Sisa Asap Vape Di Rumah Picu Bronkitis!
11 January 2022 |
21:48 WIB
Apakah Genhype pemakai rokok elektrik alias vape? Jangan kira merokok tanpa dibakar tersebut aman dari penyakit, khususnya paru-paru.
Ada efek kesehatan jangka panjang, bahkan paparan bekas uap nikotin dari rokok elektrik di dalam rumah dikaitkan dengan peningkatan risiko gejala bronkitis dan sesak napas di kalangan orang dewasa muda alias remaja.
Penelitian yang terbit di jurnal pernapasan Thorax, menyebut paparan bahan partikulat dari rokok elektrik lebih rendah daripada rokok konvensional, namun tingkat partikel ultrafine dalam aerosol rokok elektrik bisa lebih tinggi. Aerosol ini juga mengandung senyawa volatil dan logam yang diketahui dapat merusak jaringan paru-paru.
Untuk mengeksplorasi dampak pada kesehatan pernapasan lebih lanjut, para peneliti menarik informasi yang diberikan oleh 2.090 peserta dalam Studi Kesehatan Anak California Selatan.
Studi ini mengumpulkan informasi tahunan terperinci tentang kesehatan pernapasan, vaping nikotin aktif dan bekas, serta paparan tembakau konvensional juga asap ganja di rumah tangga dari 2014 ketika peserta rata-rata berusia 17 tahun, hingga 2019.
Peserta dianggap memiliki gejala bronkitis jika mereka dalam 12 bulan melaporkan batuk setiap hari di pagi hari selama 3 bulan berturut-turut, batuk setiap hari pada waktu lain dalam sehari selama 3 bulan berturut-turut, serta batuk berdahak yang bukan gejala pilek.
Kemudian ada mengi atau suara seperti siulan saat menarik napas selama 12 bulan sebelumnya dan sesak napas ketika berjalan jauh ata menanjak.
Penelitian ini juga mencatat prevalensi vaping nikotin bekas meningkat dari 12 persen menjadi 16 persen antara 2014 dan 2019, sementara prevalensi perokok pasif turun dari 27 persen menjadi 21 persen. Penggunaan aktif rokok, rokok elektrik, dan ganja selama 30 hari terakhir meningkat selama periode penelitian.
Sebagian besar peserta (76 persen -93 persen) yang telah terpapar vaping nikotin bekas selama salah satu tahun penelitian, mungkin secara aktif menggunakan tembakau, produk ganja, atau telah terpapar menjadi perokok pasif.
Penelitian kemudian menunjukkan prevalensi gejala mengi dan bronkitis yang dilaporkan maisng-masing meningkat dari 12 persen menjadi 15 persen dan dari 19,5 persen menjadi 26 persen. Sementara prevalensi sesak napas tidak menunjukkan tren yang jelas dari waktu ke waktu, berkisar antara 16,5 persen hingga 18 persen.
Dibandingkan dengan peserta yang tidak terpapar bekas nikotin vaping, mereka yang pernah terpapar, lebih mungkin melaporkan gejala bronkitis dan sesak napas, tetapi tidak mengi. Setelah disesuaikan untuk perokok pasif dan paparan ganja, dan vaping aktif atau merokok, mereka yang terpapar nikotin bekas vaping sebanyak 40 persen melaporkan gejala bronkitis dan 53 persen melaporkan sesak napas.
Ketika analisis dibatasi pada 1.181 peserta yang melaporkan tidak melakukan vaping atau merokok dalam 30 hari terakhir, mereka dua kali lebih mungkin melaporkan mengi, 3 kali lebih mungkin melaporkan gejala bronkitis, dan dua kali lebih mungkin melaporkan sesak napas dibandingkan mereka yang tidak terpapar bekas nikotin vaping, setelah disesuaikan dengan faktor demografis dan bekas paparan rokok atau ganja.
"Pengurangan paparan rokok elektrik bekas di rumah akan mengurangi beban gejala pernapasan dan memberikan alasan yang kuat untuk regulasi penggunaan rokok elektrik di tempat umum," tulis para peneliti dikutip dari Live Science, Selasa (11/1/2022).
Terpisah, Drs Anna Lucia Fuentes dan Laura Crotty Alexander dari University of California San Diego dan San Diego Healthcare System menyampaikan perangkat vaping awalnya dipasarkan sebagai pengganti nikotin dengan risiko kesehatan yang lebih rendah. Tetapi semakin banyak bukti menunjukkan sebaliknya.
“Yang lebih memprihatinkan adalah pemasaran telah menargetkan populasi remaja yang rentan, dengan 78 persen siswa sekolah menengah dan sekolah menengah terpapar setidaknya satu iklan rokok elektrik antara tahun 2014 dan 2016,” kata Lucia.
