Hypereport: Hidup Guyub dan Rukun di Perantauan
19 March 2023 |
16:58 WIB
Para perantau di kota besar seperti Jakarta memiliki ikatan yang cukup kuat. Memiliki kesamaan nasib untuk mencari peruntungan di Ibu Kota, tak jarang mereka saling membantu dan kerap menggelar kegiatan rutin untuk tetap terhubung, memperluas jaringan, hingga berkontribusi pada daerah asal.
Alhasil untuk mewadahi kebutuhan tersebut, banyak perantau yang membuat atau bergabung dalam sebuah paguyuban. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paguyuban memiliki makna perkumpulan yang bersifat kekeluargaan.
Perkumpulan tersebut didirikan oleh orang-orang yang sepaham (sedarah) untuk membina persatuan atau kerukunan di antara para anggotanya. Seperti Forum Wartawan NTT Jakarta dan Dunia.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Jakarta Tetap Jadi Magnet Bagi Perantau Mengejar Mimpi
2. Hypereport: Orang-orang Ini Berhasil Membuktikan, Tinggal di Kampung pun Bisa Sukses
Seperti namanya, paguyuban ini berisi para jurnalis asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bekerja di Jakarta dan dunia. Walaupun banyak paguyuban serupa yang berisi orang-orang dari Flores, Sumba, dan Timor, namun peran Forum Wartawan NTT Jakarta dan Dunia terbilang sangat strategis.
Koordinator Forum Wartawan NTT Jakarta dan Dunia, Agustinus Tetiro mengatakan selalu ada dialog menarik dan solutif setiap harinya untuk kemajuan daerah yang berada di Timur Indonesia itu. Bahkan tidak jarang dialog digelar dengan para pembuat kebijakan yang memang fokus mengurusi NTT.
“Biasanya dialog dengan anggota DPR, DPD, asal NTT. Kita kumpul sharing, silang pendapat,” ujarnya kepada Hypeabis, belum lama ini.
Peran lain dari paguyuban ini yakni membantu sesama anggota ketika terjadi kedukaan hingga masalah. Bantuan juga termasuk untuk perantau yang baru datang mengadu nasib di Ibu Kota.
“Ada fungsi persahabatan, advokasi, saling membantu untuk lowongan kerja lebih baik. Kalau mampu, kita bantu fasilitasi, bangun link. Ketika terbentuk, saling kenal, ada hal lain yang dikerjakan bersama,” tutur Agustinus.
Esensi paguyuban ini sejatinya sebagai wadah saling kenal dan bertemu para perantau NTT yang memiliki kesamaan profesi. Berawal dari grup WhatsApp, pada 2019 lalu ada kesadaran dari para orang NTT di media massa besar yang ternyata jumlahnya cukup banyak dan posisinya signifikan.
Akhirnya pada 2019, Agustinus dan rekan-rekannya membuat kelompok nonprofit ini untuk mengenal satu sama lain. “Kesamaan profesi dan asal itulah yang menyatukan,” imbuhnya.
Oleh karena sebagai wadah komunikasi Agustinus pun selalu membuka pintu untuk perantau lainnya yang berasal atau memiliki darah NTT, untuk bergabung dalam paguyuban ini. Memang mayoritas jurnalis, tetapi tidak sedikit pula yang kini bekerja di struktur pemerintahan, termasuk Menkominfo Johnny G. Plate.
"Semua diajak bergabung asalkan masih dalam lingkup praktisi komunikasi. Termasuk blogger, influencer, juru bicara pemerintah, hingga selevel menteri. Kalau ada diskusi, insight dari mereka memperkaya kita cari solusi (untuk NTT),” ujar Agustinus.
Dia berharap Forum Wartawan NTT Jakarta dan Dunia bisa lestari, eksis dan berdampak. “Membantu sesuai dengan profesi, menjelaskan mewartakan kebenarkan dan menjernihkan ketidakjelasan,” tambahnya.
Jauh lebih luas, ada Ikatan Keluarga Minang (IKM) yang saat ini dipimpin anggota legislatif sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Merantau memang tidak lepas dari tradisi masyarakat Minang secara turun temurun. Tidak dipungkiri, di setiap daerah perantau paling banyak berasal dari masyarakat Sumatra barat ini. Melihat banyaknya perantau, dibentuklah Dewan Pengurus Pusat (DPP) IKM pada 2016 silam.
