Ilustrasi penelitian obat Lupus di laboratorium (Sumber gambar : Freepik/DC Studio)

Ilmuwan Jerman Temukan Terapi Terbaru untuk Pasien Lupus Capai Remisi Lebih Cepat

19 September 2022   |   10:22 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Terobosan baru kembali hadir di dunia medis. Para ahli di Jerman berhasil membuat lima pasien Lupus memasuki masa remisi dengan mengubah sel-sel kekebalan menggunakan teknik pengobatan kanker. Setelah satu kali menjalani terapi, para pasien tersebut menghentikan pengobatan standar mereka dan tidak mengalami kekambuhan. 

Direktur reumatologi dan imunologi di Universitas Friedrich Alexander Erlangen-Nuremberg, Jerman, Dr. Georg Schett, menerangkan perawatan ini dikenal sebagai terapi sel T reseptor antigen chimeric (CAR).

"Ini adalah satu suntikan sel T CAR dan pasien menghentikan semua perawatan," kata Schett, dikutip dari Live Science, Senin (19/9/2022).

Lupus merupakan penyakit kronis yakni ketika sistem kekebalan justru balik menyerang sel-sel tubuh, mengakibatkan peradangan, kerusakan jaringan, nyeri dan kelelahan. Gejalanya, mulai dari ringan hingga mengancam nyawa. Pasien sering kali mengonsumsi beberapa obat untuk mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan gejalanya. 

Baca juga: Waspadai Penyakit Lupus, Kenali Gejala & Penyebabnya

Pada lupus, sel B (salah satu jenis sel kekebalan) mengalami disfungsional. Sel ini memompa keluar autoantibodi yang menyinari sel-sel tubuh dan memanggil sel-sel lain untuk menghancurkannya. Beberapa obat menargetkan sel B berbahaya ini, tetapi tidak bekerja untuk semua pasien lupus.

"Ada kelompok yang benar-benar sangat parah dan mereka menjalani beberapa terapi dan tidak pernah mengalami remisi," ujar Schett. 

Remisi adalah suatu keadaan penyakit yang terkontrol dengan baik dengan atau sudah tanpa obat. Schett dan rekan-rekannya berteori bahwa pasien lupus yang resistan terhadap pengobatan seperti itu berpotensi mendapat manfaat dari terapi sel T CAR, yang sebelumnya telah digunakan untuk mengobati pasien kanker. 

Selama terapi sel T CAR, dokter mengekstrak sel kekebalan yang disebut sel T dari darah pasien, kemudian secara genetik mengubah sel T tersebut di laboratorium dan  menyuntikkannya kembali ke tubuh pasien. Dalam terapi kanker, sel T yang direkayasa ini menargetkan sel B dengan molekul spesifik di permukaannya, memusnahkan sel bermasalah dan sel B yang sehat.   

Tanpa sel B ini, pasien mungkin lebih rentan terhadap infeksi, dan terapi sel T CAR juga membawa risiko memicu sindrom pelepasan sitokin, yakni ketika sel T tiba-tiba melepaskan banjir molekul inflamasi ke dalam aliran darah. Jadi, terlepas dari potensi manfaatnya, Schett menyebut pengobatan ini tidak sesuai untuk mereka yang hanya memiliki penyakit ringan.

Dalam studi yang terbut di jurnal Nature Medicine, beberapa waktu lalu ini, Schett dan rekan-rekannya melibatkan pasien yang resistan terhadap pengobatan dengan bentuk lupus yang paling umum, disebut lupus eritematosus sistemik (SLE). Semua peserta uji coba ini menunjukkan kerusakan di beberapa organ, termasuk ginjal, jantung, paru-paru, dan persendian.

Setelah pengobatan, jumlah sel B kelima peserta turun drastis, begitu pula dengan tingkat autoantibodi mereka. Gejala lupus para pasien ini mereda dan mereka berhenti meminum obat rutin. 

Pada pasien pertama yang merupakan bekas pecandu narkoba, pada lima bulan pasca perawatan, jumlah sel B pasien tersebut mulai meningkat tetapi gejalanya tidak kembali. Schett menerangkan oleh karena gerombolan sel B yang disfungsional telah dimusnahkan dari tubuh, sumsum tulang mulai membuat sel B baru yang tidak memompa autoantibodi yang sama seperti pendahulunya.

Empat pasien lainnya juga mulai membuat sel B baru dalam beberapa bulan pengobatan, tanpa kambuh. Namun pihaknya tetap melakukan pemantauan secara komperehensif. 

Di sisi lain Schett dan timnya mengorganisir percobaan yang lebih besar dari terapi sel T CAR untuk lupus, serta penyakit autoimun sklerosis sistemik, juga myositis. “Di masa depan, terapi ini juga dapat diuji sebagai pengobatan untuk rheumatoid arthritis dan multiple sclerosis, di antara gangguan autoimun lainnya,” sebutnya.

Instruktur kedokteran (reumatologi) di Fakultas Kedokteran Universitas Feinberg Northwestern Dr. Jean Yean-jin Lin, yang tidak terlibat dalam percobaan ini mengatakan terlalu dini untuk menentukan apakah pasien sudah dalam masa remisi hanya dalam waktu 8 bulan. "Ada kemungkinan bahwa sel B naif ini dari waktu ke waktu dapat bertemu kembali dengan antigen sendiri dan menjadi autoreaktif," tutur Lin. 

Namun demikian, penelitian ini menurutnya menarik. Terutama ketika potensi CAR T untuk membentuk kembali sistem kekebalan. Ini akan menjadi pilihan bagus untuk pasien SLE yang sulit mendapat pengobatan umum. 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Nirmala Aninda

SEBELUMNYA

Promosikan Diet Rendah Garam, Direktur WHO Puji Lee Seung-gi

BERIKUTNYA

KARA Comeback dengan Album Khusus Bulan Depan

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: