Ilmuwan Cemas Ada Bintik Matahari Sebesar Bumi, Ini Dampaknya
25 August 2022 |
21:08 WIB
Matahari menjadi pusat tata surya yang memancarkan panas dan energi kepada planet yang mengelilinginya, termasuk Bumi. Sebagai sumber energi yang mempengaruhi cuaca dan iklim di planet kita ini, aktivitasnya pun selalu dipantau para ilmuwan.
Baru-baru ini, para ilmuwan terkejut dengan aktivitas Matahari tersebut. Mereka mendeteksi bintik Matahari baru yang tumbuh 10 kali lebih besar dari ukuran aslinya hanya dalam dua hari. Dinamakan AR3085, bintik matahari tersebut kini bergabung dengan bintik matahari lain dan berubah menjadi kelompok bintik matahari ganda.
Ilmuwan khawatir karena masing-masing ukurannya selebar diameter Bumi dan menghadap langsung planet kita.
Interaksi magnetik yang terjadi di bintik Matahari dapat melepaskan sejumlah besar energi melalui ledakan dan badai besar yang dikenal sebagai lontaran massa korona yang terjadi di bintik matahari.
Menurut Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), saat ini bintik matahari tersebut tergolong dalam suar kelas C artinya ledakan yang dihasilkan terbilang lemah dari tiga tingkat suar surya. Suar kelas A, B, dan C umumnya terlalu lemah untuk memiliki dampak nyata pada Bumi.
Adapun yang cukup kuat adalah suar kelas M. Ledakan energi elektromagnetik dari matahari itu bisa menyebabkan pemadaman radio di lintang tinggi. “Suar kelas X yang terkuat dan dapat menyebabkan pemadaman radio luas, merusak satelit, dan menghancurkan jaringan listrik berbasis darat,” tulis NASA, dikutip dari Live Science, Kamis (25/8/2022).
Menurut NASA, jika bintik Matahari terus tumbuh selama beberapa hari mendatang, suar yang lebih kuat bisa mengarah ke Bumi. Hal ini berpotensi membahayakan satelit dan sistem komunikasi.
Bintik matahari adalah daerah gelap yang besar dari medan magnet kuat yang terbentuk di permukaan matahari. Bintik ini membentuk daerah yang lebih dingin dan gelap di permukaan matahari.
Tumpukan energi magnetik ini sering menyebabkan suar surya. Semakin banyak bintik matahari yang muncul di matahari pada waktu tertentu, semakin besar kemungkinan suar surya meletus.
Pada 2025, sebanyak 115 bintik matahari kemungkinan muncul di permukaan Matahari selama hari-hari aktivitas puncaknya. Sementara itu, aktivitas Matahari terbilang meningkat selama beberapa tahun terakhir, dengan banyak flare kelas X mengarah ke Bumi sejak Maret 2022.
Matahari secara rutin melepaskan energi dalam bentuk radiasi. Beberapa aktivitas Matahari yang berpengaruh besar terhadap kondisi cuaca antariksa di antaranya adalah flare, lontaran massa korona, dan angin surya.
Aktivitas Matahari secara langsung mengubah kerapatan dan tekanan plasma di medium antarplanet dan ionosfer, serta meningkatkan tekanan magnetik pada magnetosfer Bumi. Akibatnya, berbagai sinyal gelombang elektromagnetik yang biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk keperluan komunikasi dan navigasi dapat terganggu saat terjadi aktivitas Matahari yang ekstrem.
Johan menuturkan bahwa di Indonesia sendiri, dampak yang didapat tidak sebesar daerah yang berada di lintang tinggi seperti di sekitar kutub Bumi. Hal ini dikarenakan letak Indonesia yang berada di khatulistiwa.
Meski demikian, tidak berarti Indonesia bebas dari dampak badai matahari. Cuaca antariksa akan banyak berdampak pada gangguan sinyal radio frekuensi tinggi (HF) dan navigasi berbasis satelit, seperti GPS.
Selain itu, karena semakin tingginya ketergantungan masyarakat di Indonesia terhadap teknologi satelit dan jaringan ekonomi global, gangguan pada satelit dan jaringan kelistrikan di wilayah lintang tinggi seperti kutub akibat cuaca antariksa tentunya juga dapat berpengaruh terhadap kehidupan manusia di Indonesia secara tidak langsung.
Editor: M R Purboyo
Baru-baru ini, para ilmuwan terkejut dengan aktivitas Matahari tersebut. Mereka mendeteksi bintik Matahari baru yang tumbuh 10 kali lebih besar dari ukuran aslinya hanya dalam dua hari. Dinamakan AR3085, bintik matahari tersebut kini bergabung dengan bintik matahari lain dan berubah menjadi kelompok bintik matahari ganda.
Ilmuwan khawatir karena masing-masing ukurannya selebar diameter Bumi dan menghadap langsung planet kita.
Today is #WorldPhotographyDay!
— NASA Sun & Space (@NASASun) August 19, 2022
Our Sun is big, bold, beautiful, bright, and has lots of flare. Here are some stunning images captured of our star in just the right light. pic.twitter.com/CiDDBAajsU
Menurut Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), saat ini bintik matahari tersebut tergolong dalam suar kelas C artinya ledakan yang dihasilkan terbilang lemah dari tiga tingkat suar surya. Suar kelas A, B, dan C umumnya terlalu lemah untuk memiliki dampak nyata pada Bumi.
Adapun yang cukup kuat adalah suar kelas M. Ledakan energi elektromagnetik dari matahari itu bisa menyebabkan pemadaman radio di lintang tinggi. “Suar kelas X yang terkuat dan dapat menyebabkan pemadaman radio luas, merusak satelit, dan menghancurkan jaringan listrik berbasis darat,” tulis NASA, dikutip dari Live Science, Kamis (25/8/2022).
Menurut NASA, jika bintik Matahari terus tumbuh selama beberapa hari mendatang, suar yang lebih kuat bisa mengarah ke Bumi. Hal ini berpotensi membahayakan satelit dan sistem komunikasi.
Bintik matahari adalah daerah gelap yang besar dari medan magnet kuat yang terbentuk di permukaan matahari. Bintik ini membentuk daerah yang lebih dingin dan gelap di permukaan matahari.
Tumpukan energi magnetik ini sering menyebabkan suar surya. Semakin banyak bintik matahari yang muncul di matahari pada waktu tertentu, semakin besar kemungkinan suar surya meletus.
Pada 2025, sebanyak 115 bintik matahari kemungkinan muncul di permukaan Matahari selama hari-hari aktivitas puncaknya. Sementara itu, aktivitas Matahari terbilang meningkat selama beberapa tahun terakhir, dengan banyak flare kelas X mengarah ke Bumi sejak Maret 2022.
Dampak Aktivitas Matahari ke Indonesia
Peneliti Pusat Antariksa BRIN Johan Muhammad menjelaskan bahwa Matahari sebagai sumber energi utama di tata surya memiliki pengaruh terhadap cuaca antariksa. Cuaca antariksa merupakan keadaan di lingkungan antariksa, khususnya antara Matahari dan Bumi, yang meliputi kondisi Matahari, medium antarplanet, atmosfer atas Bumi (ionosfer), dan selubung magnet Bumi (magnetosfer).
"Seperti halnya cuaca di Bumi, cuaca antariksa bersifat dinamis dan sangat bergantung pada aktivitas Matahari,” jelasnya.
Matahari secara rutin melepaskan energi dalam bentuk radiasi. Beberapa aktivitas Matahari yang berpengaruh besar terhadap kondisi cuaca antariksa di antaranya adalah flare, lontaran massa korona, dan angin surya.Aktivitas Matahari secara langsung mengubah kerapatan dan tekanan plasma di medium antarplanet dan ionosfer, serta meningkatkan tekanan magnetik pada magnetosfer Bumi. Akibatnya, berbagai sinyal gelombang elektromagnetik yang biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk keperluan komunikasi dan navigasi dapat terganggu saat terjadi aktivitas Matahari yang ekstrem.
Johan menuturkan bahwa di Indonesia sendiri, dampak yang didapat tidak sebesar daerah yang berada di lintang tinggi seperti di sekitar kutub Bumi. Hal ini dikarenakan letak Indonesia yang berada di khatulistiwa.
Meski demikian, tidak berarti Indonesia bebas dari dampak badai matahari. Cuaca antariksa akan banyak berdampak pada gangguan sinyal radio frekuensi tinggi (HF) dan navigasi berbasis satelit, seperti GPS.
Selain itu, karena semakin tingginya ketergantungan masyarakat di Indonesia terhadap teknologi satelit dan jaringan ekonomi global, gangguan pada satelit dan jaringan kelistrikan di wilayah lintang tinggi seperti kutub akibat cuaca antariksa tentunya juga dapat berpengaruh terhadap kehidupan manusia di Indonesia secara tidak langsung.
Editor: M R Purboyo
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.