Usmar Ismail (sumber gambar Sinematek)

Sejarah Hidup Usmar Ismail, Bapak Film Nasional Indonesia

20 March 2023   |   16:52 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Nama Usmar Ismail sudah tidak asing lagi dalam lanskap perfilman Indonesia. Sebagai sineas, lelaki kelahiran 20 Maret, tepat hari ini 102 tahun silam itu dianggap sebagai sosok yang meletakkan pondasi kuat bagi perkembangan film di Tanah Air. 

Salah satunya lewat film Darah dan Doa (1950) yang berhasil menyuguhkan cermin kepribadian nasional. Pada karya itu Usmar juga seolah menegaskan bahwa pembuatan film tidak hanya tergantung pada soal komersial, tapi juga bagian idealisme seorang seniman. 

Film ini diproduksi oleh Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) pada 30 Maret 1950. Dengan begitu, pengambilan gambarnya dijadikan rujukan sebagai Hari Film Nasional yang diperingati masyarakat di Tanah Air tiap tahunnya.

Darah dan Doa bercerita tentang Sudarto, seorang kapten yang ditugaskan memimpin long march prajurit Divisi Siliwangi dari Yogyakarta ke Jawa Barat saat aksi polisionil. Namun, di tengah perjalanan, Sudarto dan sahabatnya, Adam, tak hanya harus melawan penjajah Belanda, tapi juga para pemberontak di daerah.

Selain Darah dan Doa, film terkenal yang pernah digarapnya antara lain Lewat Djam Malam (1954), Tiga Dara (1956), Pedjuang (1960), Toha, Pahlawan Bandung Selatan (1961), dan Anak Perawan di Sarang Penjamun (1962). 

Baca juga: Mengenal Karya Pahlawan Nasional Usmar Ismail yang Melampaui Zamannya
 

Riwayat Usmar Ismail

Usmar Ismail lahir pada 20 Maret 1921 dari lingkungan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah seorang guru sekolah dasar Hollandsch Inlandsch School (HIS). Di luar kedinasan, ayahnya dikenal sebagai penulis buku mengenai kebudayaan Minangkabau.

Lahir dari keluarga cendikia, membuat Usmar bisa mengenyam pendidikan tinggi. Setelah menamatkan pendidikan di HIS Batusangkar, Sumatera Barat, bungsu dari enam bersaudara ini melanjutkan belajar ke MULO-B (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang pada 1935-1939.

Di MULO, Usmar berkenalan dengan Rosihan Anwar yang kelak menjadi sahabat karibnya. Selain itu, dia juga menjadi pecandu film-film yang diputar di bioskop Pondok, Padang. Adapun, setelah lulus dia masuk AMS-A II (Algemene Middelbare School) bagian A jurusan Klasik Barat, di Yogyakarta.

Saat masa pendudukan Jepang, Usmar sempat bekerja di kantor Pusat Kebudayaan Keimin Bunka Shidoso, di Jakarta. Sesuai namanya, lembaga ini adalah sebuah wadah bentukan Dai Nippon untuk menghimpun seniman-seniman dari berbagai cabang dalam mendukung kepentingan propaganda mereka.

Pada dekade ini, bakat menulis Usmar pun semakin berkemban, dia menulis banyak cerpen dan mulai menekuni sandiwara secara serius bersama Sanusi Pane. Sementara itu, dia juga ikut dan aktif mendirikan kelompok sandiwara Maya bersama seniman lain di Jakarta, pada 1943. 

Kelompok ini mementaskan sandiwara berdasarkan teknik teater Barat. Hal inilah yang kemudian juga dianggap sebagai tonggak lahirnya teater modern di Indonesia. Adapun, beberapa pementasanya yang digarap Usmar adalah Mutiara dari Nusa Laut, Mekar Melati, dan Liburan Seniman. 

Sepanjang hidupnya Usmar Ismail telah membuat lebih dari 30 film hingga dia meninggal pada 2 Januari 1971. Untuk mengenang jasanya, diabadikanlah namanya sebagai sebuah gedung perfilman, yaitu Pusat Perfilman Usmar Ismail yang terletak di daerah Kuningan, Jakarta.

Baca juga: Sejarah Hari Film Nasional dan Peran Usmar Ismail

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Niat Banget, Segini Perkiraan Modal Moon Dong-eun untuk Balas Dendam di The Glory

BERIKUTNYA

Rutin Puasa, Begini Rahasia Ari Wibowo Awet Muda Meski Usianya 52 Tahun

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: