Wih, Budaya Jawa Ternyata Bisa Jadi Media Pembelajaran Leadership
03 July 2021 |
19:18 WIB
Setiap organisasi atau lembaga pasti memiliki pemimpin. Tetapi, semua pemimpin harus memiliki pemahaman konsep kepemimpinan yang baik agar mereka bisa merumuskan langkah atau model kepemimpinan yang akan mereka lakukan.
Gaya kepemimpinan ini sangat penting Genhype untuk kemajuan suatu tim kerja. Jika salah dalam menerapkan gaya dan cara kepemimpinan, maka hal ini bisa memberi pengaruh yang kurang baik bagi performa tim kerja.
Di Indonesia, ada Wikasatrian, pusat pelatihan kepemimpinan yang salah satu metode dan modul pembelajarannya menggunakan ragam budaya Jawa dan berbasis kearifan lokal. Basis pendidikan Wikasatrian menerapkan aspek pengetahuan, psikomotorik, dan afeksi dengan mengadakan experiential learning.
Berbeda dengan pelatihan leadership lainnya, semua peserta didik di Wikasatrian akan mendapatkan pengalaman yang lebih filosofis tentang proses menjadi seorang pemimpin dengan beberapa media budaya khas Jawa seperti batik, gamelan, wayang, hingga napak tilas.
Manajer Pendidikan Program Vokasi Universitas Indonesia sekaligus Pamong Wikasatrian Priyanto mengatakan bahwa nilai-nilai kepemimpinan yang berbudi luhur bisa dipelajari menggunakan media wayang.
“Biasanya kami mengawali [program] dengan pengenalan filosofi wayang, kemudian bercermin dari karakter tokoh pewayangan, untuk semakin mengenal aspek-aspek karakter diri. Pendeknya, aku adalah wayang, wayang adalah aku,“ ujarnya dalam satu diskusi virtual bertajuk Jawa dan Dunia Industri, Jumat (2/7/2021).
Setelah peserta mengenal filosofi wayang, mereka akan mengalami proses pagelaran wayang dari tahap proses sampai umpan balik. Artinya, para peserta bukan hanya akan dilihat pada saat latihan saja, tetapi akan dievaluasi setelah melakukan pelatihan bagaimana perubahan sikapnya.
Selain itu, Priyanto juga mengatakan bahwa melalui pemahaman kisah wayang, dalang akan mencoba untuk menanamkan ideologi kepemimpinan melalui tokoh, antawecana, sulukan, dan banyolan. Biasanya, wacana kepemimpinan akan dijumpai di awal pertunjukan termasuk memperkenalkan ajaran kepemimpinan Hasta Brata.
“Mereka juga akan menjadi pelaku pertunjukan wayang sebagai dalang dan melihat bagaimana mereka menggunakan cempala atau tongkat komando serta gunungan [kayon] yang terkait dengan nilai-nilai kepemimpinan,“ papar Priyanto.
Gaya kepemimpinan ini sangat penting Genhype untuk kemajuan suatu tim kerja. Jika salah dalam menerapkan gaya dan cara kepemimpinan, maka hal ini bisa memberi pengaruh yang kurang baik bagi performa tim kerja.
Di Indonesia, ada Wikasatrian, pusat pelatihan kepemimpinan yang salah satu metode dan modul pembelajarannya menggunakan ragam budaya Jawa dan berbasis kearifan lokal. Basis pendidikan Wikasatrian menerapkan aspek pengetahuan, psikomotorik, dan afeksi dengan mengadakan experiential learning.
Berbeda dengan pelatihan leadership lainnya, semua peserta didik di Wikasatrian akan mendapatkan pengalaman yang lebih filosofis tentang proses menjadi seorang pemimpin dengan beberapa media budaya khas Jawa seperti batik, gamelan, wayang, hingga napak tilas.
Manajer Pendidikan Program Vokasi Universitas Indonesia sekaligus Pamong Wikasatrian Priyanto mengatakan bahwa nilai-nilai kepemimpinan yang berbudi luhur bisa dipelajari menggunakan media wayang.
“Biasanya kami mengawali [program] dengan pengenalan filosofi wayang, kemudian bercermin dari karakter tokoh pewayangan, untuk semakin mengenal aspek-aspek karakter diri. Pendeknya, aku adalah wayang, wayang adalah aku,“ ujarnya dalam satu diskusi virtual bertajuk Jawa dan Dunia Industri, Jumat (2/7/2021).
Para peserta Wikasatrian sedang mengadakan pagelaran wayang (Dok. Wikasatrian)
Selain itu, Priyanto juga mengatakan bahwa melalui pemahaman kisah wayang, dalang akan mencoba untuk menanamkan ideologi kepemimpinan melalui tokoh, antawecana, sulukan, dan banyolan. Biasanya, wacana kepemimpinan akan dijumpai di awal pertunjukan termasuk memperkenalkan ajaran kepemimpinan Hasta Brata.
“Mereka juga akan menjadi pelaku pertunjukan wayang sebagai dalang dan melihat bagaimana mereka menggunakan cempala atau tongkat komando serta gunungan [kayon] yang terkait dengan nilai-nilai kepemimpinan,“ papar Priyanto.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.