Banyak kegiatan yang digelar DPP IKM sebagai paguyuban, termasuk menggairahkan ekonomi masyarakat Minang melalui Pasar Rakyat yang digelar DPW IKM Provinsi Banten bertempat di Alun-alun Barat Kota Serang, Jumat (17/3/2023).
Dilansir dari laman resmi Pemprov Serang Kota, Ketua DPW IKM Provinsi Banten Nofriady Eka Putra menyampaikan kegiatan ini juga bertujuan untuk menaikan UMKM yang ada di Provinsi Banten.
Dia menyebut masyarakat IKM yang tersebar di Provinsi Banten hampir 20 persen dari total jumlah penduduk di sana. "Jumlah IKM yang tersebar di Banten sendiri ada sekitar 8 DPD Kabupaten/Kota. Maksud pesta rakyat ini adalah pesta masyarakat Minang yang ada di Provinsi Banten,“ jelasnya.
Sementara itu, DPP IKM juga menggelar kegiatan mudik bareng bertajuk ‘Pulang Basamo’ pada Ramadan tahun ini. Ketua Harian DPP IKM Andre Rosiade menyampaikan pihaknya telah menyediakan 50 bus untuk masyarakat Minang yang ingin pulang ke kampung halaman.
Dedi Yondra, perantau asal Batusangkar, Sumatra Barat yang sejak November 2014 merantau ke Jakarta mengaku enggan menjadi anggota paguyuban secara formal. Dia lebih senang berkumpul santai bersama perantau asal Minang di warung kopi atau festival khusus dari Sumatra Barat.
Dia menilai paguyuban formal kerap dijadikan alat politik. “Paling sering ikut acara festival kuliner Minang. Saya sering kumpul di sana. Kalau acara formal enggak tertarik, biasanya yang formal ada kepentingan,” tegasnya.
Walaupun tidak tergabung dalam sebuah paguyuban formal, Dedi mengatakan bahwa ikatan dengan perantau asal Sumatra Barat lainnya cukup erat. Dia menyebut ada istilah raso pareso yang bisa memiliki makna masyarakat Minang harus saling dukung.
Sebagai contoh, ketika ada keluarga atau teman yang baru saja menyelesaikan pendidikannya dan memutuskan untuk merantau ke Jakarta, mereka akan dibantu akses untuk mencari pekerjaan hingga tempat tinggal.
Seperti Dedi yang saat datang ke Jakarta menumpang di kediaman teman. Kini, dia pun membantu keluarga atau teman lainnya yang ingin tinggal sementara di tempatnya sampai mendapat pekerjaan dan penghasilan.
“Sudah 5 orang yang ditumpangi hingga dapat kerja dan akhirnya kos sendiri. Raso pareso, tenggang rasa, tanpa pamrih bantu orang,” jelasnya.
Merantau memang sudah menjadi tradisi masyarakat Minang. Dedi menyebut ketika tamat kuliah, orang Minang akan malu jika menganggur. Oleh karena itu mereka memutuskan merantau untuk mencari pekerjaan dan pengalaman hidup.
Lagipula, pekerjaan di kampung belum terlalu banyak. Semua masih didominasi sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata. Dedi sendiri memilih merantau ke Jakarta karena tertarik dengan industri kreatif, dalam hal ini jurnalis dunia hiburan.
Menurutnya, peluangnya di Ibu Kota untuk dia bisa mengeksplorasi sektor ini lebih banyak ketimbang di kampung halaman. “Untuk jurnalis musik, hiburan, ada tetapi belum banyak dan peluang bertahan hidup susah. Ada media Instagram tetapi belum menjamin buat hidup,” jelasnya.
Walaupun harus beradaptasi dengan macetnya Jakarta, Dedi terbilang sudah nyaman bekerja di kota ini. Kendati demikian, dia masih memiliki visi untuk memajukan industri musik di kampung halamannya jika sudah memiliki tabungan banyak dan peluang yang menghasilkan.
