Ilustrasi bukber bersama teman-teman. (Sumber gambar: Pexels/PNW Production)

Apakah Tradisi Bukber Masih Relevan dan Urgen?

19 April 2023   |   06:58 WIB
Image
Gita Carla Hypeabis.id

Like
Baru saja bulan Ramadan dimulai, kata bukber sudah disebut-sebut dan identik dengan acara kumpul wajib di semua grup sosial. Sebagai ajang silaturahim, artinya, bukber memang momen yang membawa pahala karena di dalamnya ada nilai kebersamaan, rasa syukur, interaksi, dan komunikasi langsung antarmanusia seperti anjuran Rasulullah.

Namun, kecenderungan sekarang, tradisi ini menjadi marak agak berlebihan. Bukber diadakan entah dengan grup sekolah, rekan kerja, tetangga, komunitas, sehobi, seperjuangan, sepengajian, seprofesi, sevisi misi, setempat kursus, atau apalah lagi masih banyak rentetannya kalau dipaksa diada-adain. Jika pertemanan se-TK masih bisa di-track, mungkin dijadiin.

Kebayang, kan. Jika dituruti sebulan rata-rata ada 8 kesempatan weekend, 8 hari itu juga sudah penuh dengan sederet jadwal. Ibaratnya, kebanyakan orang seperti ingin balas dendam setelah terkungkung lama akibat pandemi. Bersantap bersama di malam hari selepas seharian berpuasa menjadi momen yang ditunggu-tunggu.

Baca juga: 5 Ide Acara Buka Bersama yang Asyik & Seru

Bagi Nina Astuti, profesional di bidang pajak yang kesehariannya tenggelam dengan rutinitas nine to five, undangan-undangan bukber bak menjadi obat jenuh dan penatnya. Dia bahkan rela jadi event organizer kecil-kecilan demi tradisi ini tetap berlangsung dengan proaktif mengontak teman-temannya, reserve venue, dan memesan berbagai menu. Itu dulu. Belakangan ini dia merasakan ada yang berbeda.

Teman-teman yang ikut bergabung cenderung semakin mengerucut. Ada saja alasannya: pekerjaan sedang deadline-lah, ribetlah, waktu sempitlah, lokasi jauhlah, lelah hayatilah, dan sebagainya. Bahkan banyak yang dimulai dengan absensi dan nada interogasi lebih dulu: Yang datang siapa saja? Si itu datang gak? Si ini datang gak? Ambil venue di mana? Kenapa di situ? Kenapa ga di sana? Kok jauh, gak ada yang deketan?

Paling asyik sebenarnya kalau panitia kecil itu minimal terdiri atas 2 orang dan berbagi tugas. Ada yang bagian sounding ke grup layaknya public relation, satunya lagi melakukan persiapan terkait lokasi dan menu. Jika bukber menjadi acara bersama,  sudah seharusnya begitu, harus ada rasa saling bantu dan sebaiknya setiap orang tidak memosisikan diri hanya sebagai tamu bak raja dan ratu yang ingin serba dilayani.

"Friksi-friksi kecil ini biasanya yang terkadang membuat sebagian orang kapok menjadi panitia, kecuali untuk acara yang lebih besar dan resmi di bawah sebuah organisasi," ujar Nina.

Maklumlah, setiap orang pasti melalui fase di mana sederet kewajibannya kian lama kian menumpuk. Semakin bertambah usia, semakin banyak urusan yang harus di-handle. Dengan berbagi tugas atau rotasi antarteman, tentu akan jauh lebih baik.

 Itu tipe ribet pertama. Kedua, karena durasi waktu bukber yang singkat, ditambah dengan harus antrenya salat Magrib, momen bukber jadi berkesan terburu-buru. Sehingga, jika memang ingin tetap diadakan, biasanya grup-grup ini akan lebih memilih restoran-restoran yang bertempat di gedung tersendiri dengan ruang musala yang memadai. Daftar mal akan tercoret apalagi jika musala yang tersedia berukuran kecil.

Ketiga, kita mau tidak mau kepikiran dengan harus bangun pagi untuk sahur esok hari. Pulang malam usai bukber sering kali membuat mata kita masih berat untuk melek sahur, apalagi sebelumnya lelah berjibaku dengan pekerjaan. Keempat, kondisi dompet gimana, nih dengan sekian kali join bukber, cukup tak?

Bulan Ramadan tidak cuma penuh berkah bagi umat Islam, melainkan untuk semua umat. Karena dalam pemahaman Islam, berbuat baik di bulan suci ini akan diganjar pahala yang berlipat ganda ketimbang di bulan-bulan lain. Selain melatih diri dan menumbuhkan kepedulian terhadap sesama lewat rasa lapar, kita diingatkan untuk selalu bersyukur.

Nah, opsi lainnya, bukber bisa saja ditambah ber-value dengan kegiatan bersedekah untuk kaum yang tidak mampu, seperti memberi santunan kepada anak yatim yang sudah banyak dicontohkan oleh berbagai kalangan.

Opsi untuk ikut bukber atau tidak sejatinya akan dikembalikan kepada diri kita masing-masing, apakah situasi dan kondisinya memungkinkan dan kita merasa nyaman. Jika akhirnya pilihan final tetap berbuka puasa di rumah bersama keluarga, why not? Itu pun pilihan yang ideal. 

Baca juga: 7 Ide Mix and Match OOTD Bukber, Tampilan Klasik Hingga Kasual


Bukber Terbaik Adalah Bersama Keluarga

Bulan Ramadan selalu diidentikkan dengan suasana silaturahmi dan kebersamaan. Salah satu tradisi yang tak bisa dipisahkan dari bulan suci ini adalah buka bersama atau bukber. Banyak orang yang memanfaatkan momen ini untuk berkumpul dengan teman atau rekan kerja, bahkan ada yang mengadakannya di restoran mewah. Namun, bagi Imron Ghozali, bukber yang terbaik adalah bersama keluarga.
 

Bukber bersama keluarga. (Sumber gambar: Pexels/Monstera)

Bukber bersama keluarga. (Sumber gambar: Pexels/Monstera)


Imron adalah seorang lelaki berusia 29 tahun yang bekerja di salah satu perusahaan media di Jakarta Pusat. Setiap harinya, perusahaannya menyediakan makanan buka puasa yang diberikan secara gratis. Namun, Imron mengindahkannya.

Setiap harinya, Imron harus menempuh perjalanan selama 2 jam dari kantornya di Jakarta Pusat menuju Sepatan, Kabupaten Tangerang. Meski perjalanan tersebut terkadang melelahkan dan penuh dengan macet, namun semuanya terbayar saat dia melihat senyum istri dan anak semata wayangnya yang selalu menyambut kedatangannya di rumah.

“Meski panas dan macet setelah melihat wajah anaknya, rasanya semua itu sudah hilang.” Kata pria yang usia pernikahannya yang baru menginjak tahun keempat ini. Bahkan, dia pernah pulang hujan-hujanan demi sampai di rumah. Imron mengaku bahwa dia tidak takut dengan hujan, karena bagi dia kehadiran keluarga di rumah lebih penting daripada hujan.

Imron memiliki alasan tersendiri mengapa dia lebih memilih bukber bersama keluarga. Dia ingin membantu istri yang kerepotan mengurus anak dan sedang hamil 7 bulan juga. Imron juga merasa bahwa bukber di luar rumah sering membuatnya melalaikan waktu salat.

Terlebih lagi jika bukber diadakan di restoran atau tempat makan yang tidak menyediakan mushola. Oleh karena itu, Imron lebih memilih untuk bukber di rumah bersama keluarga agar bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang Muslim dengan baik.

 “Lebih berpahala karena sehabis bukber kita tarawih sambil menunggu waktu salat magrib. Sehingga tidak mengurangi pahala yang didapatkan,” tutur lelaki asal Kudus, Jawa Tengah ini. Meski begitu tak khayal, sesekali dia menerima ajakan bukber dari sahabatnya meski dengan ide bijak. Misalnya beberapa minggu lalu ketika teman kuliah mengajak bukber, dia mengajak untuk buka puasa di rumahnya dan mengadakan podluck party.

Tak disangkal ketika masih lajang, Imron termasuk orang yang sering bukber dengan rekan sejawatnya. Namun, setelah memiliki anak keinginan itu lama kelamaan sirna. “Apalah artinya buka puasa tanpa kehadiran keluarga,” tutupnya sambil tersenyum.

Baca juga: 5 Ide Makanan untuk Bukber, Praktis dan Bisa Buat Banyak Orang

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

7 Tip Bawa Anabul Mudik, Dijamin Nyaman Selama Perjalanan

BERIKUTNYA

5 Film yang Bakal Tayang di Bioskop Jadi Top Pencarian YouTube

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: