia tari Indonesia. Pria yang dikenal sebagai pendiri EKI Dance Company itu berpulang setelah didera penyakit stroke sejak Februari 2023 lalu. Kembalinya sang maestro tari ke pangkuan Tuhan justru tak menyurutkan semangat geraknya.
Tangan dan kakinya yang bergerak serentak dengan paduan musik masih terus terkenang. Tidak hanya sebagai pendiri, Rusdy Rukmarata juga menjadi direktur artistik yang mengurus segala tata seni di perusahaan yang dibangunnya pada 1996 tersebut.
Baca juga: Tapak Tilas Rusdy Rukmarata di Dunia Seni Tari, Pendiri EKI Dance Company Berpulang
EKI Dance Company dibuatnya bersama sang istri, Aiko Senosoenoto sebagai wadah bagi anak muda Indonesia dalam berkreasi dalam dunia tari. Generasi penuh aksi ini datang dari seluruh penjuru desa dan kota di Indonesia yang memikul kisahnya dalam berbagai latar belakang.
Rusdy cukup tegas menempa anak didiknya sebagai penari profesional. Dengan kedisiplinan yang tinggi, EKI Dance Company membuka ragam kelas pengembangan minat termasuk pendidikan tari seperti ballet, jazz, tari tradisi, dan kontemporer. Begitupun dengan bidang non-tari seperti vokal, akting, hingga seni pertunjukan.
Setiap harinya, Rusdy Rukmarata mengawali pagi mengajar kelas balet. Pria kelahiran 6 Agustus 1962 ini memberi ruang berekspresi bagi setiap penarinya. Semua itu dilakukannya sesuai dengan akar dari EKI yang sebetulnya merupakan kepanjangan dari Eksotika Karmawibhangga Indonesia.
Nama itu dipilih Rusdy saat membentuk EKI Dance Company dengan maksud usahanya dalam menjadi wadah penghormatan untuk semua orang. Rusdy percaya bahwa setia orang memiliki latar belakangnya masing-masing hingga berujung pada suatu tindakan atau perlakuan tertentu.
Kepercayaan inilah yang mendorong Rusdy melahirkan EKI Dance Company, perusahaan yang menjadi angannya sejak masih remaja. Jika ditarik ke masa belianyam Rusdy sudah tertarik dengan dunia tari sejak kecil. Dilansir dari Indonesian Film Center, dia baru bersinggungan secara langsung dengan dunia tari saat mengenyam pendidikan di masa SMA.
Di masa remajanya, dia sudah membuat pertunjukkan bersama temannya. Itu tak leapas dari bimbingan mentornya saat latihan. Kegiatannya menggeluti seni tari berbuah manis. Dia mulai bertemu dan belajar dari banyak penari legendaris di Indonesia.
Setelah SMA, Rusdy memilih jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Di tengah kepadatan aktivitas, Rusdy terus gigih mengasah kemampuan tarinya. Hingga pada 1985, Rusdy meraup beasiswa untuk belanjar soal seni tari kontemporer dari British Council di London Contemporary Dance School.
Rusdy pulang ke Indonesia dan membulatkan tekadnya untuk membentuk EKI Dance Company bersama sang istri. Siapa sangka jika komunitas besar itu sukses dan terpandang. Rusdy pernah membawa karya bertajuk Balet Rusia A La Indonesia yang menuangkan keindahan tari cabaret baliano khas Rusia dengan paduan budaya Indonesia.
Namanya pernah terpampang sebagai sutradara untuk film Madame Dasima (2001) serta pengajar akting untuk film Berbagi Suami (2006). Namun, Rusdy kembali mengikuti panggilan hatinya dan lebih banyak fokus dalam dunia pertunjukkan tari musikal.
Salah satu karya tenarnya, film musikal berjudul Lutung Kasarung #MusikalDiRumahSaja sukses ditonton lebih dari 500.000 orang dalam satu pekan. Pentas hasil kolaborasinya dengan Titien Wattimena dan Oni Krisnerwinto ini terbilang sukses menyedot pasar pentas musikal.
Sayangnya, musikal Ken Dedes yang tampil di Ciputra Artpreneur, Jakarta pada 18-19 Maret 2023 lalu menjadi karya megah terakhirnya. Sebagai sutradara sekaligus koreografer, pertunjukkan yang mengisahkan sosok wanita berpengaruh dalam sejarah negeri itu menutup perjalanan panjang Rusdy dalam menelurkan, membimbing, dan mengimplementasikan ide liarnya dalam dunia seni.