“Ketika sudah tidak kuat lagi dengan kehidupan di Jakarta, ada niat untuk membuat media yang mendukung industri kreatif. Gue berharap industri kreatif di Minang makin bangkit. Potensinya ada. Tahun 1960-an penguasa musik nasional dari Minang ada Elly Kasim, Orkes Gumarang,” ulas Dedi.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Alhasil untuk mewadahi kebutuhan tersebut, banyak perantau yang membuat atau bergabung dalam sebuah paguyuban. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paguyuban memiliki makna perkumpulan yang bersifat kekeluargaan.
Perkumpulan tersebut didirikan oleh orang-orang yang sepaham (sedarah) untuk membina persatuan atau kerukunan di antara para anggotanya. Seperti Forum Wartawan NTT Jakarta dan Dunia.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Jakarta Tetap Jadi Magnet Bagi Perantau Mengejar Mimpi
2. Hypereport: Orang-orang Ini Berhasil Membuktikan, Tinggal di Kampung pun Bisa Sukses
Seperti namanya, paguyuban ini berisi para jurnalis asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bekerja di Jakarta dan dunia. Walaupun banyak paguyuban serupa yang berisi orang-orang dari Flores, Sumba, dan Timor, namun peran Forum Wartawan NTT Jakarta dan Dunia terbilang sangat strategis.
Koordinator Forum Wartawan NTT Jakarta dan Dunia, Agustinus Tetiro mengatakan selalu ada dialog menarik dan solutif setiap harinya untuk kemajuan daerah yang berada di Timur Indonesia itu. Bahkan tidak jarang dialog digelar dengan para pembuat kebijakan yang memang fokus mengurusi NTT.
“Biasanya dialog dengan anggota DPR, DPD, asal NTT. Kita kumpul sharing, silang pendapat,” ujarnya kepada Hypeabis, belum lama ini.
Peran lain dari paguyuban ini yakni membantu sesama anggota ketika terjadi kedukaan hingga masalah. Bantuan juga termasuk untuk perantau yang baru datang mengadu nasib di Ibu Kota.
“Ada fungsi persahabatan, advokasi, saling membantu untuk lowongan kerja lebih baik. Kalau mampu, kita bantu fasilitasi, bangun link. Ketika terbentuk, saling kenal, ada hal lain yang dikerjakan bersama,” tutur Agustinus.
Esensi paguyuban ini sejatinya sebagai wadah saling kenal dan bertemu para perantau NTT yang memiliki kesamaan profesi. Berawal dari grup WhatsApp, pada 2019 lalu ada kesadaran dari para orang NTT di media massa besar yang ternyata jumlahnya cukup banyak dan posisinya signifikan.
Akhirnya pada 2019, Agustinus dan rekan-rekannya membuat kelompok nonprofit ini untuk mengenal satu sama lain. “Kesamaan profesi dan asal itulah yang menyatukan,” imbuhnya.
Oleh karena sebagai wadah komunikasi Agustinus pun selalu membuka pintu untuk perantau lainnya yang berasal atau memiliki darah NTT, untuk bergabung dalam paguyuban ini. Memang mayoritas jurnalis, tetapi tidak sedikit pula yang kini bekerja di struktur pemerintahan, termasuk Menkominfo Johnny G. Plate.
"Semua diajak bergabung asalkan masih dalam lingkup praktisi komunikasi. Termasuk blogger, influencer, juru bicara pemerintah, hingga selevel menteri. Kalau ada diskusi, insight dari mereka memperkaya kita cari solusi (untuk NTT),” ujar Agustinus.
Dia berharap Forum Wartawan NTT Jakarta dan Dunia bisa lestari, eksis dan berdampak. “Membantu sesuai dengan profesi, menjelaskan mewartakan kebenarkan dan menjernihkan ketidakjelasan,” tambahnya.
Jauh lebih luas, ada Ikatan Keluarga Minang (IKM) yang saat ini dipimpin anggota legislatif sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Merantau memang tidak lepas dari tradisi masyarakat Minang secara turun temurun. Tidak dipungkiri, di setiap daerah perantau paling banyak berasal dari masyarakat Sumatra barat ini. Melihat banyaknya perantau, dibentuklah Dewan Pengurus Pusat (DPP) IKM pada 2016 silam.
