Pameran seni media baru Age of Consent merupakan kolaborasi antara Arcolabs dan Komunitas Salihara (Sumber gambar: Galeri Salihara)

Menengok Ragam Karya Seni yang Bakal Hadir di Pameran Age of Consent

18 November 2022   |   18:38 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Like
Arcolabs bersama Komunitas Salihara bakal menyelenggarakan pameran interaktif media baru bertajuk Age of Consent. Pameran yang digelar pada 19 November 2022 sampai dengan 28 Mei 2023 ini akan menampilkan karya dari tiga seniman Indonesia dan satu seniman asal Korea Selatan.

Hasil karya tiap seniman yang akan ditampilkan menanggapi salah satu dari empat prinsip yang memandu pameran, yakni waktu, ruang, materi, dan energi. Setiap seniman yang terlibat mewakili satu prinsip tersebut. Seniman (con)struk menggunakan prinsip materi; Cut and Rescue merespons konsep waktu; Theo Nugraha mengangkat konsep ruang; dan Hyung Jun Yim dengan konsep energi.

Baca jugaArcolabs & Komunitas Salihara Bakal Mengadakan Pameran Interaktif Seni Media Baru Age of Consent


(con)struck 

(Sumber gambar: Salihara)
(con)struck pada pameran ini menampilkan karya berjudul Merry-Go-Round dengan media video still screening di YouTube, images, sound, live chat (2022). Karya ini mengingat kembali narasi yang terfragmentasi melalui penataan ulang objek.

Karya seni juga mempertanyakan kepedulian kolektif akan konsep hadir sebenarnya yang mengganggu nilai, sensasi atas material, sejarah, ingatan, dan perasaan.

Benda dan ruang adalah hal yang performatif. Kenangan akan benda bukan hanya menjadi milik personal, tapi juga tidak nyata dan pengalaman kebendaan terwujud dalam lingkup epistemologi manusia yang relatif terbatas.

Eko Bambang Wisnu mengatakan bahwa dirinya bersama dengan Teguh Agus Priyatno menciptakan Merry-Go-Round lantaran tertarik dengan sesuatu yang sifatnya retinal dan non retinal.

Menurutnya, sesuatu yang objek base pada akhirnya akan memancing persepsi terhadap pemaknaan baru atau sudah lampau.

Pemaknaan itu tergantung indera audiens yang dikaitkan dengan ingatan, perasan, sejarah, konvensi kolektif yang membangun nilai baru.
 

Cut and Rescue

(Sumber gambar: Salihara)
Cut and Rescue menyuguhkan karya Kami Tahu Kemana Seni Lukis Indonesia Akan Kami Unggah dengan lembar mewarnai 2022. Seniman membahas cara-cara publik mewujudkan konsep waktu dan narasinya melalui praktik banal sehari-hari.

Kolektif seniman ini melakukan cut dan paste artefak melalui aktivitas yang ramah dan menarik bagi publik.Responden mendapatkan akses terhadap dua karya utama, yani mewarnai dan kreasi stiker yang biasa ditemukan dalam beragam aplikasi media sosial.

Seniman Angga Cipta mengatakan bahwa gambar-gambar yang akan dihadirkan dalam pameran ini adalah sebagai bagian untuk memperkenalkannya kepada publik. “Kita mencoba menghadirkan itu ke publik,” katanya.

Cut and Rescue menghadirkan gambar berdasarkan dengan resource yang dimiliki, seperti komik lama, buku lama, majalah, dan sebagainya. Gambar-gambar itu, lanjutnya, dihadirkan untuk untuk men-trigger memori kolektif para penikmat dan pencinta seni yang melihatnya.
 

Theo Nugraha

(Sumber gambar: Salihara)
Theo Nugraha hadir dengan karya berjudul Sonik Ketengan dengan media soundmap, audioine, dan database (2022). Dalam deskripsi karya ini, disebutkan bahwa Sonik Ketengan merupakan edisi khusus gelombang audiozine, yakni sebuah proyek karya seni dari sang seniman sejak 2018.

Edisi kali ini fokus pada tema warung melalui pendekatan sound mapping dan komposisi soundscape. Warung adalah bagian penting dalam kehidupan keseharian rakyat Indonesia. Sedangkan istilah ketengan adalah pembelian secara satuan maupun eceran, yang sangat lumrah atau biasa ditemui dalam dalam suatu transaksi di sebuah warung.

Di proyek ini, sang seniman mengajak partisipan mengumpulkan jenis warung dengan metode merekam untuk saling berbagi pengalaman sonik secara ketengan selama 30 detik di berbagai lokasi warung mereka berasal. 

Theo mengatakan bahwa alasan 30 detik dipilih adalah karena melihat perilaku kita untuk merekam sesuatu yang tidak bisa lama. Karya-karya yang terkumpul, sound dan image akan di-compose kembali, dan menghasilkan kategorisasi baru sehingga ada pembacaan yang juga baru tentang karya itu.


Yim Hyun Jung

(Sumber gambar: Salihara)
Seniman yang satu ini mengusung konsep energi dalam pameran ini, dan memiliki karya bertajuk ikon senyum (2018). Melalui karya ini, sang seniman mengajak para penonton untuk mengunggah foto selfie mereka. Setiap dua minggu, Hyun Jung akan memodifikasi swafoto yang dipilih, dan menampilkannya di galeri daring sebagai sebuah upaya pertukaran energi.

Dalam deskripsi karyanya, (emoticon senyum) adalah salah satu proyek sang seniman yang berfokus pada gambar potret sebagai representasi diri dalam sistem sosial. Hyun Jung menganggap diri sebagai tempat bergabungnya algoritma tertentu, dan mereproduksi gambar dalam batasan tersebut menggunakan fotografi data yang disajikan oleh publik.

Beberapa tanda dan cerita yang tertera di gambar-gambar itu dibaca, diselesaikan, dihilangkan, dan diarsipkan dalam prosesnya. Setelah itu, hasil gambar ditampilkan di ruang pameran sebagai potret yang tidak dapat dikenali. Karya ini mencoba membongkar dan mengarsipkan sebuah utopia yang setara di mana tidak ada bayaran.



Baca jugaMerekam Transformasi Budaya Melalui Karya Seni di Pameran Yusuf Susilo Hartono

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah

SEBELUMNYA

5 Film Terbaik yang Dibintangi Rudy Salam, Sejuta Duka Ibu hingga Sundelbolong

BERIKUTNYA

Drakor Connect Tayang 7 Desember, Suguhkan Kisah Pembunuhan Berantai Misterius

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: