Pria Wajib Tahu! Ini Faktor Risiko Disfungsi Ereksi yang Bikin Hubungan di Ranjang Hambar
15 March 2023 |
08:30 WIB
1
Like
Like
Like
Mempertahankan kualitas dan kepuasan hubungan seksual sangat penting bagi kelanggengan pasangan suami dan istri. Namun tidak jarang, gangguan seksual seperti disfungsi ereksi muncul hingga membuat masalah baru dalam rumah tangga. Ada banyak penyebab disfungsi ereksi yang dapat terjadi pada pasangan.
Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrin Metabolik Diabetes di RSUI, dr. Pradana Soewondo menjelaskan bahwa gangguan seksual (sexual dysfunction) bisa terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki, yang kerap muncul yakni fungsi ereksinya terganggu. Disfungsi ereksi (DE) merupakan gangguan seksual berupa kesulitan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang memadai guna melakukan hubungan seksual yang memuaskan.
Disfungsi ereksi bisa disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya diabetes. Menurut penelitian kohort The Professional Follow-Up Study terhadap 51.529 laki-laki, prevalensi disfungsi ereksi yaitu 24,1 persen, sedangkan pada populasi yang mengalami diabetes melitus mencapai 45,8 persen atau hampir 2 kali lipatnya.
Baca juga: Waspada, Covid-19 Bisa Sebabkan Disfungsi Ereksi
Pasien diabetes melitus dapat mengalami disfungsi ereksi karena dua faktor yaitu faktor organik dan gangguan psikis. Faktor organik terjadi karena gangguan pada alat kelamin atau pada jaringan sarafnya, sementara gangguan psikis bisa didapat karena rasa cemas akibat mengidap penyakit kronis, kurang percaya diri, dan kurangnya komunikasi antar pasangan.
Pradana menyebut, pasien disfungsi ereksi yang usianya masih di bawah 40 tahun seringkali diakibatkan oleh faktor psikis. Kejadiannya kerap mendadak, misal minggu kemarin masih sehat-sehat saja, lalu minggu ini tidak bisa melakukan ereksi.
Adapun faktor organik kerap dialami pasien yang sudah berusia 40 tahun ke atas. Disfungsi ereksi organik ini terjadi secara perlahan. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi terlebih dahulu ketika mengalami gangguan seksual tersebut agar mendapat penanganan yang tepat.
Sementara itu, Pradana menyampaikan disfungsi ereksi dapat pula terjadi akibat penyakit kronis lain seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, aterosklerosis, dan depresi berat.
“Disfungsi ereksi juga bisa terjadi karena faktor bertambahnya usia dan konsumsi obat-obatan tertentu seperti obat anti hipertensi jenis beta-bloker, mariyuana, narkoba, dan dapat pula terjadi akibat hormon estrogen” jelasnya dikutip Hypeabis.id dalam keterangan resmi, Selasa (14/3/2023).
Dalam mendeteksi kondisi disfungsi ereksi, Pradana menyebut biasaya dokter akan memberikan beberapa kuesioner yang dapat diisi pasien. Setelah mengisi kuesioner tersebut, akan didapatkan skor yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi keadaan apakah pasien tergolong normal, disfungsi ereksi ringan, sedang, atau berat.
“Skrining ini sangatlah penting. Disfungsi ereksi dapat pula menjadi tanda awal dari penyakit lain, misalnya penyakit jantung, penyakit serebrovaskuler, stroke, atau komplikasi lainnya,” tegasnya.
Setelah melakukan identifikasi atau pemeriksaan fisik dengan dokter, Pradana mengataka langkah selanjutnya adalah menemukan penyebabnya. Apakah disfungsi ereksi ini disebabkan oleh faktor organik, stress, atau akibat konsumsi obat-obatan tertentu. Setelah itu, dokter dapat memberikan obat oral atau terapi tertentu sesuai dengan kondisi tiap pasien.
Pradana mengingatkan perubahan gaya hidup penting untuk mengatasi disfungsi ereksi. Beberapa yang dapat diubah misalnya dengan menghindari rokok dan alkohol, menurunkan berat badan jika berlebih, mengurangi konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kolesterol, dan menghindari obat-obatan yang berpotensi menyebabkan disfungsi ereksi.
