Roro Jonggrang, Saat Cinta dan Tipu Muslihat dipentaskan dalam Panggung Teater
15 October 2022 |
11:28 WIB
Tawa lepas penonton sesekali terdengar di Gedung Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki, Jumat (14/10) malam, saat menyaksikan pertunjukan Teater Koma yang membawakan lakon Roro Jonggrang. Aksi panggung dari karakter Bandung Bondowoso beserta para lelembut dengan rapalan mantra kocaknya kerap membuat penonton tergelitik.
Lewat gerak ritmis, permainan mimik wajah dan nyanyian koor para lelembut, tanpa terasa membuat lakon berdurasi 1 jam 50 menit garapan N. Riantiarno ini terus membius mata penonton untuk fokus ke arah panggung dan menikmati pertunjukan.
Mengangkat cerita rakyat yang mulai jarang didengar khalayak, lakon Roro Jonggrang seolah menjadi pengingat bahwa Indonesia memiliki nilai-nilai kebudayaan lokal yang bisa jadi cerminan dalam setiap zaman.
Baca juga: Agenda Pertunjukan Teater Oktober 2022, Ada Teater Koma dan Aksi Teatrikal Sejarah!
Adalah Roro Jonggrang, Putri Kerajaan Boko, diperankan Sekar Dewantari, yang terpaksa menerima lamaran dari Bandung Bondowoso, diperankan Rangga Riantiarno. Roro Jonggrang harus melancarkan berbagai tipu muslihat agar tidak menjadi istri dari sosok yang telah membunuh orang tuanya.
Dengan dendam membara, maka diterimalah lamaran tersebut dengan dua syarat. Pertama, Putra Mahkota harus membuat Sumur Jalatunda di atas Gunung Boko pada satu pagi, dan besok malamnya harus membangun Seribu Candi dalam waktu satu malam.
Dengan bantuan para lelembut, nyatanya Sumur Jalatunda bisa dibangun dengan cepat. Bandung Bondowoso juga mulai membangun seribu candi dan hampir selesai, hanya kurang satu saja. Tapi, kecurangan dan tipu muslihat Roro Jonggrang ternyata mengalahkan itu semua.
"Kecurangan itu sampai kapanpun akan tetap ada. [..] Pada suatu waktu, batu adalah simbol yang nyata bahwa kecurangan tidak boleh dilakukan lagi," seru Bandung Bondowoso seusai mengutuk Roro Jonggrang jadi patung batu.
Dia berharap melalui lakon tersebut dapat membangkitkan kembali animo anak muda terhadap kebudayaan lokal Tanah Air. Hadirnya kembali GBB, diharap juga dapat melahirkan lagi seniman-seniman muda yang bisa memajukan dunia pertunjukan Indonesia.
Sementara itu, Rangga Riantiarno mengatakan pemilihan lakon Roro Jonggrang dalam produksi pertunjukan ke-225 Teater Koma itu sebagai bentuk test case gedung tersebut karena baru pertama kali ini dipakai untuk pementasan teater.
"Kita memilih lakon ini karena mungkin ada simbolisasi politik yang mungkin penonton tangkap, momennya tentang kecurangan karena bentar lagi mau pemilu, bisa juga tentang lelaki toxic yang banyak muncul di berita-berita belakangan ini," papar Rangga saat ditemui Hypeabis.id seusai pentas.
Adapun, tamu undangan Rudolf Puspa, sutradara Teater Keliling juga mengapresiasi pementasan Roro Jonggrang yang mulai menggali kembali cerita-cerita rakyat dari Jawa Tengah itu hingga akhirnya dikenal publik dengan nafas baru dan alur yang menyenangkan.
Setali tiga uang dengan Rudolf, Idrus Madani, salah satu aktor senior di Teater Koma juga menyebut ada warna-warna baru dalam pertunjukan tersebut, mulai dari penggunaan teknologi media, regenerasi teater, hingga warna musiknya yang bernas.
"Dari artistik dan musiknya juga beda. Ya dulu kalo saya yang garap kan mesti beda dengan sekarang. Ini ada penerusnya, ada sesuatu yang baru, dan pemanfaatan teknologi serta riset yang baik," papar Idrus.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Lewat gerak ritmis, permainan mimik wajah dan nyanyian koor para lelembut, tanpa terasa membuat lakon berdurasi 1 jam 50 menit garapan N. Riantiarno ini terus membius mata penonton untuk fokus ke arah panggung dan menikmati pertunjukan.
Mengangkat cerita rakyat yang mulai jarang didengar khalayak, lakon Roro Jonggrang seolah menjadi pengingat bahwa Indonesia memiliki nilai-nilai kebudayaan lokal yang bisa jadi cerminan dalam setiap zaman.
Baca juga: Agenda Pertunjukan Teater Oktober 2022, Ada Teater Koma dan Aksi Teatrikal Sejarah!
Adalah Roro Jonggrang, Putri Kerajaan Boko, diperankan Sekar Dewantari, yang terpaksa menerima lamaran dari Bandung Bondowoso, diperankan Rangga Riantiarno. Roro Jonggrang harus melancarkan berbagai tipu muslihat agar tidak menjadi istri dari sosok yang telah membunuh orang tuanya.
Dengan dendam membara, maka diterimalah lamaran tersebut dengan dua syarat. Pertama, Putra Mahkota harus membuat Sumur Jalatunda di atas Gunung Boko pada satu pagi, dan besok malamnya harus membangun Seribu Candi dalam waktu satu malam.
Dengan bantuan para lelembut, nyatanya Sumur Jalatunda bisa dibangun dengan cepat. Bandung Bondowoso juga mulai membangun seribu candi dan hampir selesai, hanya kurang satu saja. Tapi, kecurangan dan tipu muslihat Roro Jonggrang ternyata mengalahkan itu semua.
"Kecurangan itu sampai kapanpun akan tetap ada. [..] Pada suatu waktu, batu adalah simbol yang nyata bahwa kecurangan tidak boleh dilakukan lagi," seru Bandung Bondowoso seusai mengutuk Roro Jonggrang jadi patung batu.
Ilustrasi pementasan lakon Roro Jonggrang (sumber gambar dokumentasi Teater Koma)
Pertunjukan Pertama di Gedung Baru GBB TIM
Ratna Riantiarno, Pimpinan Produksi Teater Koma mengatakan, pementasan lakon Roro Jonggrang telah menjadi lembaran baru bagi kiprah kreatif mereka. Terlebih pertunjukan itu juga digelar di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki yang baru selesai direvitalisasi.Dia berharap melalui lakon tersebut dapat membangkitkan kembali animo anak muda terhadap kebudayaan lokal Tanah Air. Hadirnya kembali GBB, diharap juga dapat melahirkan lagi seniman-seniman muda yang bisa memajukan dunia pertunjukan Indonesia.
Sementara itu, Rangga Riantiarno mengatakan pemilihan lakon Roro Jonggrang dalam produksi pertunjukan ke-225 Teater Koma itu sebagai bentuk test case gedung tersebut karena baru pertama kali ini dipakai untuk pementasan teater.
"Kita memilih lakon ini karena mungkin ada simbolisasi politik yang mungkin penonton tangkap, momennya tentang kecurangan karena bentar lagi mau pemilu, bisa juga tentang lelaki toxic yang banyak muncul di berita-berita belakangan ini," papar Rangga saat ditemui Hypeabis.id seusai pentas.
Adapun, tamu undangan Rudolf Puspa, sutradara Teater Keliling juga mengapresiasi pementasan Roro Jonggrang yang mulai menggali kembali cerita-cerita rakyat dari Jawa Tengah itu hingga akhirnya dikenal publik dengan nafas baru dan alur yang menyenangkan.
Setali tiga uang dengan Rudolf, Idrus Madani, salah satu aktor senior di Teater Koma juga menyebut ada warna-warna baru dalam pertunjukan tersebut, mulai dari penggunaan teknologi media, regenerasi teater, hingga warna musiknya yang bernas.
"Dari artistik dan musiknya juga beda. Ya dulu kalo saya yang garap kan mesti beda dengan sekarang. Ini ada penerusnya, ada sesuatu yang baru, dan pemanfaatan teknologi serta riset yang baik," papar Idrus.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.