Begini Strategi Kembangkan Brand Fesyen Pria
19 November 2022 |
07:00 WIB
Tren fesyen akan terus berputar dan bergerak cepat mengikuti kondisi pada masanya. Bukan cuma produk fesyen wanita, fesyen pria pun akan selalu berganti tren yang berkembang dengan berbagai inovasi desain dan penyegaran pada setiap perputarannya.
Mielka Raputra Bardin, Brand Owner dari Wellborn dan SSST mengatakan dari sisi model, fashion pria memang terkesan lebih simple dan sederhana. Namun, untuk mengembangkan dan mengemas bisnisnya justru lebih sulit dibandingkan dengan fesyen wanita.
Pasalnya, para pria lebih selektif memilih produk yang akan mereka kenakan. Apalagi umumnya pria akan condong memilih produk yang dia pakai, bukan hanya dari model atau bentuknya saja tetapi juga branding serta image yang dibangun dan dimiliki oleh brand tersebut. Termasuk dari sisi harga, apakah harga yang dikeluarkan sudah sesuai dengan value yang didapatkan dari produk tersebut.
Karena itulah, seorang brand owner atau pemilik usaha harus jelas dalam menempatkan brand identity yang dia bangun. Di samping itu juga harus dapat membuat produk berkualitas yang sesuai dengan value atau nilai yang didapatkan oleh customer.
“Bagaimana cara brand untuk mendeliver semua informasi mengenai produk atau brand image yang dibangun kepada konsumen itu sangat penting sehingga mereka tidak beranggapan bahwa produk yang kita tawarkan menjadi mahal atau overvalue,” jelasnya.
Mielka mencontohkan bagaimana dua brand yang dia miliki yaitu Wellborn dan SSST memiliki brand image yang berbeda. Meskipun keduanya sama-sama bergerak di bidang fesyen pria pada ranah streetwear tetapi model serta branding yang dibangun cukup berbeda.
Wellborn yang didirikan sejak 2006 misalnya, didesain dengan model fesyen berbasis streetwear yang kuat akan unsur grafis pada setiap produknya.
Saat ini, model yang diminati yaitu t shirt grafis dengan ciri khas yang bergaya surrealis. Gaya tersebut kemudian dikemas dan dipadupadankan dengan gaya celana slimfit dan jaket bergaya edgy dan tetap fungsional.
Sementara brand SSST ‘Super Sentimental Secret Theori’ yang dihadirkan pada 2019 memang masih di ranah streetwear tetapi lebih mengedepankan gaya yang loose fit dan oversize, dengan sedikit elemen grafis.
Dalam mengembangkan model SSST, Mielka mengatakan bahwa mereka lebih berani bereksplorasi baik dari segi bentuk, material, dan kualitas dengan target market yang lebih tinggi sehingga bisa bersanding dengan brand fesyen lainnya baik di lokal maupun kancah internasional. Bahkan produk yang paling diminati dan dicari konsumen justru yang unik seperti “overall/dungaree” dengan harga mulai dari Rp500 ribu.
“Brand image dan brand identity dari kedua brand yang kami miliki ini makin diperkuat dengan aktivasi marketing pada masing-masing media sosial yang dimiliki sehingga konsumen lebih percaya terhadap brand dan memilih produk dari brand yang bisa merepresentasikan dirinya sehingga menjadi apa yang diinginkan sebab ‘you are what you wear’,” jelas pria kelahiran 1983 ini.
Sebagai seorang brand owner, Mielka mengatakan bahwa pelaku usaha harus pintar dalam mengemas brand yang dimiliki, mulai dari bentuk produknya, kampanye marketing yang dijalankan, hingga pemilihan target market sehingga brand yang dibangun bisa menjadi top of mind pada konsumen yang ditargetkan.
“Berbeda dengan dulu, dimana model yang sedang tren diikuti hampir semua brand. Kalau saat ini model-model yang dihadirkan sangat bervariasi apalagi dengan adanya kekuatan social media sehingga brand dapat menciptakan tren sendiri,” jelasnya.
Dengan adanya kampanye-kampanye yang dihadirkan melalui aktivasi di media sosial rupanya efektif mendorong penjualan produk. Bahkan hampir seluruh model yang dikeluarkan akan berjalan di pasarnya masing-masing.
Memang selama masa pandemi, tak sedikit pelaku usaha yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan bisnisnya. Terlebih saat itu masyarakat lebih memilih produk dengan harga jual murah.
Namun, Mielka bersama brand SSST nya berusaha keluar dari kondisi tersebut dan mencoba untuk tidak terlalu melihat batasan-batasan yang ada, dengan tetap melakukan berbagai eksplorasi dan menjual produk sesuai dengan valuenya.
“Dengan demikian konsumen akan menganggap bahwa produknya tidaklah mahal, melainkan sesuai dengan value nya. Didukung dengan berbagai branding dan kampanye yang kami bangun sehingga mereka merasa nilai yang dikeluarkan sesuai dengan produk yang didapatkan,” ucapnya.
Editor: Fajar Sidik
Mielka Raputra Bardin, Brand Owner dari Wellborn dan SSST mengatakan dari sisi model, fashion pria memang terkesan lebih simple dan sederhana. Namun, untuk mengembangkan dan mengemas bisnisnya justru lebih sulit dibandingkan dengan fesyen wanita.
Pasalnya, para pria lebih selektif memilih produk yang akan mereka kenakan. Apalagi umumnya pria akan condong memilih produk yang dia pakai, bukan hanya dari model atau bentuknya saja tetapi juga branding serta image yang dibangun dan dimiliki oleh brand tersebut. Termasuk dari sisi harga, apakah harga yang dikeluarkan sudah sesuai dengan value yang didapatkan dari produk tersebut.
Karena itulah, seorang brand owner atau pemilik usaha harus jelas dalam menempatkan brand identity yang dia bangun. Di samping itu juga harus dapat membuat produk berkualitas yang sesuai dengan value atau nilai yang didapatkan oleh customer.
“Bagaimana cara brand untuk mendeliver semua informasi mengenai produk atau brand image yang dibangun kepada konsumen itu sangat penting sehingga mereka tidak beranggapan bahwa produk yang kita tawarkan menjadi mahal atau overvalue,” jelasnya.
Mielka mencontohkan bagaimana dua brand yang dia miliki yaitu Wellborn dan SSST memiliki brand image yang berbeda. Meskipun keduanya sama-sama bergerak di bidang fesyen pria pada ranah streetwear tetapi model serta branding yang dibangun cukup berbeda.
Wellborn yang didirikan sejak 2006 misalnya, didesain dengan model fesyen berbasis streetwear yang kuat akan unsur grafis pada setiap produknya.
Saat ini, model yang diminati yaitu t shirt grafis dengan ciri khas yang bergaya surrealis. Gaya tersebut kemudian dikemas dan dipadupadankan dengan gaya celana slimfit dan jaket bergaya edgy dan tetap fungsional.
Sementara brand SSST ‘Super Sentimental Secret Theori’ yang dihadirkan pada 2019 memang masih di ranah streetwear tetapi lebih mengedepankan gaya yang loose fit dan oversize, dengan sedikit elemen grafis.
Dalam mengembangkan model SSST, Mielka mengatakan bahwa mereka lebih berani bereksplorasi baik dari segi bentuk, material, dan kualitas dengan target market yang lebih tinggi sehingga bisa bersanding dengan brand fesyen lainnya baik di lokal maupun kancah internasional. Bahkan produk yang paling diminati dan dicari konsumen justru yang unik seperti “overall/dungaree” dengan harga mulai dari Rp500 ribu.
“Brand image dan brand identity dari kedua brand yang kami miliki ini makin diperkuat dengan aktivasi marketing pada masing-masing media sosial yang dimiliki sehingga konsumen lebih percaya terhadap brand dan memilih produk dari brand yang bisa merepresentasikan dirinya sehingga menjadi apa yang diinginkan sebab ‘you are what you wear’,” jelas pria kelahiran 1983 ini.
Sebagai seorang brand owner, Mielka mengatakan bahwa pelaku usaha harus pintar dalam mengemas brand yang dimiliki, mulai dari bentuk produknya, kampanye marketing yang dijalankan, hingga pemilihan target market sehingga brand yang dibangun bisa menjadi top of mind pada konsumen yang ditargetkan.
“Berbeda dengan dulu, dimana model yang sedang tren diikuti hampir semua brand. Kalau saat ini model-model yang dihadirkan sangat bervariasi apalagi dengan adanya kekuatan social media sehingga brand dapat menciptakan tren sendiri,” jelasnya.
Dengan adanya kampanye-kampanye yang dihadirkan melalui aktivasi di media sosial rupanya efektif mendorong penjualan produk. Bahkan hampir seluruh model yang dikeluarkan akan berjalan di pasarnya masing-masing.
Memang selama masa pandemi, tak sedikit pelaku usaha yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan bisnisnya. Terlebih saat itu masyarakat lebih memilih produk dengan harga jual murah.
Namun, Mielka bersama brand SSST nya berusaha keluar dari kondisi tersebut dan mencoba untuk tidak terlalu melihat batasan-batasan yang ada, dengan tetap melakukan berbagai eksplorasi dan menjual produk sesuai dengan valuenya.
“Dengan demikian konsumen akan menganggap bahwa produknya tidaklah mahal, melainkan sesuai dengan value nya. Didukung dengan berbagai branding dan kampanye yang kami bangun sehingga mereka merasa nilai yang dikeluarkan sesuai dengan produk yang didapatkan,” ucapnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.