Prevalensi Anak Perokok Meningkat, Pakar Kesehatan Desak Penghentian Total Promosi Tembakau
17 April 2023 |
09:51 WIB
Setiap tahun, perusahaan tembakau menghabiskan miliaran rupiah untuk mempromosikan produk mereka, termasuk rokok elektrik yang sangat populer di kalangan anak muda. Penelitian menunjukkan bahwa iklan ini menjangkau, dan sangat memengaruhi, anak-anak dan remaja.
Anak-anak usia sekolah di seluruh dunia setiap hari terpapar dengan iklan dan promosi rokok oleh industri tembakau. Ketua Tobacco Control Support Centre (TCSC) Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Sumarjati Arjoso mendesak agar iklan, promosi, sponsor rokok dilarang total dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan (Omnibus Law) yang sedang disusun oleh pemerintah.
Baca juga: Ortu Otoriter Bisa Mencegah Kebiasaan Merokok pada Anak?
Dia menuturkan, penghentian total iklan, promosi, dan sponsor rokok harus dilakukan agar target penurunan jumlah anak dan remaja yang merokok menjadi 8,7 persen pada RPJMN 2020 – 2024 dapat tercapai.
"Saat ini, prevalensi anak perokok usia 10 – 18 tahun mengalami kenaikan menjadi 9,1 persen pada 2018 dari 7,2 persen pada 2013," ujar Sumarjati dalam keterangan yang diterima Hypeabis.id.
Angka ini tidak sesuai dengan target RPJMN yang ditetapkan sendiri oleh pemerintah. Negara menginginkan prevalensi anak perokok sebesar 5,4 persen pada 2015 – 2019.
Senada, Kepala Lembaga Demografi FEB UI, Abdillah Ahsan menilai konsumsi rokok mengalami peningkatan di dalam negeri karena iklan sponsor dan promosi rokok yang masif, peringatan gambar yang minim, dan aturan kawasan tanpa rokok yang dilanggar.
Kondisi ini menurutnya akan menghancurkan impian Indonesia Emas pada 2045. Dia berharap semua pihak bersama-sama melindungi masa depan dari terkaman industri rokok. Cara utama untuk meningkatkan kualitas kesehatan adalah dengan berhenti merokok. Apalagi, prevalensi merokok di Indonesia masih sangat tinggi dibandingkan dengan negara lain.
"Omnibus law kesehatan harus progresif dalam upaya menurunkan jumlah konsumsi rokok di dalam negeri. Pembangunan sumber daya manusia menyongsong Indonesia Emas pada 2045 harus ditopang oleh masyarakat yang sehat. Masyarakat sehat akan mampu bekerja dengan lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” tambahnya.
Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau dan juga Direktur Eksekutif RMI, Ifdhal Kasim mengatakan jumlah anak perokok di Indonesia yang terus mengalami peningkatan sangat mengkhawatirkan.
Untuk itu, pembahasan omnibus law kesehatan harus secara eksplisit dan tegas mengatur perlindungan hak kesehatan anak dari paparan asap rokok dan produk tembakau lainnya. Larangan iklan rokok di semua media, termasuk internet, penegakan kawasan larangan merokok, larangan penjualan, dan larangan konsumsi rokok harus disebutkan secara eksplisit.
Selain rokok konvensional, rokok elektronik juga termasuk dalam larangan tersebut. Langkah ini untuk menunjukkan kehadiran negara dalam melindungi kesehatan anak Indonesia.
Sementara itu, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, Mukhaer Pakkanna mengatakan RUU Kesehatan dalam format omnibus law belum mampu memetakan persoalan-persoalan sensitif yang berada di masyarakat, terutama terhadap kelompok rentan.
Menurutnya, unsur diskriminasi dan ketidakadilan masih mewarnai banyak klausul. “Apalagi RUU ini cukup tebal dan lebih 400 pasal. Jika tidak hati-hati memelototi setiap pasal, khawatir tidak sinkron, dan ada celah untuk dimanipulasi oleh kelompok tertentu. Karena itu, partisipasi publik harus terus dibuka lebar. Ini menyangkut masa depan anak cucu kita,” katanya.
Untuk diketahui, RUU Kesehatan (Omnibus Law) sedang dalam proses pembahasan di DPR. Rancangan beleid tersebut terdiri dari 20 bab dan 478 pasal. Aturan ini akan menggantikan UU Kesehatan No. 39/ 2009.
Dalam rancangan tersebut, terdapat substansi upaya kesehatan mengenai bidang pencegahan dan pengendalian penyakit. Termasuk pengaturan khusus mengenai pengamanan zat adiktif.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Anak-anak usia sekolah di seluruh dunia setiap hari terpapar dengan iklan dan promosi rokok oleh industri tembakau. Ketua Tobacco Control Support Centre (TCSC) Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Sumarjati Arjoso mendesak agar iklan, promosi, sponsor rokok dilarang total dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan (Omnibus Law) yang sedang disusun oleh pemerintah.
Baca juga: Ortu Otoriter Bisa Mencegah Kebiasaan Merokok pada Anak?
Dia menuturkan, penghentian total iklan, promosi, dan sponsor rokok harus dilakukan agar target penurunan jumlah anak dan remaja yang merokok menjadi 8,7 persen pada RPJMN 2020 – 2024 dapat tercapai.
"Saat ini, prevalensi anak perokok usia 10 – 18 tahun mengalami kenaikan menjadi 9,1 persen pada 2018 dari 7,2 persen pada 2013," ujar Sumarjati dalam keterangan yang diterima Hypeabis.id.
Angka ini tidak sesuai dengan target RPJMN yang ditetapkan sendiri oleh pemerintah. Negara menginginkan prevalensi anak perokok sebesar 5,4 persen pada 2015 – 2019.
Senada, Kepala Lembaga Demografi FEB UI, Abdillah Ahsan menilai konsumsi rokok mengalami peningkatan di dalam negeri karena iklan sponsor dan promosi rokok yang masif, peringatan gambar yang minim, dan aturan kawasan tanpa rokok yang dilanggar.
Kondisi ini menurutnya akan menghancurkan impian Indonesia Emas pada 2045. Dia berharap semua pihak bersama-sama melindungi masa depan dari terkaman industri rokok. Cara utama untuk meningkatkan kualitas kesehatan adalah dengan berhenti merokok. Apalagi, prevalensi merokok di Indonesia masih sangat tinggi dibandingkan dengan negara lain.
Ilustrasi puntung rokok. (Sumber foto: Unsplash/Julia Engel)
"Omnibus law kesehatan harus progresif dalam upaya menurunkan jumlah konsumsi rokok di dalam negeri. Pembangunan sumber daya manusia menyongsong Indonesia Emas pada 2045 harus ditopang oleh masyarakat yang sehat. Masyarakat sehat akan mampu bekerja dengan lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” tambahnya.
Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Pengendalian Tembakau dan juga Direktur Eksekutif RMI, Ifdhal Kasim mengatakan jumlah anak perokok di Indonesia yang terus mengalami peningkatan sangat mengkhawatirkan.
Untuk itu, pembahasan omnibus law kesehatan harus secara eksplisit dan tegas mengatur perlindungan hak kesehatan anak dari paparan asap rokok dan produk tembakau lainnya. Larangan iklan rokok di semua media, termasuk internet, penegakan kawasan larangan merokok, larangan penjualan, dan larangan konsumsi rokok harus disebutkan secara eksplisit.
Selain rokok konvensional, rokok elektronik juga termasuk dalam larangan tersebut. Langkah ini untuk menunjukkan kehadiran negara dalam melindungi kesehatan anak Indonesia.
Sementara itu, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, Mukhaer Pakkanna mengatakan RUU Kesehatan dalam format omnibus law belum mampu memetakan persoalan-persoalan sensitif yang berada di masyarakat, terutama terhadap kelompok rentan.
Menurutnya, unsur diskriminasi dan ketidakadilan masih mewarnai banyak klausul. “Apalagi RUU ini cukup tebal dan lebih 400 pasal. Jika tidak hati-hati memelototi setiap pasal, khawatir tidak sinkron, dan ada celah untuk dimanipulasi oleh kelompok tertentu. Karena itu, partisipasi publik harus terus dibuka lebar. Ini menyangkut masa depan anak cucu kita,” katanya.
Untuk diketahui, RUU Kesehatan (Omnibus Law) sedang dalam proses pembahasan di DPR. Rancangan beleid tersebut terdiri dari 20 bab dan 478 pasal. Aturan ini akan menggantikan UU Kesehatan No. 39/ 2009.
Dalam rancangan tersebut, terdapat substansi upaya kesehatan mengenai bidang pencegahan dan pengendalian penyakit. Termasuk pengaturan khusus mengenai pengamanan zat adiktif.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.