Sejarah Hari Film Nasional dan Peran Usmar Ismail
30 March 2022 |
12:39 WIB
Sejak tahun 1950, kita memperingati Hari Film Nasional yang jatuh pada tanggal 30 Maret. Peringatan ini dilakukan sebagai bentuk apresiasi terhadap karya terbaik buatan anak bangsa dari industri perfilman Indonesia. Tak hanya itu, 30 Maret juga menyimpan banyak makna.
Nama sutradara Usmar Ismail memiliki peran dibalik peringatan ini. Dilansir dari situs Festival Film Indonesia (FFI), dia mendirikan Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) pada 30 Maret 1950. Adapun, Perfini merupakan perusahaan film pertama milik pribumi yang didirikan di Jakarta.
Pada hari yang sama, Usmar Ismail juga diketahui melakukan pengambilan gambar perdana film Darah dan Doa, film Indonesia pertama yang seluruh bagiannya dikerjakan oleh anak bangsa.
"Peristiwa tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Film Nasional," demikian tertulis dalam situs FFI.
Sejak kecil, Usmar Ismail telah menunjukkan bakat sastra. Bakat itu kian berkembang setelah bekerja di Keimin Bunka Sidosho (Kantor Besar Pusat Kebudayaan Jepang) dan mementaskan drama bekerja sama dengan Armijn Pane dan budayawan lainnya.
Pada 1943, dia mendirikan kelompok sandiwara Maya, bersama El Hakim, Rosihan Anwar, Cornel Simanjuntak, Sudjojono, H.B. Jassin, dan lain-lain.
Maya mementaskan sandiwara antara lain, Taufan di Atas Asia (El Hakim), Mutiara dari Nusa Laut (Usmar Ismail), Mekar Melati (Usmar Ismail), dan Liburan Seniman (Usmar Ismail), dan menjadi cikal bakal teater modern di Tanah Air.
Belanda kemudian menangkap Usmar dengan tuduhan terlibat kegiatan subversi saat menjalani profesi wartawan dan sedang meliput perundingan Belanda - Indonesia di Jakarta pada 1948.
Dia ditahan dan dipekerjakan di South Pacific Corporation, perusahaan produksi film milik Belanda. Usmar kemudian menerima ajakan Andjar Asmara untuk mengerjakan film-film produksi South Pacific Corporation setelah sempat membantu Andjar Asmara menyutradarai Gadis Desa.
Usmar kemudian menyutradarai dan merilis dua film pertama, yaitu Harta Karun dan Tjitra dalam waktu satu tahun. Dia pun mulai menaruh minat dan serius pada perfilman setelah keluar dari penahanan.
Perkenalannya dengan film sebenarnya bermula saat masih menjadi siswa MULO di Padang yang sesekali ke bioskop meskipun dilarang ayahnya.
Namun, perkenalan yang lebih jauh dengan sinematografi terjadi saat masih di Yogyakarta. Didikan orang Jepang berdarah Korea bernama Hinatsu Eitaroo alias Huyung menyadarkannya bahwa film sangat ampuh dijadikan alat menyampaikan kritik dan gagasan.
Editor: Nirmala Aninda
Nama sutradara Usmar Ismail memiliki peran dibalik peringatan ini. Dilansir dari situs Festival Film Indonesia (FFI), dia mendirikan Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) pada 30 Maret 1950. Adapun, Perfini merupakan perusahaan film pertama milik pribumi yang didirikan di Jakarta.
Pada hari yang sama, Usmar Ismail juga diketahui melakukan pengambilan gambar perdana film Darah dan Doa, film Indonesia pertama yang seluruh bagiannya dikerjakan oleh anak bangsa.
"Peristiwa tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Film Nasional," demikian tertulis dalam situs FFI.
Sejak kecil, Usmar Ismail telah menunjukkan bakat sastra. Bakat itu kian berkembang setelah bekerja di Keimin Bunka Sidosho (Kantor Besar Pusat Kebudayaan Jepang) dan mementaskan drama bekerja sama dengan Armijn Pane dan budayawan lainnya.
Pada 1943, dia mendirikan kelompok sandiwara Maya, bersama El Hakim, Rosihan Anwar, Cornel Simanjuntak, Sudjojono, H.B. Jassin, dan lain-lain.
Maya mementaskan sandiwara antara lain, Taufan di Atas Asia (El Hakim), Mutiara dari Nusa Laut (Usmar Ismail), Mekar Melati (Usmar Ismail), dan Liburan Seniman (Usmar Ismail), dan menjadi cikal bakal teater modern di Tanah Air.
Belanda kemudian menangkap Usmar dengan tuduhan terlibat kegiatan subversi saat menjalani profesi wartawan dan sedang meliput perundingan Belanda - Indonesia di Jakarta pada 1948.
Dia ditahan dan dipekerjakan di South Pacific Corporation, perusahaan produksi film milik Belanda. Usmar kemudian menerima ajakan Andjar Asmara untuk mengerjakan film-film produksi South Pacific Corporation setelah sempat membantu Andjar Asmara menyutradarai Gadis Desa.
Usmar kemudian menyutradarai dan merilis dua film pertama, yaitu Harta Karun dan Tjitra dalam waktu satu tahun. Dia pun mulai menaruh minat dan serius pada perfilman setelah keluar dari penahanan.
Perkenalannya dengan film sebenarnya bermula saat masih menjadi siswa MULO di Padang yang sesekali ke bioskop meskipun dilarang ayahnya.
Namun, perkenalan yang lebih jauh dengan sinematografi terjadi saat masih di Yogyakarta. Didikan orang Jepang berdarah Korea bernama Hinatsu Eitaroo alias Huyung menyadarkannya bahwa film sangat ampuh dijadikan alat menyampaikan kritik dan gagasan.
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.