Hypereport: Menilik Tantangan Penulis di Tengah Kemajuan Teknologi AI
01 January 2023 |
16:08 WIB
Kemajuan teknologi berhasil mendobrak banyak perubahan dalam satu dekade terakhir. Perubahan terjadi dalam waktu yang cepat dalam berbagai aspek mulai dari teknologi canggih dalam satu genggaman smartphone hingga kecerdasan buatan atau artificial Intelligence (AI) yang kian berkembang masif.
Berbicara perkembangan kecerdasan buatan, siapa sangka jika teknologi ini bisa sukses mencetak kemajuan pesat dalam beberapa tahun terakhir. AI kian dimanfaatkan untuk membantu banyak kerja manusia melalui kemampuan machine learning. Di masa kini, teknologi itu berhasil menyentuh aspek kerja dan karya para pelaku kreatif.
Profesi penulis menjadi salah satu pelaku kreatif yang ikut terjamah oleh teknologi AI. AI dapat membantu banyak kerja penulis di dunia digital. Sudah banyak jasa dan aplikasi penulis gratis hingga berbayar hadir di mesin pencarian Google. Menulis menggunakan AI terbilang mudah.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Tantangan Seniman & Desainer di Era AI, Akankah Posisi Mereka Tergantikan?
2. Hypereport: Menengok Potensi Teknologi AI di Industri Perfilman
3. Hypereport: Berbagi Ruang antara AI, Arsitek, dan Desainer Interior
Sistem kerjanya, AI akan menulis sesuai kebutuhan penggunanya mulai dari artikel blog, iklan media sosial, website copy, dan lainnya hanya dalam hitungan menit bahkan detik. Pengguna hanya harus memasukan judul dan kalimat lead berisi kata kunci yang penting, kemudian AI akan mengembangkan tulisan tersebut menjadi sebuah kalimat, artikel, hingga buku.
Di satu sisi, kehadiran AI memang membantu kebutuhan kerja pelaku kreatif. Namun disisi lain, AI menjadi tantangan tersendiri bagi para penulis. Yala Pertiwi, wanita 25 tahun yang berprofesi sebagai copywriter berbagi pandangannya soal teknologi AI yang masuk ke sektor pekerjaannya. Dalam beberapa kesempatan, Yala mengaku aplikasi penulis berbasis AI membantunya menemukan inspirasi dan menyelesaikan tugas lebih cepat.
“Sebagai copywriter kadang kita punya kendala writer's block. Apalagi kita dituntut untuk membuat tulisan yang menjual. Jadi aplikasi AI itu membantu menemukan inspirasi wording copy dan cepat menyelesaikan tugas bagi saya,” kata Yala.
Yala mengaku, penggunaan fitur penulis Ai tersebut membuat waktu kerjanya lebih efisien di tengah momen kehabisan kata yang kerap dijumpai oleh penulis. AI menjadi referensi yang membantu memunculkan ide dan proses berpikir dalam menulis. Dibanding melihat AI sebagai musuh bagi profesi penulis, Yala lebih optimistis jika AI bisa menjadi teman yang membantu copywriter.
“Pada dasarnya teknologi pasti dibuat untuk mempermudah kerja manusia. AI membantu tulisan jadi lebih berkualitas, efisien, hemat waktu dan pikiran. Maka kita yang harus beradaptasi dengan kemajuan teknologi ini,” ungkap Yala.
Menurut Yala, AI hanya teknologi yang membantu penulis. Hasil akhir kerja seorang penulis tetap berada pada sentuhan manusia. Untuk itu, menghindari ketergantungan dan mengasah kreativitas dengan cara-cara lain harus tetap dilakukan.
“Akan jadi PR besar bagi copywriter tentang bagaimana bisa bertahan dan berkembang di industri ini. AI hanya fitur yang belum bisa sempurna,” tambahnya.
Tantangan bagi copywriter menghadapi kemajuan AI adalah memanfaatkannya tetapi tidak bergantung dengannya. Menurutnya, jangan sampai AI yang menenggelamkan profesi eksisting, tapi jadikan AI sebagai alat bantu yang kemudian dikembangkan dengan pemikiran orisinal.
Tidak hanya dari profesi copywriter, AI juga menyentuh aspek penulis novel online. AI sudah bergerak pesat tidak hanya dalam membuat artikel pendek, tetapi juga membuat sebuah buku dengan puluhan bahkan ratusan lembar halaman dalam waktu singkat. Ega, salah seorang penulis Wattpad mengungkap pahit manisnya profesi penulis menyambut teknologi AI.
Wanita yang sudah menulis novel sejak 2014 tersebut sudah merampungkan sebanyak 9 novel yang terbit secara online. Dalam industri kepenulisan novel, Ega mengaku AI kurang mengunggah seleranya. Karena bagaimanapun juga, letak kreativitas karya novel bersumber dari pemikiran orisinal penulisnya.
“Kalaupun menggunakan aplikasi AI, pada dasarnya teknologi itu ada untuk membantu pekerjaan manusia. Jadi kalau penulis menemui writer's block, AI bisa digunakan untuk menemukan referensi dan melanjutkan tulisan. Jadi fungsinya hanya sebagai penyegar ketika pikiran sedang stuck saat menulis,” kata Ega.
Ega tidak setuju tentang rumor AI mampu merebut pekerjaan penulis. Menurutnya, AI hanya efisien saat penulis kehabisan kata saja, sedangkan karya novel membutuhkan polesan total dari setiap kalimat yang berbuah dari pemikiran penulis.
“Penulis tidak akan bisa mengandalkan AI sepenuhnya, pasti ada rasa tidak puas. Menurut saya, AI masih kurang efektif untuk jenis penulisan karya novel yang menyentuh dan fantastis,” jelas Ega.
Bagi Ega, menulis termasuk dalam seni yang membutuhkan proses berpikir kreatif panjang. Di dalamnya ada keterlibatan emosi dan sentuhan manusia, sehingga tidak bisa sepenuhnya mengandalkan AI.
Namun Ega tidak menganggap AI sebagai musuh. Menurutnya, AI tidak akan menumpulkan kreativitas penulis. AI menawarkan hasil dan penulis harus menyeleksi lagi apakah kata-katanya layak dan tepat digunakan.
“Saya yakin pembaca kan merasakan perbedaan penulisan hasil karya manusia dengan hasil AI. Tulisan manusia akan jauh lebih mengalir karena tulisan seperti memiliki nyawanya tersendiri. AI bisa membuat penulis lebih produktif, tetapi hasil akhir tetap ditentukan masing-masing penulis,” jelasnya.
Ahli Digital Marketing, Deddy Huang menyampaikan hal yang senada. Hadirnya AI memang sudah lama disinyalir akan bisa membuat beberapa posisi manusia tergantikan. Namun melihat teknologi sebagai perenggut profesi merupakan hal yang kurang tepat. Deddy menyebut, setiap manusia harus menyikapi teknologi dengan segera melakukan adaptasi, termasuk dalam dunia marketing.
“Perlu diingat jika AI tidak memiliki faktor Human Touch, sedangkan dalam pemasaran kita membutuhkan cerita untuk membangun hubungan dengan audiens,” kata Deddy.
Menurut Deddy, AI dapat dimanfaatkan sebagai alat pencari ide untuk konten yang selanjutnya harus tetap melalui tahap modifikasi agar sesuai dengan tone of voice yang ingin disampaikan penulis.
“Kita bisa lihat banyak sisi keunggulan pemanfaatan AI di bidang penulis. Misalnya pekerjaan PR lebih mudah saat membuat press release, copywriter lebih mudah menemukan kata yang menjual, penulis lebih cepat membuat artikel dan sebagainya. Tetapi kekurangan, AI bisa membuat pelaku kreatif tergiur sehingga mempersempit keinginan berkembang dan berkreasi,” jelasnya.
Bagaimanapun, kepenulisan menggunakan teknologi AI akan terasa berbeda. Tidak adanya sentuhan manusia akan membuat kata-kata terasa lebih kaku dan tanpa emosi. Pada akhirnya, manusia boleh saja menyambut pesatnya kemajuan teknologi AI dengan hangat. Namun seorang penulis tentu mencintai proses menulis meski memakan waktu dan kerap menemui kondisi kesulitan menemukan kata-kata.
Mengolaborasikan kreativitas manusia dengan teknologi menjadi hal yang membuat kerja industri kreatif lebih efektif dan efisien. Menulis dengan mengandalkan karakter dan kreativitas dapat dibarengi dengan pemanfaatan teknologi.
AI memang menjadi alat yang bisa mempermudah pekerjaan menulis, tetapi manusia tidak akan puas begitu saja menerima hasilnya. Penulis harus tetap memoles tulisan agar karakternya tetap kuat, memiliki pesan emosional, dan sesuai dengan informasi atau cerita yang ingin disampaikan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Berbicara perkembangan kecerdasan buatan, siapa sangka jika teknologi ini bisa sukses mencetak kemajuan pesat dalam beberapa tahun terakhir. AI kian dimanfaatkan untuk membantu banyak kerja manusia melalui kemampuan machine learning. Di masa kini, teknologi itu berhasil menyentuh aspek kerja dan karya para pelaku kreatif.
Profesi penulis menjadi salah satu pelaku kreatif yang ikut terjamah oleh teknologi AI. AI dapat membantu banyak kerja penulis di dunia digital. Sudah banyak jasa dan aplikasi penulis gratis hingga berbayar hadir di mesin pencarian Google. Menulis menggunakan AI terbilang mudah.
Baca juga laporan terkait:
1. Hypereport: Tantangan Seniman & Desainer di Era AI, Akankah Posisi Mereka Tergantikan?
2. Hypereport: Menengok Potensi Teknologi AI di Industri Perfilman
3. Hypereport: Berbagi Ruang antara AI, Arsitek, dan Desainer Interior
Sistem kerjanya, AI akan menulis sesuai kebutuhan penggunanya mulai dari artikel blog, iklan media sosial, website copy, dan lainnya hanya dalam hitungan menit bahkan detik. Pengguna hanya harus memasukan judul dan kalimat lead berisi kata kunci yang penting, kemudian AI akan mengembangkan tulisan tersebut menjadi sebuah kalimat, artikel, hingga buku.
Di satu sisi, kehadiran AI memang membantu kebutuhan kerja pelaku kreatif. Namun disisi lain, AI menjadi tantangan tersendiri bagi para penulis. Yala Pertiwi, wanita 25 tahun yang berprofesi sebagai copywriter berbagi pandangannya soal teknologi AI yang masuk ke sektor pekerjaannya. Dalam beberapa kesempatan, Yala mengaku aplikasi penulis berbasis AI membantunya menemukan inspirasi dan menyelesaikan tugas lebih cepat.
“Sebagai copywriter kadang kita punya kendala writer's block. Apalagi kita dituntut untuk membuat tulisan yang menjual. Jadi aplikasi AI itu membantu menemukan inspirasi wording copy dan cepat menyelesaikan tugas bagi saya,” kata Yala.
Yala mengaku, penggunaan fitur penulis Ai tersebut membuat waktu kerjanya lebih efisien di tengah momen kehabisan kata yang kerap dijumpai oleh penulis. AI menjadi referensi yang membantu memunculkan ide dan proses berpikir dalam menulis. Dibanding melihat AI sebagai musuh bagi profesi penulis, Yala lebih optimistis jika AI bisa menjadi teman yang membantu copywriter.
“Pada dasarnya teknologi pasti dibuat untuk mempermudah kerja manusia. AI membantu tulisan jadi lebih berkualitas, efisien, hemat waktu dan pikiran. Maka kita yang harus beradaptasi dengan kemajuan teknologi ini,” ungkap Yala.
Ilustrasi penulis. (sumber gambar: Pexels/Dziana Hasanbekava)
Menurut Yala, AI hanya teknologi yang membantu penulis. Hasil akhir kerja seorang penulis tetap berada pada sentuhan manusia. Untuk itu, menghindari ketergantungan dan mengasah kreativitas dengan cara-cara lain harus tetap dilakukan.
“Akan jadi PR besar bagi copywriter tentang bagaimana bisa bertahan dan berkembang di industri ini. AI hanya fitur yang belum bisa sempurna,” tambahnya.
Tantangan bagi copywriter menghadapi kemajuan AI adalah memanfaatkannya tetapi tidak bergantung dengannya. Menurutnya, jangan sampai AI yang menenggelamkan profesi eksisting, tapi jadikan AI sebagai alat bantu yang kemudian dikembangkan dengan pemikiran orisinal.
Tidak hanya dari profesi copywriter, AI juga menyentuh aspek penulis novel online. AI sudah bergerak pesat tidak hanya dalam membuat artikel pendek, tetapi juga membuat sebuah buku dengan puluhan bahkan ratusan lembar halaman dalam waktu singkat. Ega, salah seorang penulis Wattpad mengungkap pahit manisnya profesi penulis menyambut teknologi AI.
Wanita yang sudah menulis novel sejak 2014 tersebut sudah merampungkan sebanyak 9 novel yang terbit secara online. Dalam industri kepenulisan novel, Ega mengaku AI kurang mengunggah seleranya. Karena bagaimanapun juga, letak kreativitas karya novel bersumber dari pemikiran orisinal penulisnya.
“Kalaupun menggunakan aplikasi AI, pada dasarnya teknologi itu ada untuk membantu pekerjaan manusia. Jadi kalau penulis menemui writer's block, AI bisa digunakan untuk menemukan referensi dan melanjutkan tulisan. Jadi fungsinya hanya sebagai penyegar ketika pikiran sedang stuck saat menulis,” kata Ega.
Ega tidak setuju tentang rumor AI mampu merebut pekerjaan penulis. Menurutnya, AI hanya efisien saat penulis kehabisan kata saja, sedangkan karya novel membutuhkan polesan total dari setiap kalimat yang berbuah dari pemikiran penulis.
“Penulis tidak akan bisa mengandalkan AI sepenuhnya, pasti ada rasa tidak puas. Menurut saya, AI masih kurang efektif untuk jenis penulisan karya novel yang menyentuh dan fantastis,” jelas Ega.
Bagi Ega, menulis termasuk dalam seni yang membutuhkan proses berpikir kreatif panjang. Di dalamnya ada keterlibatan emosi dan sentuhan manusia, sehingga tidak bisa sepenuhnya mengandalkan AI.
Ilustrasi AI dan manusia. (Sumber gambar: Pexels/Tara Winstead)
Namun Ega tidak menganggap AI sebagai musuh. Menurutnya, AI tidak akan menumpulkan kreativitas penulis. AI menawarkan hasil dan penulis harus menyeleksi lagi apakah kata-katanya layak dan tepat digunakan.
“Saya yakin pembaca kan merasakan perbedaan penulisan hasil karya manusia dengan hasil AI. Tulisan manusia akan jauh lebih mengalir karena tulisan seperti memiliki nyawanya tersendiri. AI bisa membuat penulis lebih produktif, tetapi hasil akhir tetap ditentukan masing-masing penulis,” jelasnya.
Ahli Digital Marketing, Deddy Huang menyampaikan hal yang senada. Hadirnya AI memang sudah lama disinyalir akan bisa membuat beberapa posisi manusia tergantikan. Namun melihat teknologi sebagai perenggut profesi merupakan hal yang kurang tepat. Deddy menyebut, setiap manusia harus menyikapi teknologi dengan segera melakukan adaptasi, termasuk dalam dunia marketing.
“Perlu diingat jika AI tidak memiliki faktor Human Touch, sedangkan dalam pemasaran kita membutuhkan cerita untuk membangun hubungan dengan audiens,” kata Deddy.
Menurut Deddy, AI dapat dimanfaatkan sebagai alat pencari ide untuk konten yang selanjutnya harus tetap melalui tahap modifikasi agar sesuai dengan tone of voice yang ingin disampaikan penulis.
“Kita bisa lihat banyak sisi keunggulan pemanfaatan AI di bidang penulis. Misalnya pekerjaan PR lebih mudah saat membuat press release, copywriter lebih mudah menemukan kata yang menjual, penulis lebih cepat membuat artikel dan sebagainya. Tetapi kekurangan, AI bisa membuat pelaku kreatif tergiur sehingga mempersempit keinginan berkembang dan berkreasi,” jelasnya.
Bagaimanapun, kepenulisan menggunakan teknologi AI akan terasa berbeda. Tidak adanya sentuhan manusia akan membuat kata-kata terasa lebih kaku dan tanpa emosi. Pada akhirnya, manusia boleh saja menyambut pesatnya kemajuan teknologi AI dengan hangat. Namun seorang penulis tentu mencintai proses menulis meski memakan waktu dan kerap menemui kondisi kesulitan menemukan kata-kata.
Mengolaborasikan kreativitas manusia dengan teknologi menjadi hal yang membuat kerja industri kreatif lebih efektif dan efisien. Menulis dengan mengandalkan karakter dan kreativitas dapat dibarengi dengan pemanfaatan teknologi.
AI memang menjadi alat yang bisa mempermudah pekerjaan menulis, tetapi manusia tidak akan puas begitu saja menerima hasilnya. Penulis harus tetap memoles tulisan agar karakternya tetap kuat, memiliki pesan emosional, dan sesuai dengan informasi atau cerita yang ingin disampaikan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.