Ajeng Martia: Mengabadikan Hidup dalam Karya Immortalize The Ephemeral
08 February 2023 |
10:30 WIB
Manusia terus bertumbuh, dari muda menjadi tua, dari kecil menjadi besar. Tidak hanya diri sendiri, tapi juga lingkungan sekitar seperti anak dan keluarga lainnya. Kenyataan ini membuat seniman Ajeng Martia merasakan kegelisahan, dan berusaha mengabadikan kehidupan yang tidak abadi.
Kegelisahan seniman pemilik nama lengkap Ajeng Martia Saputri ini dituangkannya dalam sebuah karya berjudul Immortalize The Ephemeral (Multicolors). Karya yang dibuat pada 2023 itu menggunakan resin, pigment, dan wood panel dengan ukuran d 90 cm.
Ajeng mengatakan bahwa karya Immortalize the Ephemeral (Multicolors) memiliki objek bunga, dan membicarakan sesuatu yang tidak abadi. “Yang adalah diri kita sendiri, manusia. Aku sebagai seniman membuat karya yang salah satu tujuannya untuk mengabadikan keberadaan aku,” katanya kepada Hypeabis.id.
Baca juga: Art Jakarta Gardens 2023: The Light of Journey & Tradisi China yang Memudar dalam Karya FX Harsono
Untuk itu, objek dalam karya tersebut adalah bunga dan menggunakan bahan resin. Menurutnya, bunga yang ada di dalam karya Immortalize The Ephemeral adalah simbol yang ketidakabadian. Sementara resin adalah material yang biasanya untuk mengawetkan sesuatu.
Seniman kelahiran Semarang, Jawa Tengah, pada 1993 silam mengangkat tema tentang mengabadikan kehidupan yang tidak abadi berawal dari kegelisahan diri sendiri. Kegelisahan itu timbul karena usia yang terus mengalami pertumbuhan, memiliki anak, anak semakin besar, dan sebagainya.
Sementara penggunaan resin sebagai media dalam berkarya karena resin adalah salah satu material yang menyuarakan ide dalam karya. Media ini memiliki tujuan untuk mengawetkan sesuatu, mudah dibentuk, dan sebagainya.
Ajeng baru menggunakan resin sebagai media dalam berkarya baru beberapa tahun terkahir. Pada awal-awal berkarya, lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) itu menggunakan kain dalam berkarya.
"Say menggunakan resin pertama kali pada 2015 ketika ingin membuat lekukan yang ada pada kain tidak bergerak,” katanya.
Untuk diketahui, karya Ajeng sering kali didorong dari domain pribadinya, kekhawatiran yang dekat dengan kehidupan sehari-hari diproses menjadi karya seni. Melalui karya seni ini, dia menemukan potensi terapeutik.
Wanita seniman ini menggunakan media kain, bordir, pena, resin, dan dalam bentuk karya 2 dimensi dan 3 dimensi untuk memvisualisasikan ide yang dimiliki dalam berkarya.
Dalam berkarya, Ajeng juga telah menerima beragam penghargaan, yakni UOB Painting of the Year 2018 – Gold Prize Established Artist, Salihara Trimatra Competitioni 2017 (Juara ketiga), dan menerima hibah untuk residensi di Tentakel Artspace, Bangkok dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Karya Immortalize The Ephemeral (Multicolors) menjadi bagian dalam booth CAN’S Gallery di Art Jakarta Gardens 2023 bersama dengan seniman lainnya, yakni Entang Wiharso, Arkiv Vilmansa, Beatrix Hendriani, Oky Rey Montha, Muklay, Naufal Abshar, dan Jemana Murti.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Kegelisahan seniman pemilik nama lengkap Ajeng Martia Saputri ini dituangkannya dalam sebuah karya berjudul Immortalize The Ephemeral (Multicolors). Karya yang dibuat pada 2023 itu menggunakan resin, pigment, dan wood panel dengan ukuran d 90 cm.
Ajeng mengatakan bahwa karya Immortalize the Ephemeral (Multicolors) memiliki objek bunga, dan membicarakan sesuatu yang tidak abadi. “Yang adalah diri kita sendiri, manusia. Aku sebagai seniman membuat karya yang salah satu tujuannya untuk mengabadikan keberadaan aku,” katanya kepada Hypeabis.id.
Baca juga: Art Jakarta Gardens 2023: The Light of Journey & Tradisi China yang Memudar dalam Karya FX Harsono
Untuk itu, objek dalam karya tersebut adalah bunga dan menggunakan bahan resin. Menurutnya, bunga yang ada di dalam karya Immortalize The Ephemeral adalah simbol yang ketidakabadian. Sementara resin adalah material yang biasanya untuk mengawetkan sesuatu.
Seniman kelahiran Semarang, Jawa Tengah, pada 1993 silam mengangkat tema tentang mengabadikan kehidupan yang tidak abadi berawal dari kegelisahan diri sendiri. Kegelisahan itu timbul karena usia yang terus mengalami pertumbuhan, memiliki anak, anak semakin besar, dan sebagainya.
Sementara penggunaan resin sebagai media dalam berkarya karena resin adalah salah satu material yang menyuarakan ide dalam karya. Media ini memiliki tujuan untuk mengawetkan sesuatu, mudah dibentuk, dan sebagainya.
Ajeng baru menggunakan resin sebagai media dalam berkarya baru beberapa tahun terkahir. Pada awal-awal berkarya, lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) itu menggunakan kain dalam berkarya.
"Say menggunakan resin pertama kali pada 2015 ketika ingin membuat lekukan yang ada pada kain tidak bergerak,” katanya.
Untuk diketahui, karya Ajeng sering kali didorong dari domain pribadinya, kekhawatiran yang dekat dengan kehidupan sehari-hari diproses menjadi karya seni. Melalui karya seni ini, dia menemukan potensi terapeutik.
Wanita seniman ini menggunakan media kain, bordir, pena, resin, dan dalam bentuk karya 2 dimensi dan 3 dimensi untuk memvisualisasikan ide yang dimiliki dalam berkarya.
Dalam berkarya, Ajeng juga telah menerima beragam penghargaan, yakni UOB Painting of the Year 2018 – Gold Prize Established Artist, Salihara Trimatra Competitioni 2017 (Juara ketiga), dan menerima hibah untuk residensi di Tentakel Artspace, Bangkok dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
Karya Immortalize The Ephemeral (Multicolors) menjadi bagian dalam booth CAN’S Gallery di Art Jakarta Gardens 2023 bersama dengan seniman lainnya, yakni Entang Wiharso, Arkiv Vilmansa, Beatrix Hendriani, Oky Rey Montha, Muklay, Naufal Abshar, dan Jemana Murti.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.