Editor: Gita
Ada efek kesehatan jangka panjang, bahkan paparan bekas uap nikotin dari rokok elektrik di dalam rumah dikaitkan dengan peningkatan risiko gejala bronkitis dan sesak napas di kalangan orang dewasa muda alias remaja.
Penelitian yang terbit di jurnal pernapasan Thorax, menyebut paparan bahan partikulat dari rokok elektrik lebih rendah daripada rokok konvensional, namun tingkat partikel ultrafine dalam aerosol rokok elektrik bisa lebih tinggi. Aerosol ini juga mengandung senyawa volatil dan logam yang diketahui dapat merusak jaringan paru-paru.
Untuk mengeksplorasi dampak pada kesehatan pernapasan lebih lanjut, para peneliti menarik informasi yang diberikan oleh 2.090 peserta dalam Studi Kesehatan Anak California Selatan.
Studi ini mengumpulkan informasi tahunan terperinci tentang kesehatan pernapasan, vaping nikotin aktif dan bekas, serta paparan tembakau konvensional juga asap ganja di rumah tangga dari 2014 ketika peserta rata-rata berusia 17 tahun, hingga 2019.
Peserta dianggap memiliki gejala bronkitis jika mereka dalam 12 bulan melaporkan batuk setiap hari di pagi hari selama 3 bulan berturut-turut, batuk setiap hari pada waktu lain dalam sehari selama 3 bulan berturut-turut, serta batuk berdahak yang bukan gejala pilek.
Kemudian ada mengi atau suara seperti siulan saat menarik napas selama 12 bulan sebelumnya dan sesak napas ketika berjalan jauh ata menanjak.
Penelitian ini juga mencatat prevalensi vaping nikotin bekas meningkat dari 12 persen menjadi 16 persen antara 2014 dan 2019, sementara prevalensi perokok pasif turun dari 27 persen menjadi 21 persen. Penggunaan aktif rokok, rokok elektrik, dan ganja selama 30 hari terakhir meningkat selama periode penelitian.
Sebagian besar peserta (76 persen -93 persen) yang telah terpapar vaping nikotin bekas selama salah satu tahun penelitian, mungkin secara aktif menggunakan tembakau, produk ganja, atau telah terpapar menjadi perokok pasif.
Penelitian kemudian menunjukkan prevalensi gejala mengi dan bronkitis yang dilaporkan maisng-masing meningkat dari 12 persen menjadi 15 persen dan dari 19,5 persen menjadi 26 persen. Sementara prevalensi sesak napas tidak menunjukkan tren yang jelas dari waktu ke waktu, berkisar antara 16,5 persen hingga 18 persen.
Dibandingkan dengan peserta yang tidak terpapar bekas nikotin vaping, mereka yang pernah terpapar, lebih mungkin melaporkan gejala bronkitis dan sesak napas, tetapi tidak mengi. Setelah disesuaikan untuk perokok pasif dan paparan ganja, dan vaping aktif atau merokok, mereka yang terpapar nikotin bekas vaping sebanyak 40 persen melaporkan gejala bronkitis dan 53 persen melaporkan sesak napas.
Ketika analisis dibatasi pada 1.181 peserta yang melaporkan tidak melakukan vaping atau merokok dalam 30 hari terakhir, mereka dua kali lebih mungkin melaporkan mengi, 3 kali lebih mungkin melaporkan gejala bronkitis, dan dua kali lebih mungkin melaporkan sesak napas dibandingkan mereka yang tidak terpapar bekas nikotin vaping, setelah disesuaikan dengan faktor demografis dan bekas paparan rokok atau ganja.
"Pengurangan paparan rokok elektrik bekas di rumah akan mengurangi beban gejala pernapasan dan memberikan alasan yang kuat untuk regulasi penggunaan rokok elektrik di tempat umum," tulis para peneliti dikutip dari Live Science, Selasa (11/1/2022).
Terpisah, Drs Anna Lucia Fuentes dan Laura Crotty Alexander dari University of California San Diego dan San Diego Healthcare System menyampaikan perangkat vaping awalnya dipasarkan sebagai pengganti nikotin dengan risiko kesehatan yang lebih rendah. Tetapi semakin banyak bukti menunjukkan sebaliknya.
“Yang lebih memprihatinkan adalah pemasaran telah menargetkan populasi remaja yang rentan, dengan 78 persen siswa sekolah menengah dan sekolah menengah terpapar setidaknya satu iklan rokok elektrik antara tahun 2014 dan 2016,” kata Lucia.
Editor: Gita
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.