Selamat jalan, Rusdy Rukmarata.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Tangan dan kakinya yang bergerak serentak dengan paduan musik masih terus terkenang. Tidak hanya sebagai pendiri, Rusdy Rukmarata juga menjadi direktur artistik yang mengurus segala tata seni di perusahaan yang dibangunnya pada 1996 tersebut.
Baca juga: Tapak Tilas Rusdy Rukmarata di Dunia Seni Tari, Pendiri EKI Dance Company Berpulang
EKI Dance Company dibuatnya bersama sang istri, Aiko Senosoenoto sebagai wadah bagi anak muda Indonesia dalam berkreasi dalam dunia tari. Generasi penuh aksi ini datang dari seluruh penjuru desa dan kota di Indonesia yang memikul kisahnya dalam berbagai latar belakang.
Rusdy cukup tegas menempa anak didiknya sebagai penari profesional. Dengan kedisiplinan yang tinggi, EKI Dance Company membuka ragam kelas pengembangan minat termasuk pendidikan tari seperti ballet, jazz, tari tradisi, dan kontemporer. Begitupun dengan bidang non-tari seperti vokal, akting, hingga seni pertunjukan.
Setiap harinya, Rusdy Rukmarata mengawali pagi mengajar kelas balet. Pria kelahiran 6 Agustus 1962 ini memberi ruang berekspresi bagi setiap penarinya. Semua itu dilakukannya sesuai dengan akar dari EKI yang sebetulnya merupakan kepanjangan dari Eksotika Karmawibhangga Indonesia.
Nama itu dipilih Rusdy saat membentuk EKI Dance Company dengan maksud usahanya dalam menjadi wadah penghormatan untuk semua orang. Rusdy percaya bahwa setia orang memiliki latar belakangnya masing-masing hingga berujung pada suatu tindakan atau perlakuan tertentu.
Kepercayaan inilah yang mendorong Rusdy melahirkan EKI Dance Company, perusahaan yang menjadi angannya sejak masih remaja. Jika ditarik ke masa belianyam Rusdy sudah tertarik dengan dunia tari sejak kecil. Dilansir dari Indonesian Film Center, dia baru bersinggungan secara langsung dengan dunia tari saat mengenyam pendidikan di masa SMA.
Di masa remajanya, dia sudah membuat pertunjukkan bersama temannya. Itu tak leapas dari bimbingan mentornya saat latihan. Kegiatannya menggeluti seni tari berbuah manis. Dia mulai bertemu dan belajar dari banyak penari legendaris di Indonesia.
Setelah SMA, Rusdy memilih jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Di tengah kepadatan aktivitas, Rusdy terus gigih mengasah kemampuan tarinya. Hingga pada 1985, Rusdy meraup beasiswa untuk belanjar soal seni tari kontemporer dari British Council di London Contemporary Dance School.
Rusdy pulang ke Indonesia dan membulatkan tekadnya untuk membentuk EKI Dance Company bersama sang istri. Siapa sangka jika komunitas besar itu sukses dan terpandang. Rusdy pernah membawa karya bertajuk Balet Rusia A La Indonesia yang menuangkan keindahan tari cabaret baliano khas Rusia dengan paduan budaya Indonesia.
Namanya pernah terpampang sebagai sutradara untuk film Madame Dasima (2001) serta pengajar akting untuk film Berbagi Suami (2006). Namun, Rusdy kembali mengikuti panggilan hatinya dan lebih banyak fokus dalam dunia pertunjukkan tari musikal.
Salah satu karya tenarnya, film musikal berjudul Lutung Kasarung #MusikalDiRumahSaja sukses ditonton lebih dari 500.000 orang dalam satu pekan. Pentas hasil kolaborasinya dengan Titien Wattimena dan Oni Krisnerwinto ini terbilang sukses menyedot pasar pentas musikal.
Sayangnya, musikal Ken Dedes yang tampil di Ciputra Artpreneur, Jakarta pada 18-19 Maret 2023 lalu menjadi karya megah terakhirnya. Sebagai sutradara sekaligus koreografer, pertunjukkan yang mengisahkan sosok wanita berpengaruh dalam sejarah negeri itu menutup perjalanan panjang Rusdy dalam menelurkan, membimbing, dan mengimplementasikan ide liarnya dalam dunia seni.
Selamat jalan, Rusdy Rukmarata.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.