Staycation Jadi Pendorong Peningkatan Okupansi Hotel
22 December 2022 |
19:12 WIB
Setelah 2 tahun lesu akibat pandemi Covid-19, libur Natal dan Tahun Baru 2023 diprediksi jadi momentum kebangkitan industri perhotelan. Selama ini momen Nataru selalu dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pergi berlibur. Harapannya, naiknya minat liburan akan berpengaruh positif terhadap tingkat keterisian hotel.
Harapan itu makin besar tatkala pemerintah hanya menerapkan PPKM level 1 pada momen libur Nataru kali ini. Di sisi lain, pemerintah juga mulai memberi sinyal bahwa status pandemi akan berakhir pada tahun ini.
Oleh karena itu, libur Nataru ini seolah akan jadi gerbang pembuka pemulihan industri perhotelan di Indonesia. General Manager Batiqa Hotel Darmo Surabaya Siti Humairoh optimistis okupansi hotel akan meningkat pada libur Nataru 2022.
Baca juga: Survei: Mayoritas Masyarakat Indonesia Berencana Liburan Akhir Tahun
“Ekspektasi kami okupansi akan 100 persen. Sampai saat ini, keterisian baru sekitar 70 persen sampai 80 persen,” ujar Siti Humairoh pada webinar Geliat Liburan Akhir Tahun 2022, Sektor Pariwisata Mulai Pulih?
Target okupansi 100 persen bukan angan-angan di ruang hampa. Perempuan yang akrab disapa Iroh itu menyebut liburan Nataru ini memiliki kondisi yang jauh berbeda dibanding tahun lalu.
Dengan kondisi yang kian membaik, dirinya meyakini tingkat keterisian hotel juga akan naik. Iroh mengatakan dengan mobilitas yang mulai longgar, masyarakat juga akan memanfaatkan momen libur Nataru dengan sebaik-baiknya.
Sebab, selama 2 tahun ini masyarakat tentu sudah gerah dan ingin liburan. Sebelum ini, masyarakat yang ingin liburan selalu tertahan karena status PPKM tidak memungkinkan untuk bepergian. Kini, masyarakat bisa lebih bebas merencanakan dan menikmati liburan.
Iroh mengatakan munculnya tren work from hotel dan staycation telah membuat industri hotel pelan-pelan bangkit. Meski terbilang masih naik dan turun, secara keseluruhan angkanya membaik.
Pada awal tahun, paparnya, okupansi hotel Batiqa naik hingga 62 persen. Namun, pada Februari turun ke 59 persen karena sempat ada sedikit pembatasan mobilitas dari pemerintah.
Pada Maret, okupansinya kembali naik cukup tajam ke angka 72 persen. Namun, pada bulan selanjutnya, April, okupansinya kembali turun ke angka 58 persen. Penyebabnya ialah adanya pembatasan mobilitas.
Akan tetapi, setelah April, kondisi secara umum mulai berangsur normal. Pada Mei, okupansinya meningkat hingga 74 persen, Juni 74 persen, Juli 77 persen, Agustus 73 persen, September 77 persen, Oktober 78 persen, dan November 81 persen.
Dengan meningkatnya keterisian kamar hotel, pendapatan hotel juga ikut terkerek. Iroh mengatakan revenue Batiqa di antara Rp5 triliun hingga Rp7 triliun sepanjang 2022.
Head of DataIndonesia.id Team Setyardi Widodo mengatakan faktor pandemi sangat mengubah pola kebiasaan masyarakat, termasuk terkait dengan munculnya tren staycation yang menolong keberlangsungan industri hotel.
Sebab, saat mobilitas terbatas, sebagian masyarakat tentu lebih banyak menahan diri di rumah dan tidak berlibur. Staycation ini kemudian muncul dan jadi semacam solusi baru.
Jadi, ada gabungan antara keadaan dan momentum yang kemudian staycation ini jadi pilihan menarik saat pandemi.
Editor: Indyah Sutriningrum
Harapan itu makin besar tatkala pemerintah hanya menerapkan PPKM level 1 pada momen libur Nataru kali ini. Di sisi lain, pemerintah juga mulai memberi sinyal bahwa status pandemi akan berakhir pada tahun ini.
Oleh karena itu, libur Nataru ini seolah akan jadi gerbang pembuka pemulihan industri perhotelan di Indonesia. General Manager Batiqa Hotel Darmo Surabaya Siti Humairoh optimistis okupansi hotel akan meningkat pada libur Nataru 2022.
Baca juga: Survei: Mayoritas Masyarakat Indonesia Berencana Liburan Akhir Tahun
“Ekspektasi kami okupansi akan 100 persen. Sampai saat ini, keterisian baru sekitar 70 persen sampai 80 persen,” ujar Siti Humairoh pada webinar Geliat Liburan Akhir Tahun 2022, Sektor Pariwisata Mulai Pulih?
Ilustrasi staycation (Sumber gambar: Freepik)
Target okupansi 100 persen bukan angan-angan di ruang hampa. Perempuan yang akrab disapa Iroh itu menyebut liburan Nataru ini memiliki kondisi yang jauh berbeda dibanding tahun lalu.
Dengan kondisi yang kian membaik, dirinya meyakini tingkat keterisian hotel juga akan naik. Iroh mengatakan dengan mobilitas yang mulai longgar, masyarakat juga akan memanfaatkan momen libur Nataru dengan sebaik-baiknya.
Sebab, selama 2 tahun ini masyarakat tentu sudah gerah dan ingin liburan. Sebelum ini, masyarakat yang ingin liburan selalu tertahan karena status PPKM tidak memungkinkan untuk bepergian. Kini, masyarakat bisa lebih bebas merencanakan dan menikmati liburan.
Okupansi Hotel Membaik pada 2022
Tingkat okupansi hotel sebenarnya sudah berangsur membaik sepanjang 2022 ini. Sejak bulan pertama, industri perhotelan mulai sedikit tersenyum lega karena tingkat keterisiannya mulai naik.Iroh mengatakan munculnya tren work from hotel dan staycation telah membuat industri hotel pelan-pelan bangkit. Meski terbilang masih naik dan turun, secara keseluruhan angkanya membaik.
Pada awal tahun, paparnya, okupansi hotel Batiqa naik hingga 62 persen. Namun, pada Februari turun ke 59 persen karena sempat ada sedikit pembatasan mobilitas dari pemerintah.
Pada Maret, okupansinya kembali naik cukup tajam ke angka 72 persen. Namun, pada bulan selanjutnya, April, okupansinya kembali turun ke angka 58 persen. Penyebabnya ialah adanya pembatasan mobilitas.
Akan tetapi, setelah April, kondisi secara umum mulai berangsur normal. Pada Mei, okupansinya meningkat hingga 74 persen, Juni 74 persen, Juli 77 persen, Agustus 73 persen, September 77 persen, Oktober 78 persen, dan November 81 persen.
Dengan meningkatnya keterisian kamar hotel, pendapatan hotel juga ikut terkerek. Iroh mengatakan revenue Batiqa di antara Rp5 triliun hingga Rp7 triliun sepanjang 2022.
Head of DataIndonesia.id Team Setyardi Widodo mengatakan faktor pandemi sangat mengubah pola kebiasaan masyarakat, termasuk terkait dengan munculnya tren staycation yang menolong keberlangsungan industri hotel.
Sebab, saat mobilitas terbatas, sebagian masyarakat tentu lebih banyak menahan diri di rumah dan tidak berlibur. Staycation ini kemudian muncul dan jadi semacam solusi baru.
Jadi, ada gabungan antara keadaan dan momentum yang kemudian staycation ini jadi pilihan menarik saat pandemi.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.