Banyak kegiatan yang digelar DPP IKM sebagai paguyuban, termasuk menggairahkan ekonomi masyarakat Minang melalui Pasar Rakyat yang digelar DPW IKM Provinsi Banten bertempat di Alun-alun Barat Kota Serang, Jumat (17/3/2023).
Dilansir dari laman resmi Pemprov Serang Kota, Ketua DPW IKM Provinsi Banten Nofriady Eka Putra menyampaikan kegiatan ini juga bertujuan untuk menaikan UMKM yang ada di Provinsi Banten.
Dia menyebut masyarakat IKM yang tersebar di Provinsi Banten hampir 20 persen dari total jumlah penduduk di sana. "Jumlah IKM yang tersebar di Banten sendiri ada sekitar 8 DPD Kabupaten/Kota. Maksud pesta rakyat ini adalah pesta masyarakat Minang yang ada di Provinsi Banten,“ jelasnya.
Sementara itu, DPP IKM juga menggelar kegiatan mudik bareng bertajuk ‘Pulang Basamo’ pada Ramadan tahun ini. Ketua Harian DPP IKM Andre Rosiade menyampaikan pihaknya telah menyediakan 50 bus untuk masyarakat Minang yang ingin pulang ke kampung halaman.
Guyub Mandiri
Dedi Yondra, perantau asal Batusangkar, Sumatra Barat yang sejak November 2014 merantau ke Jakarta mengaku enggan menjadi anggota paguyuban secara formal. Dia lebih senang berkumpul santai bersama perantau asal Minang di warung kopi atau festival khusus dari Sumatra Barat. Dia menilai paguyuban formal kerap dijadikan alat politik. “Paling sering ikut acara festival kuliner Minang. Saya sering kumpul di sana. Kalau acara formal enggak tertarik, biasanya yang formal ada kepentingan,” tegasnya.
Walaupun tidak tergabung dalam sebuah paguyuban formal, Dedi mengatakan bahwa ikatan dengan perantau asal Sumatra Barat lainnya cukup erat. Dia menyebut ada istilah raso pareso yang bisa memiliki makna masyarakat Minang harus saling dukung.
Sebagai contoh, ketika ada keluarga atau teman yang baru saja menyelesaikan pendidikannya dan memutuskan untuk merantau ke Jakarta, mereka akan dibantu akses untuk mencari pekerjaan hingga tempat tinggal.
Seperti Dedi yang saat datang ke Jakarta menumpang di kediaman teman. Kini, dia pun membantu keluarga atau teman lainnya yang ingin tinggal sementara di tempatnya sampai mendapat pekerjaan dan penghasilan.
“Sudah 5 orang yang ditumpangi hingga dapat kerja dan akhirnya kos sendiri. Raso pareso, tenggang rasa, tanpa pamrih bantu orang,” jelasnya.
Merantau memang sudah menjadi tradisi masyarakat Minang. Dedi menyebut ketika tamat kuliah, orang Minang akan malu jika menganggur. Oleh karena itu mereka memutuskan merantau untuk mencari pekerjaan dan pengalaman hidup.
Lagipula, pekerjaan di kampung belum terlalu banyak. Semua masih didominasi sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata. Dedi sendiri memilih merantau ke Jakarta karena tertarik dengan industri kreatif, dalam hal ini jurnalis dunia hiburan.
Menurutnya, peluangnya di Ibu Kota untuk dia bisa mengeksplorasi sektor ini lebih banyak ketimbang di kampung halaman. “Untuk jurnalis musik, hiburan, ada tetapi belum banyak dan peluang bertahan hidup susah. Ada media Instagram tetapi belum menjamin buat hidup,” jelasnya.
Walaupun harus beradaptasi dengan macetnya Jakarta, Dedi terbilang sudah nyaman bekerja di kota ini. Kendati demikian, dia masih memiliki visi untuk memajukan industri musik di kampung halamannya jika sudah memiliki tabungan banyak dan peluang yang menghasilkan.
“Ketika sudah tidak kuat lagi dengan kehidupan di Jakarta, ada niat untuk membuat media yang mendukung industri kreatif. Gue berharap industri kreatif di Minang makin bangkit. Potensinya ada. Tahun 1960-an penguasa musik nasional dari Minang ada Elly Kasim, Orkes Gumarang,” ulas Dedi.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.