Serupa Tapi Tak Sama, Ini 4 Perbedaan Psikolog & Terapis dalam Dunia Kesehatan Mental
23 September 2022 |
15:36 WIB
Masalah kesehatan mental tengah menjadi kekhawatiran berbagai pihak. Pasalnya data terbaru dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan generasi Z dan generasi Y (milenial) rentan menghadapi persoalan berkaitan dengan gangguan kesehatan jiwa seperti depresi, bipolar, stres dan lain sebagainya.
Kemenkes menyebutkan bahwak kelompok umur 15 hingga 24 tahun memiliki prevalensi depresi 6,2 persen, sementara usia milenial pada 25 hingga 34 tahun memiliki prevalensi depresi 5,4. Angka ini memperkuat kesadaran kesehatan mental yang kian menjadi perhatian serius pemerintah.
Salah satu langkah yang diambil pemerintah merespons isu ini adalah memberi edukasi mengenai ahli professional dalam kesehatan mental, seperti psikolog, psikiater, dan terapis. Beberapa dari Genhype mungkin telah mengetahui perbedaan psikolog dan psikiater.
Jika psikiater bertugas meresepkan obat sesusai dengan kebutuhan kesehatan mental, psikolog lebih berperan secara klinis dalam penanganan gangguan kesehatan mental. Sementara itu, masih dalam dunia klinis dan kesehatan mental, terkadang masyarakat masih bingung membedakan antara psikolog dan terapis.
Psikolog dan terapis sama-sama mennggunakan metode percakapan atau terapi bicara untuk mencari jalan memecahkan permasalahan. Keduanya juga sama-sama harus menyelesaikan program pendidikan tinggi untuk mendapatkan lisensi sebagai tenaga profesiona. Lantas apa yang membedakan psikolog dan terapis? Yuk simak ulasan berikut!
Baca juga: Tonton Yuk, Rekomendasi 5 Film dan Serial tentang Kesehatan Mental Ini
Terapis yang telah menyelesaikan pendidikan tingginya akan melanjutkan program untuk memperoleh lisensi sebagai tenaga profesional klinis. Dari lisensi tersebut, nantinya mereka akan memilih ahli bidangnya seperti terapis pernikahan, terapis keluarga, terapis sosial klinis , dan sebagainya yang membuat mereka fokus pada satu bidang masalah saja.
Sementara terapis tidak hanya fokus pada hal itu, mereka juga membahas masalah yang pasien hadapi secara regular melalui pembicaraan tatap muka. Terapis akan berupaya melihat masalah pasiennya, kemudian memberitahukan berbagai dampaknya pada hubungan.
Seorang psikolog harus memiliki izin praktik psikologi sebagai lisensi tenaga ahli profesional pada bidangnya. Izin praktik ini biasanya didapatkan setelah lulus S-2 Psikologi. Untuk mendapatkan lisensi, mereka harus melakukan banyak pelayanan kesehatan mental dan melakukan penelitian mendalam tentang bidang terkait, baru kemudian mendapatkan Surat Izin Praktik Psikologi (SIPP).
Sementara itu, terapis mendapatkan lisensi sebagai penanda kemampuannya dari berbagai badan sertifikasi sesuai dengan bidang yang ingin dipilih. Misal untuk menjadi terapis konseling, mereka akan berusaha mendpaatkan sertifikat yang sesuai dengan bidang terkait dari badan sertifikasi khusus konseling.
Genhype, itulah beberapa perbedaan antara psikolog dan terapis. Jangan sampai salah memilih tenaga professional kesehatan ya!
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Kemenkes menyebutkan bahwak kelompok umur 15 hingga 24 tahun memiliki prevalensi depresi 6,2 persen, sementara usia milenial pada 25 hingga 34 tahun memiliki prevalensi depresi 5,4. Angka ini memperkuat kesadaran kesehatan mental yang kian menjadi perhatian serius pemerintah.
Salah satu langkah yang diambil pemerintah merespons isu ini adalah memberi edukasi mengenai ahli professional dalam kesehatan mental, seperti psikolog, psikiater, dan terapis. Beberapa dari Genhype mungkin telah mengetahui perbedaan psikolog dan psikiater.
Jika psikiater bertugas meresepkan obat sesusai dengan kebutuhan kesehatan mental, psikolog lebih berperan secara klinis dalam penanganan gangguan kesehatan mental. Sementara itu, masih dalam dunia klinis dan kesehatan mental, terkadang masyarakat masih bingung membedakan antara psikolog dan terapis.
Psikolog dan terapis sama-sama mennggunakan metode percakapan atau terapi bicara untuk mencari jalan memecahkan permasalahan. Keduanya juga sama-sama harus menyelesaikan program pendidikan tinggi untuk mendapatkan lisensi sebagai tenaga profesiona. Lantas apa yang membedakan psikolog dan terapis? Yuk simak ulasan berikut!
Baca juga: Tonton Yuk, Rekomendasi 5 Film dan Serial tentang Kesehatan Mental Ini
Ilustrasi konseling (Sumber gambar: Timur Weber/Pexels)
1. Fokus Permasalahan
Psikolog lebih berfokus menggunakan pengetahuan dan kemampuan untuk menangani masalah kesehatan mental dan stres pasien. Sementara itu, terapis tidak hanya berfokus pada masalah kesehatan mental secara umum saja.Terapis yang telah menyelesaikan pendidikan tingginya akan melanjutkan program untuk memperoleh lisensi sebagai tenaga profesional klinis. Dari lisensi tersebut, nantinya mereka akan memilih ahli bidangnya seperti terapis pernikahan, terapis keluarga, terapis sosial klinis , dan sebagainya yang membuat mereka fokus pada satu bidang masalah saja.
2. Urgensi Masalah yang Dimiliki Pasien
Saat memiliki mood yang kacau dan tidak dapat dijelaskan, maka pilihan yang tepat adalah pergi menemui psikolog. Mereka akan membantu menelaah perasaan yang tidak bisa ditumpahkan dan membuat stress hingga depresi. Melalui metode ini, diharapkan pasien dapat mengerti dan memahami perasaannya.Sementara terapis tidak hanya fokus pada hal itu, mereka juga membahas masalah yang pasien hadapi secara regular melalui pembicaraan tatap muka. Terapis akan berupaya melihat masalah pasiennya, kemudian memberitahukan berbagai dampaknya pada hubungan.
Ilustrasi psikoterapi (Sumber gambar: Timur Weber/Pexels)
3. Diagnosis
Dilansir dari psychology.org.au, seorang psikologi dilatih untuk menegakkan diagnosis masalah yang berkiatan dengan pikiran, emosi, dan kebiasaan pasiennya. Meski tidak berfokus pada diagnosis seperti psikiater, psikoloh diperbolehkan dan berhak memberikan diagnosis gangguan pada masalah pasiennya. Sementara itu, tidak semua terapis boleh melakukan diagnosis pada pasiennya. Diagnosis hanya boleh ditegakkan oleh terapis yang telah menyelesaikan pendidikan S-2 Psikologi saja.
4. Lisensi Kerja
Seorang psikolog harus memiliki izin praktik psikologi sebagai lisensi tenaga ahli profesional pada bidangnya. Izin praktik ini biasanya didapatkan setelah lulus S-2 Psikologi. Untuk mendapatkan lisensi, mereka harus melakukan banyak pelayanan kesehatan mental dan melakukan penelitian mendalam tentang bidang terkait, baru kemudian mendapatkan Surat Izin Praktik Psikologi (SIPP).Sementara itu, terapis mendapatkan lisensi sebagai penanda kemampuannya dari berbagai badan sertifikasi sesuai dengan bidang yang ingin dipilih. Misal untuk menjadi terapis konseling, mereka akan berusaha mendpaatkan sertifikat yang sesuai dengan bidang terkait dari badan sertifikasi khusus konseling.
Genhype, itulah beberapa perbedaan antara psikolog dan terapis. Jangan sampai salah memilih tenaga professional kesehatan ya!
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.