Hari Pendengaran Sedunia, 1,5 Miliar Anak Muda Diperkirakan Alami Gangguan Telinga
01 March 2023 |
21:18 WIB
Kesehatan telinga sangat penting untuk menjunjung kualitas hidup manusia. Namun, tidak sedikit dari kita yang mengabaikannya. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesadaran tersebut, setiap 3 Maret diperingati sebagai World Hearing Day atau Hari Pendengaran Sedunia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, dr. Eva Susanti menyampaikan tujuan utama dari Hari Pendengaran Sedunia adalah meningkatkan kualitas hidup orang dengan gangguan pendengaran. “Pesan pentingnya agar masyarakat menjaga kesehatan pendengaran,” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar virtual, Rabu (1/3/2023).
Baca juga: Enggak Harus Sering Dikorek, Ternyata Begini Cara Merawat Kesehatan Telinga
Dia menyebut gangguan pendengaran menjadi penyebab disabilitas keempat secara global. Dampak yang ditimbulkan mulai dari menganggu perkembangan kognitif, psikologi, hingga sosial. Alhasil, kualitas SDM pun menjadi rendah dan daya saing masyarakat turun.
Berdasarkan data World Hearing Rerpot pada 2021, sebanyak 1,5 miliar penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran, 437 diantaranya memerlukan layanan rehabilitasi. Padahal, sekitar 60 persen gangguan pendengaran dapat dicegah.
Tanpa penanggulanan intensif, diperkirakan 2,5 miliar penduduk dunia diprediksi mengalami gangguan pendengaran pada 2050. “Sebanyak 700 juta orang butuh layanan rehabilitasi dan alat bantu dengar, 80 persen terjadi di negara dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah,” tutur Eva.
Sementara itu, Menurut Riskesdas 2018, prevalensi gangguan pendengaran penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas sebesar 2,6 persen. Kemudian, 2 dari 100 orang mengalami gangguan pendengaran dan angka ketulian sebesar 0,09 persen. Eva melanjutkan, berdasarkan estimasi WHO, setiap tahun terdapat 5.200 bayi lahir tuli yang berisiko mengalami hambatan belajar mengajar.
Selain infeksi, paparan suara bising juga menjadi faktor risiko. Kendati demikian, gangguan pendengaran juga bisa menunjukkan masaah kesehatan lainnya seperti insomnia dan penyakit jantung.
Eva menyampaikan paparan kebisingan di atas 80 desibel (db) dengan durasi lebih dari 40 jam per minggu, dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Hal ini karena paparan tersebut dapat merusak sel-sel rambut sensorik di telinga bagian dalam.
Paparan kebisingan bisa datang karena pengguanaan piranti elektronik. Diperkirakan 1 miliar anak muda mengalami gangguan pendengaran karena paparan bising seperti mendengarkan musik.
“Lebih dari 50 persen orang berusia 12-35 tahun mendengarkan musik dari mp3, smartphone, ini berisiko menurunkan pendengaran,” imbuhnya.
Paparan bising juga timbul akibat risiko kesehatan lain seperti penyakit jantung iskemik, hipertensi, gangguan tidur, dan kognitif. Oleh karena itu, penting untuk mencegah gangguan pendengaran sejak dini.
Setiap orang kata Eva harus memeriksa pendengaran secara berkala terutama berisiko tinggi seperti orang dewasa di atas 50 tahun, bekerja di tempat bising, dan mendengarkan musik dalam jangka waktu lama.
“Hindari mengorek telinga dengan berbagai macam alat, hindari memasukkan cairan kecuali dari dokter,” tegasnya.
Eva juga mengimbau agar segera berobat jika terjadi batuk pilek disertai sakit telinga, gangguan seperti rasa penuh pada telinga, sehingga keluar cairan, atau masuk benda atau binatang. Untuk mendengarkan musik, dia menyarankan untuk mendengarkan volume 60 persen, selama maksimal 60 menit.
Editor: Dika Irawan
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, dr. Eva Susanti menyampaikan tujuan utama dari Hari Pendengaran Sedunia adalah meningkatkan kualitas hidup orang dengan gangguan pendengaran. “Pesan pentingnya agar masyarakat menjaga kesehatan pendengaran,” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar virtual, Rabu (1/3/2023).
Baca juga: Enggak Harus Sering Dikorek, Ternyata Begini Cara Merawat Kesehatan Telinga
Dia menyebut gangguan pendengaran menjadi penyebab disabilitas keempat secara global. Dampak yang ditimbulkan mulai dari menganggu perkembangan kognitif, psikologi, hingga sosial. Alhasil, kualitas SDM pun menjadi rendah dan daya saing masyarakat turun.
Berdasarkan data World Hearing Rerpot pada 2021, sebanyak 1,5 miliar penduduk dunia mengalami gangguan pendengaran, 437 diantaranya memerlukan layanan rehabilitasi. Padahal, sekitar 60 persen gangguan pendengaran dapat dicegah.
Tanpa penanggulanan intensif, diperkirakan 2,5 miliar penduduk dunia diprediksi mengalami gangguan pendengaran pada 2050. “Sebanyak 700 juta orang butuh layanan rehabilitasi dan alat bantu dengar, 80 persen terjadi di negara dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah,” tutur Eva.
Sementara itu, Menurut Riskesdas 2018, prevalensi gangguan pendengaran penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas sebesar 2,6 persen. Kemudian, 2 dari 100 orang mengalami gangguan pendengaran dan angka ketulian sebesar 0,09 persen. Eva melanjutkan, berdasarkan estimasi WHO, setiap tahun terdapat 5.200 bayi lahir tuli yang berisiko mengalami hambatan belajar mengajar.
Penyebab Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran bisa disebabkan karena kasus infeksi. “Sekitar 22,6 persen terjadi pada anak usia di bawah 5 tahun,” jelasnya.Selain infeksi, paparan suara bising juga menjadi faktor risiko. Kendati demikian, gangguan pendengaran juga bisa menunjukkan masaah kesehatan lainnya seperti insomnia dan penyakit jantung.
Eva menyampaikan paparan kebisingan di atas 80 desibel (db) dengan durasi lebih dari 40 jam per minggu, dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Hal ini karena paparan tersebut dapat merusak sel-sel rambut sensorik di telinga bagian dalam.
Paparan kebisingan bisa datang karena pengguanaan piranti elektronik. Diperkirakan 1 miliar anak muda mengalami gangguan pendengaran karena paparan bising seperti mendengarkan musik.
“Lebih dari 50 persen orang berusia 12-35 tahun mendengarkan musik dari mp3, smartphone, ini berisiko menurunkan pendengaran,” imbuhnya.
Paparan bising juga timbul akibat risiko kesehatan lain seperti penyakit jantung iskemik, hipertensi, gangguan tidur, dan kognitif. Oleh karena itu, penting untuk mencegah gangguan pendengaran sejak dini.
Setiap orang kata Eva harus memeriksa pendengaran secara berkala terutama berisiko tinggi seperti orang dewasa di atas 50 tahun, bekerja di tempat bising, dan mendengarkan musik dalam jangka waktu lama.
“Hindari mengorek telinga dengan berbagai macam alat, hindari memasukkan cairan kecuali dari dokter,” tegasnya.
Eva juga mengimbau agar segera berobat jika terjadi batuk pilek disertai sakit telinga, gangguan seperti rasa penuh pada telinga, sehingga keluar cairan, atau masuk benda atau binatang. Untuk mendengarkan musik, dia menyarankan untuk mendengarkan volume 60 persen, selama maksimal 60 menit.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.