Pembalap Budi JVS, Selain Lihai di Lintasan Juga Lihai di Bisnis Vape
17 July 2021 |
09:22 WIB
Bagi kalian penggemar otomotif, terutama balap mobil, mungkin sudah tidak asing dengan sosok Budiyanto atau Budi JVS. Berbagai kejuaraan seperti ISSOM, ETCC pernah diikuti dengan torehan ratusan piala yang berjejer menjadi bukti atas prestasinya di dunia balap.
Namun, siapa sangka dibalik kelihaiannya memainkan kemudi, dia juga lihai mengembangkan berbagai lini usaha yang dia rintis sejak beberapa tahun lalu. Salah satu usaha yang digeluti oleh Budi adalah rokok elektrik atau vape.
Kini Budi menjelma menjadi salah satu pebisnis vape terbesar di Jakarta bahkan di Indonesia lewat Jakarta Vapor Shop (JVS).
"Sejak 2013, saya terjun dan menekuni bisnis Vape. Awalnya saya membuka toko offline, dengan bendera Jakarta Vapor Shop. Tahun 2014 bisnis ini berkembang, terutama di Jawa dan Bali saya masuk ke bisnis on-line juga booming," ujar Budi melalui keterangannya.
Sayangnya, kata Budi saat sedang naik daun, bisnis ini diterpa isu yang tidak sedap. Vapor dianggap lebih jahat dari rokok biasa. Akhirnya orang pada berhenti vaping (sebutan untuk menikmati vapor). Ada yang balik ke rokok konvensional, tidak sedikit pula yang berhenti sama sekali.
"Vape dianggap barang ilegal karena belum ada regulasi dari pemerintah. Razia terhadap penjual Vape pun terjadi di mana-mana. Bisnis Vape jatuh, saya pun pindah ke Malaysia. Di sana saya buat jaringan distribusi. Ternyata kok lancar. Network saya di Malaysia sampai sekarang masih bertahan, dan terus berkembang," ujar Budi.
Khusus untuk vape, saat ini Budi bersama JVS dan para pemakai vape, mensosialisasikan Vape agar diterima di masyarakat agar Vapor digemari masyarakat.
"Prediksi ke depan, dalam setahun ini masih bagus. Tergantung regulasi pemerintah juga. Semoga payung hukumnya segera ada, tidak abu abu seperti sekarang," kata dia.
Di sisi lain, Budi mengatakan pemerintah lambat laun mulai mendukung bisnis ini. Misalnya, pada 2018 vape mulai dikenakan cukai dan dalam waktu dekat akan disiapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) khusus untuk menjaga standar dan kualitasnya.
"Sejak dicukaikan pada 2018, industri vape Indonesia telah menyumbangkan pemasukan pajak Rp 150 milliar. Di tahun 2019 naik menjadi Rp 420 milliar, dan di tahun 2020 naik lagi menjadi Rp 680 milliar. Kini saya bersama pegiat Vapor dibawah Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), sedang berupaya vape dibikin SNI oleh Kementerian Perdagangan, sehingga Vape makin diterima pasar," tutur Budi.
Saat ini, menurut Budi bisnis vape sedang mengalami kelesuan akibat pandemi Covid- 19. Lesunya perekonomian membuat penjualan vape terus menurun, pengguna vape mengurangi konsumsinya atau beralih ke alternatif lain yang lebih murah.
"Kebanyakan pelanggan [pengguna] vape di kalangan menengah ke bawah. Gajinya Rp 3 juta atau maksimal UMR. Tentunya sangat terimbas. Belum lagi kalau mereka dirumahkan, pemotongan gaji dan sebagainya. Hal ini tentu berdampak pula pada penjualan vape," ungkap Budi.
Walaupun demikian, Budi tidak berdiam diri memikirkan situasi ini. Pihaknya menggandeng perusahaan asuransi untuk bekerja sama di masa pandemi Covid19. Pelanggan setia JVS mendapatkan asuransi gratis apabila terkonfirmasi positif Covid-19.
Besaran santunan Rp 150 ribu perhari untuk biaya perawatan selama tujuh hari. Sedangkan bila terpapar Covid-19 hingga meninggal dunia, santunan mencapai Rp 12 juta.
