Ilustrasi bakteri (Freepik/KJ Pargeter)

BPOM Amerika Serikat Setujui Pengobatan dari Tinja Untuk Atasi Infeksi

05 December 2022   |   23:04 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Penelitian dan pengobatan penyakit semakin unik nih Genhype. Untuk pertama kalinya, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau Food and Drug Administration (FDA) menyetujui perawatan yang dilakukan menggunakan kotoran manusia. 

Perawatan yang disebut Rebyota itu diketahui mengandung bakteri usus dari kumpulan tinja donor manusia yang sehat. Cara ini disetujui untuk pencegahan infeksi bakteri yang berpotensi mengancam jiwa. 

Baca juga: Duh! Air Minum Rumah Tangga di Indonesia Terindikasi Pencemaran Tinja

FDA dalam keterangannya menyampaikan, Rebyota dilakukan dengan cara memberikan pengobatan cair ke dalam rektum (bagian akhir usus besar) pasien melalui selang. Dengan demikian, dokter dapat membantu mengembalikan keseimbangan mikrobioma usus pasien, khususnya komunitas mikroba yang hidup di saluran pencernaan bagian bawah.
 
Disetujui pada Rabu, 30 November 2022, Rebyota diberikan kepada pasien yang baru saja dirawat karena infeksi berulang bakteri Clostridioides difficile atau C. diff. Namun, perawatan infeksi bakteri C.diff ini hanya bisa dilakukan pasien yang berusia 18 tahun ke atas.

Infeksi C. diff biasanya terjadi akibat penggunaan antibiotik. Mereka yang berusia 65 tahun ke atas, individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, dan yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit atau panti jompo, berisiko tinggi terinfeksi bakteri ini. 

Saat C. diff berkembang biak di usus, dia melepaskan racun yang memicu diare, sakit perut, demam, dan peradangan usus besar (kolitis). “Terkadang, infeksi dapat menyebabkan kegagalan organ dan bahkan kematian,” sebut FDA, dikutip dari Live Science, Senin (5/12/2022).

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) C. diff menjadi penyebab 500.000 orang mengalami infeksi di negeri Paman Sam itu. Sekitar 1 dari 6 pasien akan mengalami infeksi berulang dalam waktu 2-8 minggu setelah pemulihan. 

Menurut The Scientist, infeksi berulang ini dapat diobati dengan antibiotik, tetapi obat tersebut tidak selalu bekerja melawan strain C. diff yang agresif dan kebal antibiotik. Terlebih lagi, bakteri ini dapat mengganggu mikrobioma dan memperburuk gejala. 

Untuk mengobati infeksi berulang yang mengancam jiwa ini, para ahli di AS sebelumnya mengembangkan pengobatan dengan cara transplantasi mikrobiota tinja. Transplantasi ini melibatkan pemindahan feses donor yang disaring ke dalam usus pasien melalui kolonoskopi, enema, atau pil. 

Kendati demikian, FDA menemui tantangan dalam mencari dan menyaring tinja. Alhasil transplantasi belum tersedia di mana-mana dan perawatan ini tidak ditanggung oleh asuransi.


Pengembangan Rebyota

Mengingat kasus infeksi ini cukup serius, para ahli di FDA kemudian mengembangkan perawatan baru infeksi bakteri di usus yang kini dikenal sebagai Rebyota. Ini menjadi produk mikrobiota tinja pertama yang disetujui FDA. 

Dalam uji klinis tahap akhir, pengobatan satu dosis Rebyota dapat mengurangi tingkat serangan C. diff sebesar 29,4 persen dalam delapan minggu setelah pengobatan antibiotik, dibandingkan dengan plasebo. Dengan mempertimbangkan dua uji klinis, FDA mencatat tingkat keberhasilan pengobatan, secara signifikan lebih tinggi pada kelompok Rebyota yakni 70,6 persen dibandingkan pada kelompok plasebo sebanyak 57,5 persen.

"Persetujuan Rebyota adalah kemajuan dalam merawat pasien yang mengalami infeksi berulang C. difficile,” ujar Direktur Pusat Evaluasi dan Penelitian Biologis FDA, Dr. Peter Marks. 

Dia menyebutkan efek sampingnya pun tidak ada yang serius terhadap pasien Dalam uji klinis, efek samping Rebyota yang paling umum adalah sakit perut, diare, perut kembung, gas, dan mual. 

Namun demikian, meskipun feses yang disumbangkan disaring dengan hati-hati untuk patogen, perawatan tersebut membawa beberapa risiko penularan agen infeksius, dan mungkin juga mengandung alergen makanan. “Potensi produk menyebabkan reaksi merugikan karena alergen makanan tidak diketahui," sebut Marks.

Baca juga: Waspada Kanker! Cek Daftar 16 Produk Kosmetik Berbahaya Temuan BPOM

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Merangkul Sosok Pahlawan Masa Depan Lingkungan Lewat Program Every U Does Good Heroes

BERIKUTNYA

Belajar Piano Bisa Atasi Sedih hingga Tingkatkan Kemampuan Otak, Dicoba Yuk!

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: