Ilustrasi bayi sehat. (Sumber gambar : Freepik)

Makin Banyak Balita Indonesia yang Kurus, Ahli Gizi Beberkan Biang Keladinya

31 January 2023   |   07:00 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dirilis akhir pekan lalu. Hasilnya, angka stunting dan overweight balita di Indonesia pada 2022 terpantau turun. Sementara itu, angka balita yang mengalami wasting dan underweight terlihat naik. Kondisi ini patut diwaspadai para orang tua. 

Menurut Ahli Gizi dr. Tan Shot Yen, angka tersebut menunjukan semakin banyak anak yang kurus karena kekurangan gizi, walaupun angka stunting berkurang. Wasting merupakan kondisi berat badan anak yang menurun siring waktu hingga jauh di bawah standar kurva pertumbuhan. Adapun underweight adalah kondisi berat badan anak yang berada di bawah rentang rata-rata atau normal. 

Baca juga: Bunda, Ini Zat Paling Penting untuk Mencegah Stunting pada Anak

Dia menyebut, kondisi ini berisiko tinggi terhadap kesehatan. Semua kondisi malnutrisi berisiko daya tahan anak buruk. Ketika besar, mereka akan mudah sakit hingga mempengaruhi kualitas belajar.

Khusus stunting, profil gizi buruk tersebut bukan hanya berdampak pada kecerdasan anak namun juga penyakit kronik di kemudian hari seperti hipertensi, diabetes, sindrom metabolik. “Makanya kondisi stunting tidak boleh jadi kegemukan,” ujarnya kepada Hypeabis.id, Senin (30/1/2023). 

Ragam status gizi buruk yang dialami anak Indonesia ini tidak lepas dari kurangnya edukasi terhadap para calon ibu. Kerap terjadi ketika balita tidak nafsu makan karena sedang tumbuh gigi atau baru sembuh dari sakit, diberikan makanan kemasan atau jajanan pinggir jalan yang dari segi gizi tidak sehat.

Di sisi lain, pola makan ibu itu sendiri terbilang tidak sehat bahkan saat remaja. “Orang tua sendiri pola makannya amburadul dan tidak bisa jadi panutan bagi anak,” tegasnya. 

Belum lagi para ibu muda yang belum siap untuk mengurus anak. Ya, beberapa waktu ini, banyak remaja yang belum menginjak usia matang harus terpaksa melahirkan. Entah karena itu korban pemerkosaan maupun gaya hidup yang bebas. 

“Mana bisa ngurus anak. Bagian prefrontal korteks otak manusia yang membuatnya mampu memutuskan baik buruk saja baru matur di usia 25 tahun,” tutur Tan.

Secara psikologis pun banyak ibu yang menyangkal kondisi gizi buruk anaknya. Mereka masih berjuang sendiri dengan aneka cara, sementara kondisi anak makin merosot. Seharusnya, kata Tan, dua kali penimbangan berat badan tidak naik di Posyandu, anak harus sudah konsultasi ke ahli gizi. 

Lantas apakah anak yang mengalami masalah gizi masih bisa diperbaiki? Tan menyebut harapan itu masih ada walaupun tidak bisa diperbaiki sepenuhnya, terutama pada stunting karena usia 2 tahun, otak anak sudah terbentuk 80 persen. 

Jika sudah gizi buruk, maka harus ditangan dokter bahkan spesialis anak karena diperlukan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK). Hal ini pun harus estafet kembali ke pangan keluarga yang dibenahi. 

“Tergantung kondisi masing-masing anak. Sebab malnutrisi kerap diikuti anemia, infeksi cacing atau TBC. Jadi masalah ini kompleks sekali,” jelas Tan. 

Memperbaiki gizi memang butuh kolaborasi semua pihak, termasuk niat baik produsen dalam memproduksi produk yang lebih sehat ketimbang kejar keuntungan seperti mengikuti kecanduan konsumen yang doyan makanan atau minuman manis. Juga akademisi, pakar, profesional kesehatan, diminta untuk menahan diri menjadi endorser produk yang bisa mempengaruhi status gizi calon ibu dan balita. 

“Kondisi sekarang makin ruwet sebab ibu-ibu banyak terkontaminasi iklan,” imbuhnya. 

Tan juga berpendapat pemerintah perlu menjadi wasit dan memberlakukan aturan atau perundangan yang sudah ada, ketimbang hanya sosialisasi atau jargon kesehatan. Salah satu yang perlu difokuskan yakni pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif yang tertuang dalam Pasal 200 UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan. 
 

Hasil Survei Status Gizi Indonesia

Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2022 menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka stunting sebesar 2,8 persen dibandingkan dengan 2021. Angka stunting pada 2021 tercatat 24,4 persen dan pada 2022 menjadi 21,6 persen. 

Meskipun angka stunting menurun, angka balita wasting dan underweight mengalami peningkatan. Balita yang mengalami wasting naik 0.6 persen dari 7,1 persen pada 2021 menjadi 7,7 persen pada 2022. Sementara underweight naik 0,1 persen dari 17,0 persen pada 2021 dan 17,1 persen pada 2022. 

Baca juga: Viral Bayi Diberi Minum Kopi Kemasan, Ahli Gizi Peringatkan Bahayanya

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Intip Gerai Bisnis F&B yang Sempat Viral Kini Sepi Pengunjung, Kenapa Ya?

BERIKUTNYA

7 Drakor Bakal Tayang Februari, Siap-siap Disambut Deretan Oppa Tampan Ini

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: