Cosplayer Rawan Pelecehan Seksual, Ini yang Dilakukan Elite Cosplay Club
09 December 2022 |
06:00 WIB
Cosplay atau mengenakan pakaian beserta aksesori dan rias wajah seperti tokoh dalam anime, manga, dongeng, permainan video, penyanyi, musisi idola, hingga film kartun semakin digandrungi generasi Z. Namun, di balik euforia ini, ternyata ada segelintir orang yang berniat buruk dengan tujuan melecehkan.
Tidak dipungkiri, banyak kostum karakter anime atau gim khususnya untuk perempuan, terkesan seksi. Atasan terbuka dan rok minim seakan menjadi ciri khasnya. Alhasil, mereka yang mengenakannya menjadi sasaran para predator atau pelaku pelecehan seksual.
Salah satu anggota Elite Cosplay Club dari divisi tata rias atau makeup, Maira menyampaikan bahwa pelaku kekerasan seksual ini biasanya menyasar mereka yang baru terjun di dunia cosplay. “Tiba-tiba ada senioritas atau pelecehan dari senior cosplay, itu sering kali terjadi,” ujarnya saat ditemui Hypeabis.id beberapa waktu lalu.
Oleh karenanya, Elite Cosplay Club akan membuat peraturan mengenai kesadaran ancaman kekerasan seksual di internal komunitasnya terlebih dahulu. Ini dilakukan agar pelaku diberikan batasan ruang gerak dan diharapkan menginspirasi komunitas lainnya untuk melakukan hal yang sama.
“Jadi semua orang yang ada di cosplay, setiap ada event, semakin aman. Jadi orang-orang yang mau datang makin aman,” tutur Maira.
Baca juga: Geliat Cosplay & Fenomena Sub Kultur Anak Muda Indonesia
Salah satu Founder Elite Cosplay Club, Naru mengatakan bahwa pihaknya pun ingin mengubah stigma buruk cosplayer karena banyak yang tampil seksi hingga membuat para orang tua cemas. Oleh karena itu, Elite Cosplay Club turut melakukan edukasi mengenai masalah pelecehan seksual karena dalam beberapa waktu terakhir, menurutnya makin banyak orang tidak bertanggung jawab yang ikut ke dalam event ini.
Stigma dan orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini menurutnya bisa merusak mereka yang memang menyukai dan bekerja di dunia cosplay. Termasuk cosplayer yang sudah memiliki prestasi di dunia internasional seperti dirinya.
“Orang tua jadi bisa mengizinkan anaknya untuk cosplay, merasa aman di event-nya sendiri. Jadi kita start dari next program-nya awarness untuk hal-hal seperti itu,” sebut juara Polymanga 2017 Swiss Champion itu.
Melalui Elite Cosplay Club, dia juga ingin mengubah paradigma masyarakat terhadap pada cosplayer. Dia dan teman-temannya akan menunjukkan bahwa cosplay adalah hobi yang berkualitas karena bisa mengasah kreativitas, menjadi profesi, dan mendatangkan cuan.
Seperti yang dilakukan Elite Cosplay Club, Naru dan rekan-rekannya membuat beberapa divisi yang berkaitan dengan dunia pop culture ini. Mulai dari divisi makeup karakter, event organizer dengan membuat kompetisi, hingga divisi performance yang menampilan kisah anime maupun tokoh animasi dan kartun lainnya di atas panggung.
Pada 2020, Elite Cosplay Club diketahui membuat kostum Jota, karakter Joe Taslim dalam gim Free Fire. Pada 2022, Naru dan teman-temannya juga membuat kostum untuk Isyana Sarasvati yang menjadi diva di Free Fire.
“Kami mau bikin komunitas cosplay itu lebih dipandang bukan cuma sekedar hobi yang ecek-ecek tapi benar-benar hobi yang bisa membuat orang masuk ke dalamnya itu bangga dan punya value yang lebih tinggi,” tutur Naru.
Baca juga: Antusiasme di Balik Cosplay sebagai Representasi Idola Karakter Figur
Saat harus tampil di atas panggung, seperti cerita Kimetsu no Yaiba yang dibawakan Elite dalam event AEONIME beberapa waktu lalu, para cosplayer harus menyatu dengan karakter yang ditampilkan. Kata Naru, ketika sudah memakai kostum, para cosplayer melepas jati diri dan menjadi karakter yang ditirukan dalam anime atau tokoh tersebut.
“Hormatilah karakter yang kamu cosplay-kan seperti kamu hormati orang lain. Jadi kamu meningkatkan value cosplay=nya sendiri. Cosplay bukan segi kostum tapi juga seni peran,” imbau juara AFA 2015 Asia Champion ini.
Naru berpendapat pasca Covid-19, muncul banyak cosplayer baru yang sekedar ikut-ikutan hingga lupa bagaimana mendalami karakter ketika tampil di publik menggunakan kostum. Ini menurutnya menjadi tanggung jawab para cosplayer terdahulu termasuk dirinya dan komunitas untuk mengedukasi agar semua kembali kepada jalur.
Selain melalui penampilan di atas panggung atau selama event cosplay berlangsung, Naru sendiri turut mengedukasi para cosplayer baru saat menjadi juri kompetisi. Edukasi ini termasuk bagaimana memakai aksesoris yang biasanya melekat pada kostum seperti pedang.
Jangan sampai aksesoris yang dipakai melukai orang lain. “Tugas kami makin besar karena banyak orang ikut-ikutan tetapi tidak tahu value-nya. Hobi for fun yes, tapi jangan sampai con-nya merusak karakternya,” tegas Naru.
Baca juga: Cerita Cosplayer Tampil Totalitas: Bukan Sekadar Kostum, Tapi Pendalaman Karakter
Editor: Roni Yunianto
Tidak dipungkiri, banyak kostum karakter anime atau gim khususnya untuk perempuan, terkesan seksi. Atasan terbuka dan rok minim seakan menjadi ciri khasnya. Alhasil, mereka yang mengenakannya menjadi sasaran para predator atau pelaku pelecehan seksual.
Salah satu anggota Elite Cosplay Club dari divisi tata rias atau makeup, Maira menyampaikan bahwa pelaku kekerasan seksual ini biasanya menyasar mereka yang baru terjun di dunia cosplay. “Tiba-tiba ada senioritas atau pelecehan dari senior cosplay, itu sering kali terjadi,” ujarnya saat ditemui Hypeabis.id beberapa waktu lalu.
Oleh karenanya, Elite Cosplay Club akan membuat peraturan mengenai kesadaran ancaman kekerasan seksual di internal komunitasnya terlebih dahulu. Ini dilakukan agar pelaku diberikan batasan ruang gerak dan diharapkan menginspirasi komunitas lainnya untuk melakukan hal yang sama.
“Jadi semua orang yang ada di cosplay, setiap ada event, semakin aman. Jadi orang-orang yang mau datang makin aman,” tutur Maira.
Baca juga: Geliat Cosplay & Fenomena Sub Kultur Anak Muda Indonesia
Salah satu Founder Elite Cosplay Club, Naru mengatakan bahwa pihaknya pun ingin mengubah stigma buruk cosplayer karena banyak yang tampil seksi hingga membuat para orang tua cemas. Oleh karena itu, Elite Cosplay Club turut melakukan edukasi mengenai masalah pelecehan seksual karena dalam beberapa waktu terakhir, menurutnya makin banyak orang tidak bertanggung jawab yang ikut ke dalam event ini.
Stigma dan orang-orang yang tidak bertanggung jawab ini menurutnya bisa merusak mereka yang memang menyukai dan bekerja di dunia cosplay. Termasuk cosplayer yang sudah memiliki prestasi di dunia internasional seperti dirinya.
“Orang tua jadi bisa mengizinkan anaknya untuk cosplay, merasa aman di event-nya sendiri. Jadi kita start dari next program-nya awarness untuk hal-hal seperti itu,” sebut juara Polymanga 2017 Swiss Champion itu.
Melalui Elite Cosplay Club, dia juga ingin mengubah paradigma masyarakat terhadap pada cosplayer. Dia dan teman-temannya akan menunjukkan bahwa cosplay adalah hobi yang berkualitas karena bisa mengasah kreativitas, menjadi profesi, dan mendatangkan cuan.
Seperti yang dilakukan Elite Cosplay Club, Naru dan rekan-rekannya membuat beberapa divisi yang berkaitan dengan dunia pop culture ini. Mulai dari divisi makeup karakter, event organizer dengan membuat kompetisi, hingga divisi performance yang menampilan kisah anime maupun tokoh animasi dan kartun lainnya di atas panggung.
Pada 2020, Elite Cosplay Club diketahui membuat kostum Jota, karakter Joe Taslim dalam gim Free Fire. Pada 2022, Naru dan teman-temannya juga membuat kostum untuk Isyana Sarasvati yang menjadi diva di Free Fire.
“Kami mau bikin komunitas cosplay itu lebih dipandang bukan cuma sekedar hobi yang ecek-ecek tapi benar-benar hobi yang bisa membuat orang masuk ke dalamnya itu bangga dan punya value yang lebih tinggi,” tutur Naru.
Baca juga: Antusiasme di Balik Cosplay sebagai Representasi Idola Karakter Figur
Saat harus tampil di atas panggung, seperti cerita Kimetsu no Yaiba yang dibawakan Elite dalam event AEONIME beberapa waktu lalu, para cosplayer harus menyatu dengan karakter yang ditampilkan. Kata Naru, ketika sudah memakai kostum, para cosplayer melepas jati diri dan menjadi karakter yang ditirukan dalam anime atau tokoh tersebut.
“Hormatilah karakter yang kamu cosplay-kan seperti kamu hormati orang lain. Jadi kamu meningkatkan value cosplay=nya sendiri. Cosplay bukan segi kostum tapi juga seni peran,” imbau juara AFA 2015 Asia Champion ini.
Naru berpendapat pasca Covid-19, muncul banyak cosplayer baru yang sekedar ikut-ikutan hingga lupa bagaimana mendalami karakter ketika tampil di publik menggunakan kostum. Ini menurutnya menjadi tanggung jawab para cosplayer terdahulu termasuk dirinya dan komunitas untuk mengedukasi agar semua kembali kepada jalur.
Selain melalui penampilan di atas panggung atau selama event cosplay berlangsung, Naru sendiri turut mengedukasi para cosplayer baru saat menjadi juri kompetisi. Edukasi ini termasuk bagaimana memakai aksesoris yang biasanya melekat pada kostum seperti pedang.
Jangan sampai aksesoris yang dipakai melukai orang lain. “Tugas kami makin besar karena banyak orang ikut-ikutan tetapi tidak tahu value-nya. Hobi for fun yes, tapi jangan sampai con-nya merusak karakternya,” tegas Naru.
Baca juga: Cerita Cosplayer Tampil Totalitas: Bukan Sekadar Kostum, Tapi Pendalaman Karakter
Editor: Roni Yunianto
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.