Seni Media Baru Membuat Yang Tidak Mungkin Menjadi Mungkin
18 November 2022 |
22:00 WIB
Seni media baru yang terus berkembang di dalam negeri dapat memberikan peluang seniman lebih eksploratif dalam menghasilkan karya, dari yang awalnya sulit diwujudkan menjadi mungkin dan memiliki penjelajahan yang tidak terbatas.
Kurator seni Komunitas Salihara Asikin Hasan mengatakan bahwa kedua hal tersebut dapat terjadi lantaran seni media baru lebih fokus pada persoalan tentang persoalan-persoalan teknologi dan perkembangan teknologi informasi atau digital.
Baca juga: Seniman Optimistis Karya Seni NFT Punya Value Tinggi pada Masa Depan
Karya yang pada awalnya tidak mungkin dan lantas menjadi mungkin juga memiliki penjelajahan yang tidak terbatas. Hal itu juga dapat terlihat dalam pameran interaktif Age of Consent yang diadakan secara daring di laman galeri.salihara.org dari 19 November 2022 sampai dengan 28 Mei 2023.
Dalam pameran itu karya-karya dari para seniman yang terlibat mengajak audiens atau penikmat seni untuk ikut berinteraksi dan terlibat dalam karya yang dikerjakan oleh seniman.
Kemudian, seni media baru ini juga menyentuh seperti sampai masalah lingkungan. Menurutnya, masalah warna yang ada dalam seni media baru ternyata bisa menimbulkan efek lingkungan.
“Warna-warna tertentu bukan hanya panas dan hangat secara visual, tapi juga panas dalam hardware yang berakibat terhadap lingkungan,” katanya.
Menurutnya, penjelajahan yang mampu disentuh oleh seni media baru adalah sesuatu yang sangat menarik. Seni dan ilmu pengetahun atau teknologi dapat mungkin saling kait kelindan dalam seni media baru. Sementara di karya seni konvensional, kemungkinan itu kecil.
Di dalam dunia seni visual, lanjutnya, berjalan beriringan dua model berkarya. Pertama adalah karya konvensional, yakni karya yang suka dilihat di ruang pamer seperti lukisan, patung, grafis, keramik, dan sebagainya. Kedua adalah seni media baru yang lebih terfokus pada persoalan-persoalan teknologi dan perkembangan teknologi informasi.
Dia menuturkan bahwa pada sektiar 1980an, sempat muncul isu yang disebut dengan seni komputer. Pada saat itu, komputer adalah barang yang masih baru di dalam negeri. Dengan euforia yang terjadi, seni komputer pun dikatakan pada saat itu akan membunuh atau menghilangkan seni konvensional karena kemampuannya.
Perkembangan selanjutnya adalah seni konvensional tetap berjalan dan seni media baru juga tetap berjalan. Seni konvensional dan media baru, dia menuturkan, berjalan di jalurnya sendiri-sendiri.
Terkait dengan seni media baru, pada 1980an, juga terdapat diskusi terbatas atau beberapa tulisan yang membahas tentang karya-karya Nam June Paik. Seniman Korea Selatan ini sebenarnya adalah seniman yang menginisiasi seni media baru.
Sang seniman pernah tinggaldi Jerman dan kemudian ke Amerika Serikat. Dia juga menjadi salah satu bagian dari gerakan fluxus pada 1960-an di Eropa.
Baca juga: Seniman Andry Boy Kurniawan Hadirkan Koleksi Contemporary Yesterday
Dilansir dari laman Britannica, fluxus adalah sekelompok senima, penyair, dan musisi internasional yang membawa perubahan di dunia seni. Kelompok ini mengintegrasikan kehidupan ke dalam seni melalui peristiwa, suara, dan materi yang ditemukan.
Pada tahun-tahun awal, gerakan ini menggabungkan seni konseptual, minimalisme, musik baru, puisi, dan karya berbasis peluang menjadi fenomena intermedia yang lebih dapat diidentifikasi melalui sikap yang tidak sopan daripada melalui penggunaan gaya yang berbeda.
Gerakan ini menciptakan objek dan peristiwa yang orisinal dan seringkali mengejutkan dengan memanfaatkan humor, materi, dan pengalaman sehari-hari.
Editor: Fajar Sidik
Kurator seni Komunitas Salihara Asikin Hasan mengatakan bahwa kedua hal tersebut dapat terjadi lantaran seni media baru lebih fokus pada persoalan tentang persoalan-persoalan teknologi dan perkembangan teknologi informasi atau digital.
Baca juga: Seniman Optimistis Karya Seni NFT Punya Value Tinggi pada Masa Depan
Karya yang pada awalnya tidak mungkin dan lantas menjadi mungkin juga memiliki penjelajahan yang tidak terbatas. Hal itu juga dapat terlihat dalam pameran interaktif Age of Consent yang diadakan secara daring di laman galeri.salihara.org dari 19 November 2022 sampai dengan 28 Mei 2023.
Dalam pameran itu karya-karya dari para seniman yang terlibat mengajak audiens atau penikmat seni untuk ikut berinteraksi dan terlibat dalam karya yang dikerjakan oleh seniman.
Kemudian, seni media baru ini juga menyentuh seperti sampai masalah lingkungan. Menurutnya, masalah warna yang ada dalam seni media baru ternyata bisa menimbulkan efek lingkungan.
“Warna-warna tertentu bukan hanya panas dan hangat secara visual, tapi juga panas dalam hardware yang berakibat terhadap lingkungan,” katanya.
Menurutnya, penjelajahan yang mampu disentuh oleh seni media baru adalah sesuatu yang sangat menarik. Seni dan ilmu pengetahun atau teknologi dapat mungkin saling kait kelindan dalam seni media baru. Sementara di karya seni konvensional, kemungkinan itu kecil.
Di dalam dunia seni visual, lanjutnya, berjalan beriringan dua model berkarya. Pertama adalah karya konvensional, yakni karya yang suka dilihat di ruang pamer seperti lukisan, patung, grafis, keramik, dan sebagainya. Kedua adalah seni media baru yang lebih terfokus pada persoalan-persoalan teknologi dan perkembangan teknologi informasi.
Dia menuturkan bahwa pada sektiar 1980an, sempat muncul isu yang disebut dengan seni komputer. Pada saat itu, komputer adalah barang yang masih baru di dalam negeri. Dengan euforia yang terjadi, seni komputer pun dikatakan pada saat itu akan membunuh atau menghilangkan seni konvensional karena kemampuannya.
Perkembangan selanjutnya adalah seni konvensional tetap berjalan dan seni media baru juga tetap berjalan. Seni konvensional dan media baru, dia menuturkan, berjalan di jalurnya sendiri-sendiri.
Terkait dengan seni media baru, pada 1980an, juga terdapat diskusi terbatas atau beberapa tulisan yang membahas tentang karya-karya Nam June Paik. Seniman Korea Selatan ini sebenarnya adalah seniman yang menginisiasi seni media baru.
Sang seniman pernah tinggaldi Jerman dan kemudian ke Amerika Serikat. Dia juga menjadi salah satu bagian dari gerakan fluxus pada 1960-an di Eropa.
Baca juga: Seniman Andry Boy Kurniawan Hadirkan Koleksi Contemporary Yesterday
Dilansir dari laman Britannica, fluxus adalah sekelompok senima, penyair, dan musisi internasional yang membawa perubahan di dunia seni. Kelompok ini mengintegrasikan kehidupan ke dalam seni melalui peristiwa, suara, dan materi yang ditemukan.
Pada tahun-tahun awal, gerakan ini menggabungkan seni konseptual, minimalisme, musik baru, puisi, dan karya berbasis peluang menjadi fenomena intermedia yang lebih dapat diidentifikasi melalui sikap yang tidak sopan daripada melalui penggunaan gaya yang berbeda.
Gerakan ini menciptakan objek dan peristiwa yang orisinal dan seringkali mengejutkan dengan memanfaatkan humor, materi, dan pengalaman sehari-hari.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.