Gagal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U20, Tugas untuk Benahi Sepak Bola Indonesia Menumpuk
04 April 2023 |
18:11 WIB
Pemerintahan pada masa mendatang perlu kembali menegaskan bahwa politik tidak lagi boleh ikut campur dalam dunia olahraga setelah Piala Dunia U-20 batal diadakan di Indonesia. Dengan begitu, maka kejadian ini tidak terulang lagi pada masa yang akan datang.
Pengamat olahraga sepak bola, Tio Nugroho mengatakan Piala Dunia-U20 yang seharusnya berlangsung di Indonesia merupakan momen yang pas agar Merah Putih makin dikenal di dunia internasional.
“Bukan hanya dari sisi politik atau pariwisata, tapi olahraga. Sayang sekali karena tercampur aduk pihak yang seharusnya tidak berbicara, tapi berbicara, akhirnya membut kusut dan kesempatan untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia untuk yang pertama kalinya ini gagal,” katanya kepada Hypeabis.id, Selasa (4/4/2023).
Baca juga: Bagaimana Nasib Sepak Bola Indonesia Setelah Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20?
Dia menuturkan, kejadian ini menjadi pembelajaran besar bagi pemerintah Indonesia untuk tidak berbicara jika tidak menguasai suatu materi atau bidang. Kegagalan Merah Putih menjadi tuan rumah berdampak kepada banyak hal.
Selain olahraga, ekonomi di dalam negeri juga terkena imbas. Indonesia seharusnya memperoleh nilai ekonomi hingga triliunan rupiah dengan penyelenggaraan Piala Dunia U20.
Menurutnya, Asean Games yang terselenggara pada 2018 memberikan keuntungan bagi Indonesia. Setidaknya, satu setengah juta wisatawan datang ke Indonesia. Mereka memberikan banyak dampak ke perekonomian.
Indonesia juga harus bersiap tidak akan menjadi tuan rumah ajang internasional pada beberapa tahun mendatang. Salah satunya adalah kemungkinan tidak ikut dalam proses penawaran menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034.
Dia menilai, FIFA pasti trauma menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah dengan kondisi yang terjadi pada saat ini. Menurutnya, kepercayaan negara lain atau publik akan berkurang dengan keadaan ini. Padahal, Indonesia membutuhkan banyak pariwisata dan olahraga dapat menjadi pendorongnya.
Selain penegasan kembali oleh pemerintah yang akan datang tentang tidak akan mencampuradukkan politik dan olahraga, sejumlah langkah juga perlu dilakukan oleh pemerintah dan seluruh pihak terkait dengan sepak bola Indonesia.
Pertama adalah pembinaan usia dini yang seharusnya menjadi perhatian negara dari sekolah sepak bola (SSB) di daerah-daerah, pemain usia 10 tahun, 12 tahun, dan sampai senior.
Tio menyampaikan negara tidak bisa hanya memperhatikan tim nasional senior dalam pembinaan olahraga sepak bola di dalam negeri. Sekolah Sepak Bola yang terdapat di dalam negeri juga harus memiliki peraturan, sehingga tidak asal-asalan. Individu yang melatih juga harus memiliki lisensi.
Kedua adalah infrastruktur. Pada saat ini, dari 38 provinsi yang ada di Indonesia, hanya ada 10 stadion yang bertaraf internasional. Sejumlah stadion juga hancur akibat tidak bisa dipelihara dengan baik oleh pemiliknya.
Menurutnya, infrastruktur yang harus dibenahi dan dipenuhi mencakup stadion, lapangan latihan, dan sebagainya. Tidak hanya untuk kompetisi di level internasional dan nasional, stadion yang digunakan di SSB juga harus sesuai standar.
Ketiga adalah kompetisi. Pemerintah dan semua pihak yang terkait dengan sepak bola di dalam negeri harus memiliki kompetisi berjenjang. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) jangan hanya fokus pada tim nasional dan Liga 1.
Dengan kompetisi berjenjang, maka anak-anak yang ada di dalamnya memiliki mimpi untuk menjadi pemain senior. “Dari mulai kecil, naik U-16, dia menjadi memiliki mimpi untuk bermain di tim senior,” katanya.
Keempat adalah berbicara tentang tim nasional, seperti mendatangkan pelatih bagus agar bisa membuat para pemain lebih percaya diri dalam melakukan pertandingan.
Untuk diketahui, setelah FIFA membatalkan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, Argentina mengajukan proposal ke federasi tertinggi di olahraga sepak bola itu untuk menggantikan Merah Putih sebagai tuan rumah.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Pengamat olahraga sepak bola, Tio Nugroho mengatakan Piala Dunia-U20 yang seharusnya berlangsung di Indonesia merupakan momen yang pas agar Merah Putih makin dikenal di dunia internasional.
“Bukan hanya dari sisi politik atau pariwisata, tapi olahraga. Sayang sekali karena tercampur aduk pihak yang seharusnya tidak berbicara, tapi berbicara, akhirnya membut kusut dan kesempatan untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia untuk yang pertama kalinya ini gagal,” katanya kepada Hypeabis.id, Selasa (4/4/2023).
Baca juga: Bagaimana Nasib Sepak Bola Indonesia Setelah Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20?
Dia menuturkan, kejadian ini menjadi pembelajaran besar bagi pemerintah Indonesia untuk tidak berbicara jika tidak menguasai suatu materi atau bidang. Kegagalan Merah Putih menjadi tuan rumah berdampak kepada banyak hal.
Selain olahraga, ekonomi di dalam negeri juga terkena imbas. Indonesia seharusnya memperoleh nilai ekonomi hingga triliunan rupiah dengan penyelenggaraan Piala Dunia U20.
Menurutnya, Asean Games yang terselenggara pada 2018 memberikan keuntungan bagi Indonesia. Setidaknya, satu setengah juta wisatawan datang ke Indonesia. Mereka memberikan banyak dampak ke perekonomian.
Keep working hard to reach the target!#KitaGaruda pic.twitter.com/vL19rBNdXw
— PSSI (@PSSI) March 14, 2023
Indonesia juga harus bersiap tidak akan menjadi tuan rumah ajang internasional pada beberapa tahun mendatang. Salah satunya adalah kemungkinan tidak ikut dalam proses penawaran menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034.
Dia menilai, FIFA pasti trauma menjadikan Indonesia sebagai tuan rumah dengan kondisi yang terjadi pada saat ini. Menurutnya, kepercayaan negara lain atau publik akan berkurang dengan keadaan ini. Padahal, Indonesia membutuhkan banyak pariwisata dan olahraga dapat menjadi pendorongnya.
Selain penegasan kembali oleh pemerintah yang akan datang tentang tidak akan mencampuradukkan politik dan olahraga, sejumlah langkah juga perlu dilakukan oleh pemerintah dan seluruh pihak terkait dengan sepak bola Indonesia.
Pertama adalah pembinaan usia dini yang seharusnya menjadi perhatian negara dari sekolah sepak bola (SSB) di daerah-daerah, pemain usia 10 tahun, 12 tahun, dan sampai senior.
Tio menyampaikan negara tidak bisa hanya memperhatikan tim nasional senior dalam pembinaan olahraga sepak bola di dalam negeri. Sekolah Sepak Bola yang terdapat di dalam negeri juga harus memiliki peraturan, sehingga tidak asal-asalan. Individu yang melatih juga harus memiliki lisensi.
Kedua adalah infrastruktur. Pada saat ini, dari 38 provinsi yang ada di Indonesia, hanya ada 10 stadion yang bertaraf internasional. Sejumlah stadion juga hancur akibat tidak bisa dipelihara dengan baik oleh pemiliknya.
Menurutnya, infrastruktur yang harus dibenahi dan dipenuhi mencakup stadion, lapangan latihan, dan sebagainya. Tidak hanya untuk kompetisi di level internasional dan nasional, stadion yang digunakan di SSB juga harus sesuai standar.
Ketiga adalah kompetisi. Pemerintah dan semua pihak yang terkait dengan sepak bola di dalam negeri harus memiliki kompetisi berjenjang. Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) jangan hanya fokus pada tim nasional dan Liga 1.
Dengan kompetisi berjenjang, maka anak-anak yang ada di dalamnya memiliki mimpi untuk menjadi pemain senior. “Dari mulai kecil, naik U-16, dia menjadi memiliki mimpi untuk bermain di tim senior,” katanya.
Keempat adalah berbicara tentang tim nasional, seperti mendatangkan pelatih bagus agar bisa membuat para pemain lebih percaya diri dalam melakukan pertandingan.
Untuk diketahui, setelah FIFA membatalkan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, Argentina mengajukan proposal ke federasi tertinggi di olahraga sepak bola itu untuk menggantikan Merah Putih sebagai tuan rumah.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.