“Selain itu hilangkan risiko yang menyebabkan stres, jalin komunikasi yang baik dengan pasangan untuk mendiskusikan ekspektasi, serta lakukan terapi psikoseksual jika dibutuhkan,” tambahnya.
Baca juga: Bersepeda Bikin Impoten? Cek Faktanya Yuk!
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrin Metabolik Diabetes di RSUI, dr. Pradana Soewondo menjelaskan bahwa gangguan seksual (sexual dysfunction) bisa terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki, yang kerap muncul yakni fungsi ereksinya terganggu. Disfungsi ereksi (DE) merupakan gangguan seksual berupa kesulitan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi yang memadai guna melakukan hubungan seksual yang memuaskan.
Disfungsi ereksi bisa disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya diabetes. Menurut penelitian kohort The Professional Follow-Up Study terhadap 51.529 laki-laki, prevalensi disfungsi ereksi yaitu 24,1 persen, sedangkan pada populasi yang mengalami diabetes melitus mencapai 45,8 persen atau hampir 2 kali lipatnya.
Baca juga: Waspada, Covid-19 Bisa Sebabkan Disfungsi Ereksi
Pasien diabetes melitus dapat mengalami disfungsi ereksi karena dua faktor yaitu faktor organik dan gangguan psikis. Faktor organik terjadi karena gangguan pada alat kelamin atau pada jaringan sarafnya, sementara gangguan psikis bisa didapat karena rasa cemas akibat mengidap penyakit kronis, kurang percaya diri, dan kurangnya komunikasi antar pasangan.
Pradana menyebut, pasien disfungsi ereksi yang usianya masih di bawah 40 tahun seringkali diakibatkan oleh faktor psikis. Kejadiannya kerap mendadak, misal minggu kemarin masih sehat-sehat saja, lalu minggu ini tidak bisa melakukan ereksi.
Adapun faktor organik kerap dialami pasien yang sudah berusia 40 tahun ke atas. Disfungsi ereksi organik ini terjadi secara perlahan. Oleh karena itu, penting untuk berkonsultasi terlebih dahulu ketika mengalami gangguan seksual tersebut agar mendapat penanganan yang tepat.
Sementara itu, Pradana menyampaikan disfungsi ereksi dapat pula terjadi akibat penyakit kronis lain seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, aterosklerosis, dan depresi berat.
“Disfungsi ereksi juga bisa terjadi karena faktor bertambahnya usia dan konsumsi obat-obatan tertentu seperti obat anti hipertensi jenis beta-bloker, mariyuana, narkoba, dan dapat pula terjadi akibat hormon estrogen” jelasnya dikutip Hypeabis.id dalam keterangan resmi, Selasa (14/3/2023).
Dalam mendeteksi kondisi disfungsi ereksi, Pradana menyebut biasaya dokter akan memberikan beberapa kuesioner yang dapat diisi pasien. Setelah mengisi kuesioner tersebut, akan didapatkan skor yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi keadaan apakah pasien tergolong normal, disfungsi ereksi ringan, sedang, atau berat.
“Skrining ini sangatlah penting. Disfungsi ereksi dapat pula menjadi tanda awal dari penyakit lain, misalnya penyakit jantung, penyakit serebrovaskuler, stroke, atau komplikasi lainnya,” tegasnya.
Setelah melakukan identifikasi atau pemeriksaan fisik dengan dokter, Pradana mengataka langkah selanjutnya adalah menemukan penyebabnya. Apakah disfungsi ereksi ini disebabkan oleh faktor organik, stress, atau akibat konsumsi obat-obatan tertentu. Setelah itu, dokter dapat memberikan obat oral atau terapi tertentu sesuai dengan kondisi tiap pasien.
Pradana mengingatkan perubahan gaya hidup penting untuk mengatasi disfungsi ereksi. Beberapa yang dapat diubah misalnya dengan menghindari rokok dan alkohol, menurunkan berat badan jika berlebih, mengurangi konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kolesterol, dan menghindari obat-obatan yang berpotensi menyebabkan disfungsi ereksi.
“Selain itu hilangkan risiko yang menyebabkan stres, jalin komunikasi yang baik dengan pasangan untuk mendiskusikan ekspektasi, serta lakukan terapi psikoseksual jika dibutuhkan,” tambahnya.
Baca juga: Bersepeda Bikin Impoten? Cek Faktanya Yuk!
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.