"Agustus 2021 layanan ini [akan] kami luncurkan. Pelanggan cukup mengisi biodata. Nanti akan dikirim e-polis. Sistem klaim reimburse. Setelah menerima kuitansi dari rumah sakit, bisa diklaim ke pihak asuransi," kata Budi.
Editor: Dika Irawan
Namun, siapa sangka dibalik kelihaiannya memainkan kemudi, dia juga lihai mengembangkan berbagai lini usaha yang dia rintis sejak beberapa tahun lalu. Salah satu usaha yang digeluti oleh Budi adalah rokok elektrik atau vape.
Kini Budi menjelma menjadi salah satu pebisnis vape terbesar di Jakarta bahkan di Indonesia lewat Jakarta Vapor Shop (JVS).
"Sejak 2013, saya terjun dan menekuni bisnis Vape. Awalnya saya membuka toko offline, dengan bendera Jakarta Vapor Shop. Tahun 2014 bisnis ini berkembang, terutama di Jawa dan Bali saya masuk ke bisnis on-line juga booming," ujar Budi melalui keterangannya.
Sayangnya, kata Budi saat sedang naik daun, bisnis ini diterpa isu yang tidak sedap. Vapor dianggap lebih jahat dari rokok biasa. Akhirnya orang pada berhenti vaping (sebutan untuk menikmati vapor). Ada yang balik ke rokok konvensional, tidak sedikit pula yang berhenti sama sekali.
"Vape dianggap barang ilegal karena belum ada regulasi dari pemerintah. Razia terhadap penjual Vape pun terjadi di mana-mana. Bisnis Vape jatuh, saya pun pindah ke Malaysia. Di sana saya buat jaringan distribusi. Ternyata kok lancar. Network saya di Malaysia sampai sekarang masih bertahan, dan terus berkembang," ujar Budi.
Khusus untuk vape, saat ini Budi bersama JVS dan para pemakai vape, mensosialisasikan Vape agar diterima di masyarakat agar Vapor digemari masyarakat.
"Prediksi ke depan, dalam setahun ini masih bagus. Tergantung regulasi pemerintah juga. Semoga payung hukumnya segera ada, tidak abu abu seperti sekarang," kata dia.
Di sisi lain, Budi mengatakan pemerintah lambat laun mulai mendukung bisnis ini. Misalnya, pada 2018 vape mulai dikenakan cukai dan dalam waktu dekat akan disiapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) khusus untuk menjaga standar dan kualitasnya.
"Sejak dicukaikan pada 2018, industri vape Indonesia telah menyumbangkan pemasukan pajak Rp 150 milliar. Di tahun 2019 naik menjadi Rp 420 milliar, dan di tahun 2020 naik lagi menjadi Rp 680 milliar. Kini saya bersama pegiat Vapor dibawah Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), sedang berupaya vape dibikin SNI oleh Kementerian Perdagangan, sehingga Vape makin diterima pasar," tutur Budi.
Saat ini, menurut Budi bisnis vape sedang mengalami kelesuan akibat pandemi Covid- 19. Lesunya perekonomian membuat penjualan vape terus menurun, pengguna vape mengurangi konsumsinya atau beralih ke alternatif lain yang lebih murah.
"Kebanyakan pelanggan [pengguna] vape di kalangan menengah ke bawah. Gajinya Rp 3 juta atau maksimal UMR. Tentunya sangat terimbas. Belum lagi kalau mereka dirumahkan, pemotongan gaji dan sebagainya. Hal ini tentu berdampak pula pada penjualan vape," ungkap Budi.
Walaupun demikian, Budi tidak berdiam diri memikirkan situasi ini. Pihaknya menggandeng perusahaan asuransi untuk bekerja sama di masa pandemi Covid19. Pelanggan setia JVS mendapatkan asuransi gratis apabila terkonfirmasi positif Covid-19.
Besaran santunan Rp 150 ribu perhari untuk biaya perawatan selama tujuh hari. Sedangkan bila terpapar Covid-19 hingga meninggal dunia, santunan mencapai Rp 12 juta.
"Agustus 2021 layanan ini [akan] kami luncurkan. Pelanggan cukup mengisi biodata. Nanti akan dikirim e-polis. Sistem klaim reimburse. Setelah menerima kuitansi dari rumah sakit, bisa diklaim ke pihak asuransi," kata Budi.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.